CHAPTER 13

838 108 23
                                    

Di toko sepatu ketiga dan kursi keenam yang didudukinya sejak kegiatan belanja "masuk-keluar toko" dimulai, Naruto memindahkan bungkusan-bungkusan di pangkuannya: dua pasang sepatu, tiga blus— setidaknya Naruto mengira itu blus— dan pet carrier tempat Kurama sedang menunggu jalan-jalan selanjutnya.

Naruto sudah memutuskan di toko pertama jika wanita menguasai dunia, mereka bisa menyiksa teroris pria supaya mau buka mulut dengan cara ini. Sama sekali tidak ada yang lebih menyiksa daripada menonton seorang wanita memilih di antara rak-rak pakaian atau sepatu, apalagi kalau mereka memegang setiap pakaian yang menarik perhatian, dan bertanya, "bagaimana menurutmu? Terlalu merah muda?"

Apa ada sesuatu yang terlalu merah muda? Bukankah merah muda hanya merah muda?

Naruto mengamati deretan sepatu di dinding. Kenapa sepatu punya nama? Apa pembuat sepatu benar-benar percaya wanita akan masuk ke tempat semacam ini dan mencari si Louis atau Testoni?

Ketika Hinata sengaja berdeham dengan suara keras, Naruto menoleh dan hampir menjatuhkan bungkusan-bungkusan di pangkuannya. Hinata berdiri di depan Naruto, kedua kakinya terbuka lebar. Di satu kaki, Hinata memakai sepatu bot hak tinggi dari kulit berwarna hitam. Di kaki satunya, Hinata memakai sandal hak tinggi seksi paling runcing, paling merah yang pernah dilihat Naruto di kaki seorang wanita.

Hinata sedikit membungkuk dan menatap sepatunya, kemudian menegakkan tubuhnya dan menatap Naruto, ekspresi wajahnya sangat serius. "Yang mana?"

Apa wanita ini bercanda? Kedua sepatu itu membuat Naruto ingin minum sebanyak-banyaknya— ia tidak bisa mengalihkan tatapan dari kaki mulus Hinata.

"Jadi?" tanya Hinata pelan. "Menurutmu yang mana?"

Yang mana menurut Naruto apa? Kedua sepatu itu sangat menggoda. Naruto ingin membaringkan Hinata di sana, di tengah-tengah toko sepatu kecil yang mewah itu, dan menyuruh Hinata melingkarkan kedua sepatu itu ke punggungnya.

Hinata memindahkan berat tubuhnya ke satu kaki dan menunggu Naruto menjawab. Ketika Naruto tidak juga mengatakan apapun, ia memutar kakinya yang terbungkus sandal hak tinggi itu, dan dengan senyuman seksi ia bertanya, "Yang mana menurutmu yang paling bagus di atas panggung?" Ia mendorong kakinya lebih dekat ke arah Naruto. "Sandal?" Hinata memutar tubuhnya lagi, dan menjulurkan kakinya yang terbungkus sepatu bot ke dekat Naruto. "Atau bot?"

Naruto menelan nafsu yang menguasainya dan mendongak untuk menatap Hinata. "Aku tidak tahu mana yang paling bagus," katanya jujur, "tapi secara pribadi, aku rasa aku lebih suka botnya."

Hinata tersenyum menggoda. "Aha! Pria penyuka sepatu bot."

"Apa dua-duanya kau suka?" tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang ceria, suaranya memecah momen di antara mereka berdua. Naruto menahan erangannya saat pelayan toko itu muncul di antara mereka. "Oh, wow," katanya sambil mengangguk. "Cantik sekali."

"Yang mana menurutmu?" tanya Hinata.

"Tergantung untuk acara apa kau membelinya," kata wanita itu. Hinata memutar tubuhnya dan tersenyum ke arah Naruto dengan ceria. "Aku rasa aku akan membeli keduanya." Hinata lalu melenggang pergi ke seberang ruangan di mana ia meninggal sepatunya.

Wanita penjaga toko itu terkekeh. "Kakinya cocok untuk kedua sepatu itu." Ia menoleh ke arah Naruto. "Aku bisa lihat kau sudah sering berbelanja dengan istrimu."

Naruto terkejut. "Dia bukan ...."

"Jangan khawatir, Tuan." Wanita itu memegang bahu Naruto. "Tak lama lagi selesai. Aku rasa istrimu sudah menemukan apa yang dia cari," ujarnya sambil mengedipkan mata,

Tentu saja wanita itu membicarakan soal sepatu, tapi tetap saja hal itu membuat perut Naruto jungkir balik sementara wanita itu pergi untuk menerima uang dari Hinata.

LIMERENCE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang