You're Mine

282 41 4
                                    



🔞⚠️ eksplisit kissing scene







“mbak ... mbak!” panggil seorang laki-laki sembari menepuk bahuku beberapa kali.

aku sontak menoleh dan mendadak dibuat bingung saat mendapati wajah orang yang memanggilku terlihat panik. entah mengapa, aku jadi ikut merasa khawatir ada sesuatu yang terjadi melihat laki-laki itu nampak begitu terburu-buru mendatangiku. tanpa basa-basi, langsung saja aku bertanya pada orang itu dan memilih untuk tidak menduga-duga lebih dulu.

“kenapa, mas?”

“itu ... anu ... mbaknya tadi yang duduk di meja luar itu, to? yang dateng sama mas-mas jaket jeans? pake topi?”

kepalaku mengangguk, mengiyakan pertanyaan itu dengan cepat selaras dengan jantungku yang juga tiba-tiba berpacu cepat mendengar sosok calvin disebut oleh laki-laki asing di hadapanku. berbagai skenario buruk tanpa bisa dicegah masuk ke dalam kepalaku seperti air yang dituang ke dalam ember. tumpah ruah hingga aku tidak bisa membatasi perasaan cemas dan takut yang ikut menyerukan masuk mengganggu ketenanganku.

“itu mbak ... masnya berantem sama temen saya.”

aku terkejut. benar-benar terkejut. tanpa sempat mengingat apakah kembalian dari uang yang tadi kubayarkan pada kasir sudah dikembalikan atau belum, aku langsung berlari keluar dari warung makan itu, menuju ke meja yang tadi aku dan calvin gunakan untuk makan, diikuti laki-laki tadi yang berlari di belakangku.

dan betul saja, sampai di sana, aku mendapati calvin sedang baku hantam dengan seorang laki-laki yang mana itu adalah teman dari laki-laki yang sebelumnya menemuiku. beberapa orang berusaha menghentikan aksi calvin karena orang yang diberinya bogem mentah sudah terjatuh di tanah. sedang aku, hanya bisa terdiam selama beberapa detik melihat kejadian itu. aku syok. betul-betul syok dan sempat kehilangan fokusku sebentar sebelum laki-laki yang pertama menemuiku tadi tiba-tiba meminta tolong agar aku segera menghentikan calvin atau temannya bisa berakhir di rumah sakit.

sontak, aku berlari mendekati calvin dan berteriak memanggil namanya berusaha membuatnya berhenti.

“CALVIN UDAH!” teriakku seraya menarik tangannya.

calvin akhirnya berhenti dan aku segera menarik lengannya mundur untuk melepaskan seorang laki-laki yang wajahnya kini sudah babak belur karena calvin.

tanpa bicara apapun, aku langsung mengajak pergi calvin ke parkiran. dia lantas kupinta masuk ke dalam mobil untuk menenangkan diri sedang aku harus kembali ke bangunan dua lantai tadi untuk menyelesaikan semuanya, karena aku tidak ingin membuat masalah dengan orang lain, meski dalam kepalaku hanya dipenuhi satu tanya,

mengapa calvin melakukan itu?

setelah membereskan segala kekacauan yang dihasilkan dari emosi calvin, aku pergi ke minimarket yang kebetulan ada di dekat sana untuk membeli obat merah dan kapas karena tadi sempat kulihat, wajah calvin juga terluka.

ketika sampai di depan mobil, aku tidak langsung masuk melainkan berusaha mengatur nafas dulu agar perasaanku yang sempat campur aduk tak tertata kembali bisa dikendalikan. baru, setelah merasa sedikit lebih baik, tanganku yang tidak menenteng plastik belanjaan terulur membuka pintu kursi belakang, karena tadi, calvin memang kuminta untuk duduk di belakang.

“cal,” panggilku setelah berhasil masuk dan menutup pintu mobil yang masih terparkir di parkiran warung makan tadi.

calvin hanya menjawab panggilanku dengan deheman pendek. jaket denimnya sudah jatuh mengenaskan di jok mobil depan sehingga laki-laki itu kini hanya memakai salah satu kaos hitam favoritnya, yang memiliki logo zodiak leo di dada kiri.

“minum dulu,” titahku seraya berikan sebotol air mineral yang kemudian diterima dan diminum calvin cepat sampai-sampai ada air yang terlewat dan menetes dari sudut bibirnya.

aku mengangkat ibu jariku dan menggunakannya untuk menghapus setetes air itu. “are you okay now?”

better, nay. thanks,” sahut calvin masih tanpa menatapku.

“tadi kenapa sampe berantem?” aku bertanya lagi sembari meneteskan obat merah pada kapas dan menggunakannya untuk mengobati luka kecil di sudut bibir calvin yang sepertinya sobek sedikit.

“gue tau lo susah nahan emosi. tapi mukulin orang? itu berlebihan, cal,” sambungku karena calvin gak kunjung menjawab.

“nggak ada yang berlebihan kalo itu menyangkut tentang lo, nay.”

alisku terangkat satu. “jadi lo tadi berantem demi gue?”

calvin mengangguk sekilas.

“how sweet,” gurauku yang direspon calvin dengan dengusan pendek.

“emangnya gue diapain sama cowok itu?”

calvin tiba-tiba menoleh dan menatapku tajam membuatku refleks memandangnya bingung. “kenapa?”

“dia datengin gue cuma buat bilang sesuatu yang nggak pantas tentang lo. dan gue nggak mungkin bisa diem aja tau cewek gue digituin.”

“gue bahkan tau sejak kita dateng ke sana dia udah melotot ngeliatin lo. terus gimana bisa gue tahan emosi gue buat nggak mukul dia?”

aku tersenyum mendengar kata-kata calvin. tangan kananku yang sudah selesai mengobati luka di sudut bibirnya beralih mengusap bahu laki-laki itu berulang-ulang, berusaha membuatnya tenang karena emosi nampak seperti hendak menguasainya kembali.

i know. dia udah cerita dan udah minta maaf sama gue, cal.”

“dan lo maafin gitu aja?”

aku mengangguk pasti.

“kenapa langsung dimaafin? lo bahkan berhak mukul wajahnya satu kali.”

“kan udah diwakilin cowok gue.”

calvin sontak terkekeh mendengarku menyebutkan kata 'cowok gue' yang mana itu jarang sekali kulakukan. akupun ikut tersenyum bodoh karena merasa geli dengan ucapan sendiri. setelah kekehnya habis, suasana menjadi hening. yang kami lakukan hanyalah saling memandang mata satu sama lain tanpa berbicara sepatah katapun sampai calvin tiba-tiba memanggil namaku dengan suara rendahnya,

“naya,”

dan aku bahkan tak mampu untuk sekedar menyahut atau menyudahi tatapan kami yang menyatu. hingga kemudian, wajah calvin perlahan mendekat mengikis jarak yang semula tercipta menjadi pembatas di antara kami berdua.

segalanya terjadi cukup cepat sampai aku akhirnya bisa merasakan lembut bibir calvin menyapa kedua belah bibirku yang mulai kehilangan kekuatan untuk terkatup lebih lama saat lidah panjang nan runcingnya mengetuk bibirku meminta ijin untuk menjelajah lebih dalam.

aku betul-betul terbuai dalam ciuman itu. menyerahkan diri dengan begitu mudah kala belaian lidah calvin akhirnya masuk ke dalam rongga mulutku. benda tak bertulang itu menyapa lidahku yang sedari tadi berusaha bersembunyi. gigi kami saling terantuk namun itu tak jua mematikan gelenyar nafsu yang sudah terpancing sedemikian rupa. sampai, ketika lidah panjangnya berhasil mencapai langit-langit mulutku, sebuah desah tertahan tak bisa kucegah kedatangannya yang kemudian membuat calvin akhirnya menyudahi tautan bibir kami berdua dengan sebuah sesapan ringan sebagai penutup.

wajah kami masih tak berjarak, membuat kami terpaksa harus membagi oksigen yang terasa tipis untuk berdua. kepala calvin bergerak ke samping sehingga bibirnya yang terbuka berada tepat di sebelah telingaku. dia lantas berbisik,

“you're mine, nay. always be mine.”

harta tahta eska. (on going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang