16. Karnaval

488 75 4
                                    

Cek, cek.

Suara mic.

Perhatian kepada seluruh siswa-siswi SMA CHS. Hari ini, semua organisasi yang ikut serta dalam perayaan Karnaval Bulan depan mulai berlatih. Untuk waktu, pulang sekolah. Tidak boleh di jam belajar. Titik. Sekian terimakasih.

Desahan kecewa terdengar dimana-mana. Waktu rebahan terkikis sudah. Ada juga yang bersemangat, biasanya khusus orang yang memang sekolah itu sudah seperti rumah.

Disini, Freyana yang terbengong bingung. Tau saja tidak. Semua teman kelasnya sibuk berunding. Pakai baju apa? Seru gak ya? Males ah! Gak sabar ah!

Itu yang Freyana dengar sekarang.

Dari sekolahnya yang dulu sampai dengan sekolah barunya yang sekarang, sama saja. Teman tidak punya, apalagi sahabat. Dulu punya teman, tapi hanya sebatas menutup gengsi. Apalagi sekarang, yang kelakuan teman barunya aneh-aneh. Makin gengsi.

"Perhatian! Karnaval kita kali ini kedapetan Tema Horor." Koar Ziyad si ketua kelas heboh, dia tergesa-gesa masuk kelas. Seisi kelas mendesah kecewa.

"Masa sih? Taun kemarin Tema Horor. Masa sekarang Horor lagi?" Semua mengiyakan, juga memprotes. Ziyad sama kecewanya.

"Muka lo kaya hantu sih. Ganti ketua kelas ajalah!" Ziyad menganga terkejut. Kenapa dirinya yang di salahkan? Emang takdirnya gini, mau gimana lagi coba?

"Bisa dieum gak?!" ucap Freyana pelan bercampur kesal.

Krik... Krik  ....

Freyana tersenyum bangga. Padahal tak banyak tenaga agar seisi kelasnya diam, tapi berefek juga.

"Gue gak ngerti. Lo pada lupa gue murid baru heh? Tema? Horor? Maksudnya apa?" Semua menatap Freyana. Ingat! hanya menatap. Freyana butuh jawaban gays!

"Ehem. Gue jelasin!" Ziyad bersuara juga.

"Bulan depan'kan 17 Agustusan. Sekolah kita selalu ngadain lomba kecil-kecilan sama karnaval keliling kampung pake kostum sesuai Tema yang udah di kocok dari para Osis. Nah, kelas kita kebagian Tema Horor. Siapa yang mau jadi tuyul? Kunti? Pocong?" Kalimat terakhir sangat meresahkan. Hening. Tidak mau menanggapi pertanyaan Ziyad.

Menghela napas kasar. Ziyad berkata, " lo pada jangan kaya bocahlah! Ini emang udah nasib kita. Mau di denda 50 rebu heh?" Semua geleng-geleng kepala tidak mau. Freyana nyimak saja. Bodo amat.

"Yaudah. Gak jauh kaya taun kemaren, biar gak ribet. Orangnya itu lagi aja!" Semua mengangguk-angguk saja.

Krett.

Pintu terbuka, menampilkan Eka yang tengah tersenyum biasanya. Taulah Freyana akan gimana. Muak.

"Eka!! Masa kelas kita kedapetan Tema Horor lagi. Bisa gak protes ke osis! kan kamu murid kebanggaan, pasti gak bakal di tolak!" Eka nyengir kaku mendengarnya. Ziyad sangat kesal sampai berlipat ganda.

"Gue kan udah bilang. Jangan kaya bocah, bisa!" Hawa di kelas mulai panas. Ziyad kembali ke meja miliknya, ngambek.

"Udah. Kita jalanin aja yang sekarang! Masih ada kesempatan tema lain untuk tahun depan. Semangat!" Semua mengangguk pasrah. Freyana yang menyimak pun berdiri, berjalan ke depan. Mengibas-ngibaskan tangannya kepada Eka, bermaksud mengusir. Sombong amat.

"Woyy!"

Sapa Freyana angkuh. Lebih tepatnya seperti orang mau malak. Mukanya itu galak. Pasang mata menatap Freyana penasaran.

"Menurut gue ya. Tema Horor gak buruk juga. Malah terkesan menantang tidak membosankan walau keliatan suram." Semua hening menyimak perkataan Freyana.

"Apalagi pake sesuatu yang bikin menarik. Taun kemarin kalian kaya gimana?" Hening lagi. Freyana melemas. Sekali lagi, dia butuh jawaban gays!

"Mulut lo pada kenapa sih? Gue nanya kampret?!" Semua gelagapan. Ziyad berdiri. Ziyad lagi-Ziyad lagi.

"It--tu. Ehem, ya, biasa aja. Kalo pocong ya kaya pocong. Kalo kunti kaya kunti." Freyana bete mendengarnya.

"Kostum doang?" tanya Freyana dan di balas anggukan polos oleh mereka.

"Gak pake make up?" Semua mengernyit.

"Masa setan pake mascara, lip balm, lip tint, ceplok enog?" tanya Raka si tubuh gempal, yang hobinya makan terus.

Freyana kesal. Maksudnya bukan itu. Kenapa teman-temannya ini bloon banget sih. "Maksud gue bukan gitu. Conto ya. Kalo kunti, make up nya di seremin, terus pake darah-darahan di muka, biar mendukung. Kan kaya beneran." Wah, seisi kelas mangut-mangut antusias.

"Belom pernah. Bisa juga tuh idenya, gimana woy, setuju?" Semua meneriaki setuju dengan semangat.

"Nah gitu dong. Masalah make up gue yang atur.  Berterimakasih'lah ke gue karena udah naikin derajat kalian. Makanya jadi orang tuh kreatif, bukan pinter di pelajaran doang. Kan komplit. Contonya gue, haha." semua ikut tertawa membenarkan. Mata Freyana tidak lepas dari Eka yang sedang membaca buku tenang. Untuk kedua kalinya Freyana melihat Eka meremas buku yang sedang di baca. Puas, sangat puas.

"Eh. Lo Sang juara!" panggil Freyana kepada Eka. Eka mengangkat kepalanya, tersenyum.

"Muka lo cantik. Sayang kalo di jadiin setan-setanan." Eka tersenyum. Bisa gak jangan senyum mulu? Batin Freyana.

"Eka jadi Mayoret, partisipasinya di Organisasi, jadi gak bakal ikut setan-setanan. Eka itu emang hebat pokonya," celetuk Ziyad. Mendengar itu Freyana jadi rindu. Moodnya turun mendadak. Ayolah! Ini tidak lucu.

Pikiran Freyana bergelung kusut kesana-kemari, kenangan di sekolah dulu, Bundanya. Semua menyatu di kepala.

Seisi kelas sibuk memuji Eka. Oy, Freyana harus sadar. Bangkit, Lawan musuh! Seringai licik timbul.

"Kalo gue jadi Mayoret, gimana ya?"

Hening. Muka pias terpatri di wajah Eka.

Hayoh!

____________

Gimana ceritanya?
Semoga suka yah!
Jangan lupa tinggalkan jejak👣🌷

The Majororet Queen [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang