5. Tempat Baru

2 2 0
                                    

Dua Minggu berlalu. Hari ini Cipto akan berangkat ke kota untuk memulai pendidikan di universitas yang sudah di pilihkan oleh Pak Rohman dengan beasiswa. Cipto cukup pintar bisa mendapatkan beasiswa itu, atau memanglah dia pintar. Jangan lupakan sebuah keberuntungan. Cipto sudah berdiri di depan rumah menunggu kendaraan roda empat milik Pak Rohman.

"Nak, kamu jaga diri baik-baik ya. Jangan telat makan, kalau uang mu habis telepon mbak Diah biar nanti mbak Diah atau Budhe Siti yang ngabarin ibu."

"Ibu tenang aja, Cipto bisa jaga diri."

Setelah begitu lama saling memeluk kehangatan, dari arah selatan datang mobil sedan milik Pak Rohman. Cipto melepas pelukan ibu nya, mencium punggung tangan ibu nya kemudian berjalan keluar dari pekarangan rumah.

"Cipto pamit Bu."

Begitu panjang helaan nafas Ningsih melihat punggung anaknya yang semakin menjauh dari halaman rumah dan masuk ke dalam mobil. Cipto melambaikan tangannya tanda perpisahan. Pak Rohman berpamitan sebentar kemudian mengemudikan mobilnya menjauh dari pekarangan rumah Ningsih.

Perjalanan menuju kota cukup panjang, tetapi Cipto menikmati nya. Sungguh tidak di sangka dia akan memasuki kota yang belum pernah sama sekali dia kunjungi dan sekarang dia akan tinggal di kota itu untuk beberapa tahun.

"Cip, nanti tempat kos nya sudah bapak Carikan sekalian. Kamu tinggal tempatin ya, biaya satu bulan ke depan bapak sudah tanggung. Jangan risau."

Cipto mengangguk paham dan berterimakasih sebanyak yang dia bisa. Sungguh mulia sekali ayah nya Baron ini, persis seperti anaknya dulu yang sering membagi bekal makan siang nya kepada Cipto atau memberikan mainan yang dia punya ke Cipto.

Baron kuliah di kota lain yang lumayan jauh. Diam diam Cipto bersyukur tidak akan satu kampus dengan Baron, karena jika itu terjadi Cipto bisa jamin dia akan merasa merepotkan Baron dan keluarganya. Sementara Pak Rohman sendiri menyayangkan kenyataan Cipto dan Baron tidak satu kampus bahkan berbeda kota.

Cipto memandangi kamar kos nya baru kemudian melemparkan diri ke kasur empuk yang tidak terlalu besar. Setidaknya ini lebih baik dari kamar nya di rumah. Tembok ber cat hijau muda yang kelihatan nya masih baru. Satu almari kecil di pojokan. Kamar ini memang tidak banyak perabotan sehingga melihat kamar kos kecil ini seperti lenggang. Mungkin Cipto juga tidak akan menambah barang terlalu banyak. Dia hanya butuh televisi, nanti jika mampu membelinya.

Mengingat bagaimana lingkungan sekitar kos dan dalam kos yang lumayan bersih, Cipto teringat belum menanyakan berapa harga sewa per bulan nya. Cipto berharap tidak terlalu mahal.

Malam ini Cipto melewati malam dengan penuh gelisah, memikirkan hari pertama dia masuk dunia perkuliahan. Memperkenalkan diri dan mencari teman itu bukan keahlian Cipto, walaupun dia di kagumi di desa oleh para pemuda pemudi karena ketampanannya yang tiada dua, tetap saja Cipto termasuk orang yang mudah minder dari segi pertemanan. Cipto akan merasa minim topik dan dia akan menjadi pendiam, atau lebih tepatnya pendengar saja di antara jejeran teman lelaki yang sedang membahas masalah cinta ataupun dunia.

Bersambung...

Akhirnya up juga....
Aku tau ini gak jelas, dan gak penting. Tapi Gpp aku up aja..hehe..

SUCIPTOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang