"Aku harus menuntaskan janjiku."
Aku tesenyum pada Ruby yang menatapku diam. "Apapun yang terjadi, kau harus tetap di sisni, jangan keluar," tuturku padanya. "Kakak akan segera kembali."
"Kak," panggilnya saat aku hendak menutup terpal. "R...ruby ikut ya."
"Tidak Ruby," kataku, menatapnya tajam. "Jangan bantah, kakak tidak suka," sergahku.
"T...tapi kak-- Ruby merasa aneh," jelasnya. "Seperti ada sesuatu yang akan hilang," beritahunya lagi.
Aku ingat, sebelumnya Ruby pernah mengatakan itu.
"Tenang Ruby," ujarku menenangkan, walau diriku sendiri bergetar. "Kau ingat perkataan ibu waktu itu, semuanya akan baik-baik saja."
Sesak terasa jelas di benakku. Mengatakan hal itu pada Ruby adalah hal yang sangat bodoh. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, melihat kekacauan ini, aku tidak bisa berfikir positif, jadi hanya itu yang bisa kukatakan agar aku bisa membangun kekuatan dalam diri, menjaga Ruby.
Kain terpal kembali kututup rapat. Aku berjalan menelusuri badan pickup, berjalan menyamping bagai kepiting. Kuraih kaca spion yang tergeletak dekat sebuah motor hancur tak jauh dari tempatku. Kacanya sedikit retak tapi masih bisa di gunakan, setidaknya sebagai awalan mengintip ala detektifan. Kusodorkan kaca spion sedikit menyembul dari badan pickup. Tampak dari pantulan cermin, satu buah Zybort melakukan hal yang sama padaku dan Ruby waktu itu. Atau bisa dibilang scaning, yang sering ku lihat di film.
Semua terlihat normal, namun hal lain. Sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Zybort tersebut mulai mengeluarkan mulut tembakan lain di bagian samping. Kak Obsid kembali teriak bak orang jatuh dari ketinggian. Aku genggam kepalan tanganku kuat, kutatap Zybort itu penuh kesesalan.
Aku meraih satu botol kecap yang terlempar keluar. dengan geram, aku keluar dari tempat persembunyian, melayangkan tembakan botol kecap tepat ke wajah Zybort.
"Tidak ada yang boleh membunuh Obsid selain diriku!"
Zybort itu seketika berbalik pandang ke arahku, dengan tumpahan kecap yang melumuri wajahnya. bersamaan dengan aku menyerukan lari pada kak Obsid. Zybort mulai meluncurkan tembakan, akan tetapi setiap tembakannya tidak pernah tepat sasaran. Mungkin karna terhalau oleh lumuran kecap menutup mata kecilnya.
Kak Obsid lantas menoleh padaku dengan tatapan yang membuatku bertanya, kenapa aku melakukan ini semua? Namun apa yang bisa kulakukan, semuanya sudah terlanjur. Ia bangkit dan berlari menjauh sembari meringkukkan kedua tangannya di atas kepala sambil membungkuk, sampai ia tertunduk di salah satu mobil parawisata yang melintang di tengah jalan. Begitu pula denganku yang langsung berlalih menghindar dan berlari ke satu mobil sedan. Berlindung di sana dengan suara detak jantung memenuhi pendengaran.
Aku melirik pickup yang di tinggali Ruby, menghela nafas lega karna sepertinya tidak apa.
Tembakan cahaya melintas ramai di atas kepala. Zybort tersebut ternyata terbang kian tinggi tanpa berhenti menembak asalan. Ledakan memenuhi sekitar. Sulutan api menyala membakar beberapa kendaraan yang di hantam.
Punggungku terus merapat ke badan mobil sedan, suara ledakan kian ramai dengan beberapa kali mengenai belakang sedan yang kupakai berlindung. Sementara mata kak Obsid sesekali melirikku. Suara desisian terdengar sangat jalas dan kian mendekat, seketika suara dentuman memekakan telingaku, bersamaan dengan serpihan kaca mobil menghujani dari atasku. Refleks ku pejamkan mata meringkuk melindungi kepala, kurasakan perih menusuk punggung tanganku.
Tubuhku bergetar dengan nafas tercekat.
Setelah beberapa saat, aku membuka mata dan memperlihatkan serpihan kaca menyelimuti tempat ku berada. Aku mencoba memberanikan diri berbalik dan mengangkat tubuhku sedikit untuk bisa mengintip dari kaca yang telah pecah. Belum sampai mataku fokus melihat dari apa yang ada di sana, lesatan cahaya melesat begitu saja. Lantas aku kembali merunduk, kurasakan angin panas melintas di atas kepalaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opponent : The Transform Sferastrom
Ciencia FicciónSeorang gadis desa tertutup dari dunia luar, yang selalu di katai bodoh oleh adiknya, buta arah dan hanya mengikuti takdir tanpa bisa membantah. Hirarin sakira, melarikan diri dari rumahnya pada tengah malam untuk mencari ketenangan. Ia tidak tahu...