3. Kecewa

908 131 18
                                    

"Semua orang punya cara tersendiri memperlihatkan kasih sayangnya, bisa saja yang kamu lihat buruk Mungkin itu baik untuk kita."

______________________________________

Sesampainya di rumah, pertama kali yang di lihat Freyana adalah mobil Sport mewah Ayahnya yang bertengger manis di halaman rumah.

Aneh, tentu. Oh sekarang Freyana mengerti wanita simpanan Ayahnya mungkin saja sudah pulang.

Huft... 

Freyana menghembuskan nafasnya kasar. Bad mood hari ini sungguh luar biasa. Pikirannya berkecamuk, antara masalah di sekolahnya tadi, dengan besok kepindahan dirinya.

Apakah Freyana harus sedih? tentu. Freyana harus nangis? gengsi. Senang? tidak. Semua itu menyatu, tapi Freyana tahan dan simpan sendiri.

Freyana berlari menuju kamarnya. Tidur. Ya, obatnya tidur. Namun saat membuka pintu kamar, Freyana menggeram marah. Dua koper besar sudah terisi penuh, namun isi kamarnya masih utuh, lemarinya... Freyana berlari kedalam dan membuka lemarinya.

"Akhh... Bibi!!" teriaknya lantang.

"Iya non," sahut Bi Nina tergesa.

"Siapa yang ngelakuin ini? SIAPA!!" Tubuh Bi Nina bergetar, menatap Freyana takut. Seumur-umur dia bekerja, baru kali ini melihat Freyana mengamuk sangat mengerikan. Wajahnya memerah. Matanya apalagi.

"An---anu Non, saya."

"Siapa yang nyuruh?" Kali ini Freyana mengecilkan suaranya, tidak sekeras tadi. Namun  tatapanya sangat intens.

"Tu---an,"

"KENAPA LO PATUH? ini kamar milik gue, bukan laki-laki itu. Seharusnya lo tanya gue dulu!" Bi Nina sujud mendengar Nona Mudanya yang sedang hilang kontrol. Memohon ampunan yang bahkan Freyana tidak mengampuninya.

"Gak guna banget lo udah tua juga, gue pecat aja sekalian."

"Ampun!!" Mohon Bi Nina dengan masih bersujud.

"Apa-apaan ini?" Martin kaget melihat adegan yang tidak patut di lihat. Laras pun sama tidak kalah kaget seperti Martin.

"Dia yang lo maksud kan?" tanya Freyana kepada Bi Nina dengan menantang. Bi Nina hanya mengangguk masih bersujud. Menatap Tuan dan Nyonyanya bersalah.

"Sekarang beresin lagi atau gue pecat!" Bi Nina menggelengkan kepalanya dengan penuh derai air mata di wajahnya.

"Kamu nyuruh-nyuruh se-enaknya? yang gajih Ayah Frey, ingat!" ucap Martin tidak kalah lantang.

"Mas!" Laras memperingati Martin dan Martin tidak mengubris itu. Freyana kehilangan kata-kata, tapi tetap menatap Ayahnya menantang.

"Kamu besok pindah Frey, makanya Ayah sur---"

"Kenapa gak sekalin ini... ini... ini..." potong Freyana sambil menendang kursi, melempar semua yang ada di atas nakas. Saat ingin melempar vas bunga...

"FREY!!" peringat Martin tegas. Ayah dan Anak ini sama-sama di kuasai emosi. Freyana menatap Martin dengan mata merahnya.

"Ayah tuh gak ngerasain apa yang Frey rasain. Apa gak puas, Ayah udah bikin Bunda mati? sekarang mau buang Frey ke orang yang gak kenal," ucap Freyana masih memegang vas bunga. Martin perlahan maju.

"Kalau masalah Bunda, Ayah menyesal. Maaf!" Martin memelas. Freyana berdecih mendengar itu.

Prang...

The Majororet Queen [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang