CHAPTER 8

881 105 12
                                    

"Oh, hei!" sapa Sara saat Hinata masuk dan membanting pintu ruang ganti. "Apa kau bertemu Naruto?" tanyanya sambil menyembunyikan sebuah majalah ke bawah tas dengan cepat.

Hinata berjalan ke arah tas Sara dan menunduk. Ia melihat halaman atas Spring Magazine yang mencolok mengintip dari bawah tas. "Ya, aku bertemu dengannya," jawabnya jengkel. Ia marah pada Naruto, dan pada dirinya sendiri karena merasa senang Naruto memuji penampilannya, dan itu konyol sekali karena tentu saja Naruto menyukai celana pendeknya, semua pria pasti menyukai celana pendeknya.

Tapi saat Naruto yang mengatakannya, Hinata merasakan sesuatu yang menggelitik di hatinya. Dasar brengsek! Hinata bahkan tidak ingat kapan terakhir kali Toneri memuji penampilannya.

Hinata membungkuk, mengambil tabloid yang sembunyikan Sara. "Aku kira kita sudah sepakat tidak akan membaca majalah seperti ini lagi," ujarnya ketus, lalu melempar majalah itu ke tong sampah. Majalah itu mendarat beberapa senti dari tong sampah.

Sara tersipu dan menunduk memandangi kakinya. "Maaf, Hinata. Aku hanya tak tahan melihat berita tentangmu." Ia mendongak dan mencoba tersenyum.

Jujur saja, Hinata punya firasat wanita muda yang ceria ini hanya berpura-pura, ia sedang menunggu saat yang tepat untuk menusuknya dari belakang. "Tolong panggilkan Toneri!" ujarnya sambil berjalan menuju penata kostum yang masih menunggu membetulkan pakaian Hinata saat ia pergi tadi.

"Toneri sedang ada rapat."

Hinata mendesah ke langit-langit. "Aku tidak peduli meskipun dia sedang berada di Kutub Utara. Aku harus bicara dengannya sekarang."

Sara saling melempar pandangan dengan Konan, penari utama Hinata, yang hanya duduk menyaksikan semuanya dari sofa.

"Oke, aku akan memanggilnya."

"Terima kasih," ujar Hinata sinis sambil memandangi Sara keluar dari ruangan, lalu kembali membalikkan tubuh dan memelototi penata kostumnya.

"Baiklah, biar kupasang peniti di celana pendekmu," ujar penata kostum itu.

"Yang cepat ya," ujar Hinata. "Konan dan aku masih harus berlatih ... iya, kan, Konan?"

"Tentu saja, Hinata," jawab Konan ceria.

Tentu saja, Hinata. Ya, Tuhan! Sungguh Hinata berharap semua orang seperti Konan.

***

Beberapa saat kemudian, saat penata kostum sibuk bekerja, Sara kembali bersama Toneri di belakangnya. Sara dengan sengaja mengambil majalah yang dilempar Hinata dan memasukkan ke dalam tong sampah lalu bertukar pandang dengan Toneri.

Dahi Toneri berkerut. "Ada apa?" tanyanya pada Hinata.

"Si petugas keamanan itu, aku ingin dia dipecat."

"Apa? Kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Toneri cepat.

"Tidak ada yang terjadi. Masalahnya, kenapa dia tidak menjaga pintu hingga orang-orang terus-menerus masuk kemari sepanjang hari tanpa diundang, menanyakan ini-itu dan menggangguku."

Toneri melihat Sara yang menunduk. Ia lalu menghela napas dan menatap Hinata dengan tatapan yang mengatakan bahwa wanita itu tidak akan mendapatkan keinginannya.

"Aku mau pria itu dipecat!" ulang Hinata.

"Astaga, Hinata. Kita tidak ada waktu untuk membahas ini sekarang."

"Toneri, ada yang mengancam hidupku. Kau yang punya ide menyewa petugas keamanan, kau yang bilang aku butuh perlindungan. Jadi kenapa sekarang aku tidak dilindungi?"

LIMERENCE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang