Seorang gadis desa tertutup dari dunia luar, yang selalu di katai bodoh oleh adiknya, buta arah dan hanya mengikuti takdir tanpa bisa membantah. Hirarin sakira, melarikan diri dari rumahnya pada tengah malam untuk mencari ketenangan.
Ia tidak tahu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Apa yang terjadi pada bumi?
"Sekarang apa?" tanyaku entah pada siapa.
Jalanan menuju kota, terblokir oleh kawah memanjang. Suara gemuruh kian menghilang meninggalkan kebingungan.
"Bagaimana caranya bisa pergi kesebrang?" kataku lagi memecah keheningan, Orian yang masih memapahku tetap dalam kondisi diam sembari memperhatikan apa yang ada di hadapan.
"Itu mudah," jawabnya sembari menatapku dengan tatapan enteng.
"Mudah katamu?!" bentakku tak percaya dengan perkataannya. "Kau tidak lihat? Itu jaaauh! kau pikir manusia bisa menumbuhkan sayap begitu saja," wah, imaji ku mulai memberontak.
"Apa susahnya, tinggal lompat, sampai sudah," jawabnya remeh. Bagus sekali, aku sudah bersiap dengan kepalan tanganku untuk meninju wajahnya yang cemong gosong oleh tanah dan asap ledakan. Cantik sekali jika di tambahkan lagi warna memar agar semakin mengenaskan.
"Yah lompat, sampai sudah," ujarku mengulang dan mengangguk pasrah. "Ke neraka!"
Orian yang mendengarku, langsung menyembur dengan kekehannya. "Hei! Tidak begitu juga."
"Terus gimana?!" tuntutku, pemuda itu nampak mengalihkan perhatiannya pada bola mesin mengambang. 'Oh tidak, jangan lagi' pikirku dalam hati, akan rencana bodohnya lagi.
"Kita sekarang punya teman baru!"
"Apa maksudmu? Jangan berfikir hal aneh lagi, rencanamu dengan menangkap Zybort saja sudah hampir membunuhku."
"Kau tahu, tubuh Zybort ini sangat kuat, dan mampu menahan beban," jelasnya yang aku tidak mengerti. "Kita bisa berpegangan pada tubuhnya, dan membawa kita ke sebrang," jelasnya lagi, aku sudah hampir menambah lebam di wajahnnya. "Mudah kan."
Aku yang tidak bisa merkata apa-apa, hanya bisa ternganga dan melotot tajam, sampai kepasrahan. Yah, mau bagaimana lagi, itu patut di coba, walaupun resiko mengunjungi akhirat menjadi lebih cepat.
"Bagaimana?" tanya ia.
Aku kembali menatapnya tak sanggup mengeluarkan suara, hanya saja aku harus tetap menjawabnya. "Detik ini, menit ini, jam ini, hari ini, tanggal ini, tahun ini, dan ruang ini, akan menjadi saksi," ucapku merenung. "Bahwa kau adalah orang tergila di dunia ini."
"Ayolah," bujuknya. "Kau hanya tinggal berpegang kuat, dan yang terpenting, jangan lihat ke bawah," ujarnya serius. "Jika tidak, maka ketakutanmu akan melepas jiwanya dari ragamu," lanjutnya.
"Haha, kau mengira itu lucu ya," responku hampir gila, mungkin?
Aku hanya bisa menggeleng. Ada apa dengan ke dua makhluk hidup ini sampai bisa berubah jadi sebodoh ini.
Yah, keadaan dunia, memang sudah merenggut kejernihan otak manusia. Mudah sekali ia mengatakannya.
"Seandainya memilih jalan memutar itu akan terlaluu..." lanjutnya sembari menyipitkan mata mencari ujung retakan yang tak terlihat kemudian menaruh telapak tanganya di atas alis seperti orang hormat. "Jaaaauh!"