hero

544 65 24
                                    

"setiap manusia adalah
pahlawan untuk dirinya
sendiri dan orang-orang
di sekitarnya."










"Naya, maaf aku telat."

Permintaan maaf yang kental nada bersalah itu keluar dari bibir seorang Christopher Chandra Bayuaji atau yang kerap disapa Bayu, Ketua BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di salah satu perguruan tinggi negeri yang juga merupakan kekasihku.

"Nafas dulu, bay," tegurku. tak tega melihatnya terengah-engah.

Dia bahkan belum dapat berdiri sempurna. Menumpukan kedua telapak tangan pada tempurung lutut dengan posisi badan yang membungkuk berusaha mengatur pasukan oksigen yang masuk ke dalam paru-parunya.

"Kamu pasti lari ya dari sekre BEM ke sini? kan udah aku bilang nggak usah buru-buru," omelku yang sejujurnya adalah bentuk kekhawatiranku kepadanya.

Aku hanya tidak ingin dia kembali terluka jika memaksakan berlari cepat dengan jarak yang cukup jauh karena tiga minggu yang lalu kakinya sempat terkilir akibat dari tersandung lubang ketika berlari. Lagipula, aku tidak pernah bisa benar-benar marah pada Bayu. Karena bagiku dia terlalu baik untuk mendapatkan amarah dari siapapun.

"Aku minum dulu, ya?" Ijin Bayu sebelum mengambil tempat kosong di sebelahku yang sejak tadi berdiam diri di gazebo untuk menunggunya menghampiriku karena kami sudah berjanji akan pulang bersama.

Aku mengangguk. Membiarkannya membuka tas, mengambil botol minuman untuk membasahi kerongkongannya dengan air.

"Aku nggak enak sama kamu. Pasti selalu jadi yang nunggu kalo kita ada janji," sesalnya setelah meminum habis air dalam botol miliknya yang kini sudah kembali masuk ke dalam tas.

"Aku nggak masalah." kepalaku mengangguk-angguk penuh pemakluman. "Sejak awal aku putusin buat deket sama kamu, aku tau kamu orangnya sibuk. Orang penting. Dicariin dimana-mana. Jadi nggak papa kalo aku jadi nomor sekian di daftar prioritas kamu. Asal, aku tetep jadi nomor satu di hati kamu," balasku, sedikit menggodanya di akhir kalimat dengan mengedipkan mata sebelah kiri.

Bayu sontak terkekeh melihat tingkahku. "Udah pinter gombal ya sekarang?"

Aku hanya menanggapi pertanyaan Bayu dengan angkatan bahu tak acuh. "Ya udah yuk pulang. Takut keburu malem. Kan kita naik bus bukan mobil."

Plak.

Suara kulit yang beradu dengan kulit terdengar sepersekian detik ketika Bayu tiba-tiba menepuk jidatnya sendiri. "Aku lupa kalo mobilku di bengkel."

Tanpa bisa kutahan, satu dengusan geli lolos dari belah bibirku yang semula terkatup rapat. "Makanya, pak. Jangan cuma proker aja yang dipikirin," ledekku, turut mengundang tawanya.

Setelah acara istirahat sejenak Bayu selesai, kami berdua mulai melangkahkan kaki, pergi meninggalkan area fakultasku yang memang berjarak paling dekat dengan gerbang kampus. Tidak butuh waktu lama, aku dan Bayu sudah berjalan bersisian di trotoar jalan yang seperti sore-sore sebelumnya dipadati kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat.

"Tadi kenapa telat? Ada rapat mendadak ya, Bay?" Celetukku membuka kembali obrolan yang sempat hilang di antara kami.

"Bukan rapat. Tadi aku ketemu temen dulu," jawabnya.

harta tahta eska. (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang