8_ Lost

59 22 0
                                    

Jeritannya Obsid.

"Kak."

"Sssst, diam Ruby," aku menarik Ruby ke belakang meja kaca, meyuruhnya untuk tetap diam.

"Hiraaa!" teriak Obsid di luar. "Tolong!"

Benar-benar sangat menjengkelkan, Jika aku menolongnya 'lagi' betapa bodohnya aku ini, tapi jika aku membiarkannya mati. Maka aku akan mengingkari janjiku pada diriku sendiri, bahwa akulah yang akan mempelantingkan nyawanya. Sungguh menyebalkan berada di sistuasi seperti ini.

Bagaimana sekarang, dia sangat berisik, tapi setelah di perhatikan, tidak ada tanda-tanda akan adanya tembakan.

Aku memberanikan diriku melangkah ke penyokan tirai besi, mengintip dari celahnya. Bersamaan denganku tetap meyakinkan Ruby, agar ia tetap di sana. Aku tidak ingin ia mendekat dan membahayakan dirinya seperti peristiwa pohon tumbang. Mengingat hal itu, aku masih kebingungan dengan apa dan kenapa aku bisa berada di belakangnya. Sudahlah, ini bukan saatnya memikirkan hal itu.

Mendekatkan diri ke celah, dengan deruan nafas memburu, bersiap dengan apa yang akan kulihat. Namun sesuatu yang kukira akan sangat mematikan, tentang Obsid yang akan segera menemuai ajal. Tapi yang kulihat sekarang adalah sesuatu yang jauh dari perkiraan. Apa ini? yang di lakukannya adalah kekonyolan nan menyesakkan. Hampir membuat isi perutku tersembur keluar.

Obsid di serang oleh amukan seorang bocah laki-laki yang terlihat sedikit lebih tinggi dari Ruby, dengan kepalanya yang di tahan kuat oleh lelapak tangan lebarnya Obsid, sembari tangan pendek bocah itu terus meronta ingin sekali meraup perut sang Obsid sialan. Sungguh kewajaran diriku melihat raut wajahnya yang sulit di artikan, bercampur aduk menjadi benyek bubur kusut di rebus air selokan. Sungguh mengesankan.

Aku tebak bocah itu mengalami gejala pertama yang di mana orang yang mengalaminya akan berubah sangat agresif, menyerang siap saja yang di lihatnya tanpa menghiraukan, apakah orang yang mereka serang adalah anggota keluarga maupun orang asing. Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah menghabisi siapapun yang tertangkap oleh pengheliatan mereka.

"Ruby," panggilku. "Ada pertunjukan bagus di sini," ujarku sedikit girang.

Jangan di jadikan panutan.

Ruby memenuhi panggilan dan ikut mengintip. "Wah," ucapnya, respon pertama kali, terpancar dari raut wajahnya, jujur ini memang sedikit tidak di bolehkan. Mengajak anak kecil melihat kesengsaraan orang lain, apalagi orang itu adalah kakaknya sendiri. Namun mungkin untuk yang kali ini bisa di perkecualikan.

Haissh, kakak macam apa... aku ini.

Obsid nampak kualahan, bocah itu terus meronta. Jujur aku malah kasihan dengan anak kecil itu.

"Hei! Apa yang kau lakukan!" teriak obsid dari kejauhan, melihat aku dan Ruby menontonnya dengan membekap mulut masing-masing yang kembung menahan tawa. "Singkirkan anak ini dariku!" pintanya kemudian.

"Kenapa aku harus membantumu?" balasku. "Apa untungnya buatku?"

Tatapan Obsid terus mendelik ke arahku dan bocah yang setia melawan dengan segenap kekuatannya. "Hiraa! Cepa.. aaauh."

Astaga, Obsid kalah. Yah payah! Anak kecil itu ternyata sangat cerdik, walau ia melakukannya dengan tidak sadar namun otaknya masih jalan.

Anak itu beralih memegang tangan Obsid yang menahan dirinya dan menggigitnya sampai Obsid menjerit ngilu, memberhentikan ucapannya. Obsid mencoba melawan dengan mendorong keras tubuh bocah itu sampai tersungkur kejalan. Dalam kesempatan itu, ia meniup ganas pada telapak tangan yang sempat kena gigitan. Namun hal yang tak terduga kembali menimpa Obsid. Ia tidak menyadari akan bocah itu yang bangkit dengan cepat. Sementara ia sibuk dengan mengibaskan tangannya kuat. Anak itu menerjang Obsid dengan tubuh lusuhnya yang kuat nan ganas.

Opponent : The Transform SferastromTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang