limbo

95 12 7
                                    

tw : alur maju mundur. LOWERCASE. please give me feed back lewat reply atau qrt, thank you guys

PLAY LIMBO DULU YAA





“aku takut nikah, No. gimana kalo nanti, setelah kita nikah, di suatu pagi, kamu bangun dari tidur, kamu lihat aku di sebelah kamu, tapi perasaan itu udah gak ada. kupu-kupu di perut kamu, semuanya hilang. pancaran cinta yang biasanya penuh di kedua mata kamu, lenyap. semua itu gak ada lagi, dan yang tersisa cuma perasaan kosong. gimana, No?”

“kamu mungkin akan jawab gak pa-pa. kamu bakal usahain lagi buat dapetin perasaan itu kembali. tapi gimana sama aku, No? apa aku bakal baik-baik aja? pernah gak kamu mikir sampe sana?”

kalimat itu seperti kaset rusak, terputar terus menerus di kepala Kirino. telinganya berdengung. bagai tuli, karena hanya suara terluka Aira lah yang bisa dia dengar. meski suara itu aslinya tak nyata tengah mengetuk gendang telinganya. namun, perasaan saat pertama kali mendengar kalimat penuh emosi itu masih terasa sampai detik ini.

sesak, perlahan-lahan merambati dada Kirino. pria itu melepas satu tangannya dari setir kemudi dan meletakkannya di dada kiri, tempat di mana nyeri yang membuatnya menderita, muncul.

Aira benar. semua yang dia ucapkan di malam Kirino melamarnya, pada akhirnya membuat pria itu sadar. bahwa hidup terkadang memang sebercanda itu.

bahwa, semakin erat kau menggenggam, akan semakin dalam pula durinya tertancap di telapak tanganmu.

sakit.

kirino menghentikan mobilnya di parkiran sebuah hotel yang cukup mewah. pria yang memakai kemeja batik itu membuka pintu, kemudian keluar dari dalam mobil. satu tarikan napas dia hembus sebelum kemudian masuk ke dalam ballroom hotel yang siang ini dipenuhi orang-orang yang berpakaian sama rapi dengan dirinya.

pria tampan itu tersenyum kepada dua wanita yang menjaga buku tamu. setelah mengisi buku itu dengan membubuhkan namanya dan memasukkan amplop berisi sejumlah uang pada kotak yg disediakan, Kirino langsung melanjutkan langkah masuk ke dalam ruangan besar yang sudah dihias dengan bunga-bunga segar dan kain berwarna putih bersih.

indah, batinnya. dia pernah memimpikan hal yang sama. menatap wajah-wajah bahagia tamunya yang terpukau dengan suasana pernikahannya dari atas panggung pengantin. namun, kini dia hanyalah salah satu penikmat dekorasi ruangan cantik ini. dia hanyalah tamu dari pesta pernikahan yang pernah dia idamkan.

Kirino menyebar pandangan. menyisir ruangan hanya untuk menemukan sang pemilik acara tengah tersenyum sembari menyalami tamu-tamunya yang terus berdatangan.

namun, setelah menemukan yang dirinya cari, senyum Kirino malah luntur. bukannya ikut mengantri, dirinya pilih melangkah mundur. sebab sesak yang sejak tadi mengganggunya, semakin terasa nyata. bayangan ketika Aira datang untuk mengucapkan selamat tinggal, tergambar semakin jelas di kedua matanya.

“maaf, No,” malam itu, Aira menyapa Kirino dengan suara bergetar.

senyum menawan yang selalu menjadi obat mujarab bagi segala masalah Kirino, malam itu tak nampak menghiasi wajah cantik Aira. yang muncul, malah raut penyesalan. lengkap dengan mata yang dilapisi cairan bening serapuh kaca, tengah memandang Kirino penuh rasa bersalah.

pada awalnya, Kirino tak mengerti. kedatangannya ke tempat ini, adalah untuk bertemu dengan Aira. kekasihnya yang sudah setahun tak dia temui karena pekerjaan wanita itu membuat mereka terpaksa terpisah jarak ribuan kilometer.

Kirino kira, kedatangannya ke jepang akan mengikis rindu yang sudah lama mereka tampung berdua. namun ternyata, ada pria lain yang menghangatkan Aira ketika Kirino tidak ada di sana. ada pria lain menikmati senyum Aira saat Kirino tak bisa melihatnya. ada pria lain yang menghapus air mata Aira dan menyediakan bahunya untuk menjadi tempat berlindung saat Kirino berada di tempat yang terlalu jauh untuk sekadar jadi tempat berteduh bagi Aira. dan yang paling menyayat hati Kirino,

ada pria lain di hati Aira selain dirinya

“maafin aku, Kirino.” Aira menutup wajahnya sendiri yang sudah basah karena air mata.

seumur hidupnya, Kirino tak pernah menyangka. jika niat baik yang dia kira akan datangkan kebahagiaan untuk Aira, malah membuat gadis itu banjir air mata.

Kirino bergeming di tempatnya berdiri. bingung hendak bereaksi bagaimana saat melihat wanita yang paling dicintainya setelah sang bunda menangis di hadapannya. tak dapat dipungkiri, dia sangat terluka saat menemukan wanitanya berada dalam dekap pria asing. namun, melihat Aira menangis hingga kedua bahunya bergetar menahan isakan, semakin melukainya.

kirino tidak bisa menahan dirinya sendiri untuk maju dan memeluk Aira. telapak tangannya mengusap punggung wanita berambut panjang itu. kalimat penenang dibisikkan. meski dalam keadaan seperti ini, memastikan Aira baik-baik saja tetap menjadi prioritasnya.

setelah tangisnya mereda, Aira kembali buka suara. satu persatu kelimat dikeluarkan. membentuk kesimpulan, Aira kehilangan cintanya untuk Kirino.

“No.... kamu dateng,” sapa Aira dengan wajah agak terkejut yang tetap masih didominasi kebahagiaan ketika Kirino muncul di hadapannya, untuk bersalaman sebagai tamu.

Kirino menarik dua sudut bibirnya. getir, tapi harus dilakukan.

“Hai, Ra.”

penggalan nama itu terasa asing di lidah kirino. bertahun-tahun yang lalu, 'Ai' menjadi panggilan kesayangan yang dia berikan untuk wanita itu. akan tetapi saat ini, sungkan baginya untuk memanggil nama itu lagi. kendati Aira tak keberatan, Kirino tetap sadar diri. hubungannya dengan Aira sudah tak sama seperti dulu lagi.

“apa kabar, No?” Aira bertanya. sedikit mengabaikan fakta bahwa mereka masih berada di tengah-tengah acara pernikahannya. beruntung, sedang tak ada tamu yang mengantri sehingga Aira bisa mencuri waktu untuk sedikit bertukar kata dengan sang mantan kekasih.

Kirino tersenyum, lagi. “baik. kamu apa kabar?”

“aku baik.”

“suamimu?”

Aira tercekat sedikit, melirik ke arah kanan dengan tetap berusaha mempertahankan raut wajah yang sama seperti sebelumnya. “dia juga baik.”

mendengar hal itu, Kirino hanya balas tersenyum dan mengangguk.

“kamu banyak berubah sekarang,” komentar Aira.

“oh, ya?” tanya Kirino. “emang apa aja?”

“kumisan sekarang.”

kirino tergelak pelan sembari mengusap bulu-bulu halus di sekitar rahangnya. “aku panjangin karena sekarang gak ada yang ngelarang aku ngelakuin itu.”

Aira langsung terdiam. dulu, dia yang paling gencar mengingatkan Kirino untuk tidak lupa mencukur kumisnya karena bulu halus itu sering menusuknya saat mereka tengah berciuman.

“kamu juga banyak senyum sekarang,” ujar Aira, memotong topik percakapan sebelumnya.

seperti ujaran aira, kirino lagi-lagi menarik dua sudut bibirnya ke atas kemudian berkata,

“aku seneng akhirnya kamu notice itu, Ra. karena 'Ai'gak pernah sadar, sebanyak apapun senyum yang aku kasih buat dia,” ujar pria itu yang kemudian memilih segera pergi dari hadapan Aira.

Kirino terus melangkah. tak memiliki niat berhenti barang satu detik untuk sekedar menoleh dan melihat bagaimana raut wajah Aira setelah mendengar kalimatnya tadi.

anggap saja, Kirino sudah tidak peduli. wanita itu kini sudah milik pria lain. sudah saatnya Kirino melepaskan sesuatu yang tak pernah bisa atau mungkin tak pernah ingin jadi miliknya.

aku bersyukur, Ai, karena bukan kamu yang harus menghadapi kenyataan, kalau orang yang kamu cinta, kehilangan cintanya buat kamu.

happy wedding, Aira. semoga suamimu nggak pernah satu kalipun terbangun tanpa perasaan cinta buat kamu di matanya.

published with write.as

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

harta tahta eska. (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang