33. Penyelesaian I

544 74 4
                                    

Freyana menatap nanar gerbang sekolah. Lalu lalang murid yang biasanya ramai, kini hanya beberapa saja. Entah kemana mereka.

Matanya lalu menatap pohon jambu. Biasanya pohon itu di serbu oleh para pasangan yang sedang dimabuk cinta, kini melompong. Bahkan jambu-jambu berserakan tidak ada yang memakan.

"Frey!" Freyana sedikit terkejut. Lalu menatap lelaki paruh baya yang wajahnya sangat kuyu, tidak berwibawa seperti pertama kali bertemu.

Gadis itu tersenyum penuh rasa bersalah.

"Saya bingung." Monolog Pak Apip lesu. "Sekolah kita di ancam akan di tutup."

Freyana menahan napasnya. "Apakah tidak bisa di bicarakan dengan baik Pak?"

Pak Apip mengusap wajahnya kasar. "Kasus di sekolah kita terjadi dua kali sekaligus. Pertama, perbuatan mesum, dan yang kedua tentang percobaan bunuh diri. Banyak sekali orang tua yang khawatir dan berencana memindahkan anak mereka kesekolah lain. Dan yang ini paling membuat saya bingung, pihak berwajib meminta klarifikasi untuk kasus ini, namun pihak bersalah belum juga menampakan batang hidungnya."

"Saya sedih. HUT Kemerdekaan Indonesia tinggal beberapa minggu lagi, biasanya sekolah ramai oleh anak-anak Ekskul. Lihat sekarang?"

Freyana termenung, dia teringat akan kepindahan Eka ke singapura. Masih ada beberapa hari lagi sebelum keberangkatan itu tiba.

"Saya juga ikut andil dalam masalah ini Pak. Saya janji akan perbaiki semuanya."

Pak apip menatap Freyana ragu. "Kamu yakin?" Freyana mengangguk mantap.

"Tapi saya butuh bantuan Bapak,"

"Apa?"

"Tolong umumkan, sekolah efektif kembali! Karena HUT Kemerdekaan Indonesia telah di depan mata, kita sukseskan acara ini." Freyana menatap Pak Apip dengan penuh harap.

Pak apip geleng-geleng kepala. "Ini bakalan susah."

Freyana menatap Pak Apip dengan penuh harap sekali lagi. Pak Apip menghela napas kasar,"kita coba dulu."

****

Kita mau ngapain?

Masih punya muka ternyata.

Wah, aya naon nya?

Freyana menatap gelisah sekelilingnya. Hari ini, dia dan pastinya dengan bantuan Bagas beserta kawan-kawan, sengaja mengumpulkan anak Organisasi berserta Ekskul untuk membahas acara HUT Kemerdekaan Indonesia.

"G--guee..." kok gagap? heran Freyana dalam hati. Bagas melihatnya kasihan, lalu meragakan tarik napas dan buang napas. Tuti, Jali dan Jojo turut mengikuti yang Bagas lakukan.

Freyana mengangguk patuh, lalu menarik napas dan membuangnya secara perlahan.

"Ekhem... Sebelumnya, gue mau minta maaf atas kejadian yang menimpa Eka. Kalo aja gue gak nekat, pasti gak akan berkepanjangan sampe sekarang."

Hening.

"Tapi, gue janji bakal perbaiki semuanya." Semua saling pandang dan bertanya-tanya. Kegaduhan mulai  terdengar.

"Tolong percaya sama gue! Cuman, gue gak bisa ngelakuin ini sendirian. Maka dari itu, gue kumpulin kalian semua buat bantu gue. Bantu Efektifkan sekolah kembali dan mengsukseskan acara HUT Kemerdekaan Indonesia yang akan datang beberapa minggu lagi."

Salah satu cowok mengangkat tangan. Dia Rama Sang Ketua Osis Sekolah.

"Maaf nih. Setau gue dari guru-guru, kegiatan sekolah gak di ijinin berjalan, sebelum kasus masalah Eka selesai."

Freyana menatap Bagas, lelaki itu mengangguk meyakinkan. "Tenang! Gue udah dapat ijin dari Kepala Sekolah. Tentang masalah Eka, gue akan berusaha selesain. Kalian cuman fokus aja latihan. Gimana?"

Semua mengangguk kecil. "Oke. Sepertinya kita harus selesain ini bersama. Kalian para Ketua Ekskul maupun Organisasi, mohon umumkan kepada anggota masing-masing untuk bisa memulai latihan kembali. Tampilkan dengan sebaik mungkin. Dan lo juga Frey! Jangan sungkan buat minta bantuan kita!" ucap Rama Sang Ketua Osis.

Freyana tersenyum haru, lalu mengangguk.

***

"Gimana?" tanya Freyana penasaran. Bagas menggelengkan kepalanya. "Mustahillah telpon gue di angkat. Dari awal juga, Om Danu tuh gak suka sama gue."

Freyana mulai gelisah. "Terus gimana? Cuman dia yang bisa bisa bantuin kita sekarang."

"Kalo aja dulu gue gak main ancam-ancaman sama dia, pasti masalahnya udah kelar sekarang. Liatkan, sekarang dia bodo amat sama sekolah kita!" ucap Freyana overthinking.

Bagas menyentil dahi Freyana gemas. "Mulai deh. Punya otak tuh mikirnya jangan sempit!"

"Terus?"

Bagas menghela napas panjang. "Kita bisa minta bantuan Eka."

Mata Freyana berbinar. "Tumben pinter?" katanya sambil menyonor kepala Bagas gampang.

Lelaki itu mendengus tidak terima. Dia geleng-geleng kepala. "Tapi, pasti gak akan mudah. Kan lo tau gimana keras kepalanya Om Danu!"

Freyana tersenyum penuh arti.Gak nyadar, gue juga sama keras kepalanya dan gak ada yang bisa ngalahin.

____________________________

Tunggu terus kelanjutannya😉
Jangan lupa tinggalkam jejak❤

The Majororet Queen [End]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang