Senyuman di langit Awangga (bagian 2)

53 6 7
                                    

Gemericik air berdenging di telingamu bersama keriut dahan yang merindang di kala kamu duduk bersila dibawahnya. Rintih cuit burung saling bersahutan membawa segala keindahan udiyani yang membias pada suatu pagi.

Sungai Gangga kala itu mengalir tenang, menghanyutkan segala keraguan serta membuka lebar tabir menuju titik terang.

Mahabhusana Rajakaputrian Wilwatiktapura.. dari kejauhan kamu melihatnya, seorang wanita mengenakannya berjalan mendekatimu dengan penuh wibawa. Wanita itu bermata sendu.. Menatapmu penuh rindu.

Kamu tahu siapa dia.. Ibu dari musuhmu yang lima.

Dia memelukmu erat, sangat erat.

Hikkks.. Hikkkss..

Oh Dewa.. Mengapa wanita itu menangis dipelukan suamiku ?

"Karna, akulah ibumu.. kaulah anakku."

"Ibu? Maaf Gusti Ratu, ibunda dari musuhku.. namun ibu saya adalah ibu Radha." Kamu membuka pelukan itu, matamu menatap tegar jauh mengusik kalbu.

"Akulah ibumu, nak.. Akulah seorang yang pernah mengandungmu.. Akulah wanita yang melahirkanmu."

"Anak? Ibu? Yang aku tahu bahwa ibuku adalah ibu Rada, ibu yang memberikan saripati kehidupan, seorang yang mengajarkan aku bahwa aku harus tumbuh menjadi seorang pria yang berguna.. Dia yang mengajarkan aku moral, dia yang mengajarkan ketulusan dan dia juga yang mengajarkan aku harapan.. memang benar bahwa ibu Radha pernah bercerita tentang menemukan aku di tepian sungai gangga.. namun bagaimana mungkin aku putra dari seorang ratu nan agung penguasa Indraprasta.."

"..bagaimana mungkin aku percaya ketika ternyata ada seorang ibu dari musuhku yang mengaku sebagai ibuku di saat-saat terakhir perang itu akan terpecah?"

Dirimu menatapnya penuh tanya, adakah jawaban yang patut diperjuangkan ?

"Karna anakku.. Ketahuilah, kundala dan kawaca ini adalah anugerah dari ayahmu.. Di kala dulu, dikala ibu masih gadis pernah mencoba akan ajian yang mampu mendatangkan bathara. Waktu itu ibu merapalnya sembari menikmati elusan lembut sang mentari pagi.. Ibu mengkhayalkan tentang sebagaimana gagahnya sang penguasa Matahari yang sinarnya begitu hangat menaungi bumi..

..tanpa pernah ibu sangka, bahwa mantra itu membuktikan taksunya. Sang Surya Raditya telah hadir tepat di depanku dalam satu kedipan mata. Kamu tahu bahwa dewa pasti akan memberikan anugerah sebelum dia kembali ke kahyangan.. Maka hadirlah dirimu nak, yang ibu lahirkan melalui telinga.. Kamu tahu putraku, namamu Karna berasal dari peristiwa itu. Dia, ayahmu memberkatimu dengan kawaca dan kundala yang menyatu dengan tubuhmu.."

Nafasnya terhirup dalam.. Rona muka memang suka berdusta namun kamu mampu kangmas melihat matanya.. mata yang selalu jujur, mengisyaratkan kedalaman hati.

"..maafkan ibu, maafkan ibu.. Ibu lah yang menghanyutkanmu.. Karena ibu waktu itu sama sekali belum siap menjadi seorang ibu." Ada bulir yang mengalir jatuh.

Kamu memalingkan muka kangmas kepada sang Gangga yang mengalirkan ketenangan. Aku tahu dalam semburatmu, kamu mencari ketidakbenaran. Namun kamu gagal karena aku dan kamu merasa kangmas bahwa cerita itu adalah ketulusan tentang sebuah kejujuran.

Aku merasakan betapa sakitnya hatimu sayang.. Ketika ternyata bahkan kehadiranmu sama sekali tak diharapkan oleh seorang wanita yang seharusnya paling menyayangimu.

 Aksara abu-abuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang