25. Tanggung Jawab

2.4K 257 36
                                    

Bagaiamana pun, status Tiffany masihlah istri Rio, tentu ia tak terima jika ada yang melukai wanita yang dicintai nya, dan emosi Rio ini adalah wujud dari rasa takutnya kehilangan Tiffany.

Rio masih menodongkan pistolnya dikening Nickhun, tinggal tarik pelatuk nya, dan semua akan berakhir ditangan dingin menantu tuan Hwang itu, nafas nya naik turun, emosi nya telah sampai di ubun-ubun.

Bruk

Nyonya Hwang memeluk erat tubuh Rio dari belakang.

"Jangan anak ku, jangan kotori tangan mu, kamu anak eomma kan, tolong dengar kan, eomma mohon, eomma tak ingin hidup mu berakhir sia-sia nanti nya, Tiffany membutuhkan mu sekarang" bujuk Hwang eomma, sambil terisak.

Tuan Hwang ikut mendekat, pelan-pelan ia mengambil alih pistol dari tangan kanan Rio, yang tak melawan, dan begitu ia melepaskan genggaman nya pada gagang pistol, Jenno dan Mark pun langsung menahan tubuh Rio yang lunglai, dan memapah nya keluar, di ikuti oleh Hwang eomma dibelakang nya.

Tuan Hwang menatap dingin ke arah Nickhun yang menghela nafas lega, karena nyawanya terselamatkan.





Bugh







"Aaahh" erang Nickhun yang langsung merintih kesakitan sambil memegang hidung nya yang mengeluarkan darah segar, karena mendapat pukulan dari tuan Hwang dengan besi gagang pistol, puas mematahkan hidung pria yang mencelakai putri nya, pria paruh baya itu keluar dari ruangan begitu saja, dan menyerahkan pistolnya kembali pada Mark.

Rio termenung, menunggu operasi sang istri yang tak kunjung selesai, karena luka nya yang begitu parah, tuan dan nyonya Hwang duduk disamping Rio, untuk menenangkan menantu nya itu, lima jam lama nya operasi berlangsung, tepat jam delapan pagi, lampu ruang operasi mati, lima menit kemudian dokter keluar, keluarga Tiffany pun langsung menghampiri sang dokter.

"Bagaimana dok?" Tanya Rio tak sabar.

"Anda. . .?" Tanya sang dokter memastikan, karena sebagai tenaga medis ia tak bisa membagi informasi tentang pasien secara sembarangan.

"Dia suami dari putri ku" jawab tuan Hwang

"Baiklah, jadi begini, operasi berjalan lancar, keadaan nona Tiffany juga stabil, saat ini beliau sedang tertidur, efek dari obat anestesi yang kami berikan, nanti malam atau besok pagi mungkin dia baru bangun" terang sang dokter.


"Huft" Rio menghela nafas lega, mengusap kening nya yang berkeringat karena tegang.

"Terima kasih dok" ucap tuan Hwang pada sang dokter, mendengar Tiffany baik-baik saja, para sahabat pun akhir nya pamit pulang.

Tiffany di pindahkan ke ruang perawatan VVIP, diikuti keluarga nya.

"Appa dan eomma pulang saja, noona biar Rio yang menjaganya, bagaimana pun dia masih tanggung jawabku appa, eomma" pinta Rio


"Tapi Rio. . ." Tolak tuan Hwang


"Appa dan eomma butuh istirahat, ini sudah pagi" ujar Rio lagi.


"Mark, Jenno, tolong bawa appa dan eomma pulang ne" paksa Rio, ia mengkhawatirkan kesehatan orang tua nya itu.

"Baiklah, nanti biar Jenno bawakan makanan untuk mu" akhirnya appa dan eomma Hwang pun pulang, Rio berjalan menuju ke kamar yang di tempati sang istri, dan berdiri di sisi ranjang Tiffany, wanita itu masih memejamkan kedua matanya, tangan kanan nya terulur untuk mengusap pipi sang istri yang di beberapa bagian wajah nya tergores luka kecil.

Rio hanya diam, menatap lega karena Tiffany tak sampai koma, ia menderita luka patah kaki kiri, tiga tulang rusuk nya juga batah, dan patah di jari telunjuk kiri, selebih nya, adalah luka lecet di kaki dan tangan yang lumayan lebar.

Rio duduk di sofa, dan tak melepas tatapan nya dari Tiffany, ia tentu masih khawatir memikirkan rasa sakit yang akan Tiffany rasakan nanti begitu efek obat bius nya hilang.


Sejam kemudian Jenno dan Mark datang, membawakan makan siang dan baju ganti untuk Rio.



"Aku kembali ke kantor ne, jangan lupa istirahat, dari semalam kamu belum tidur Rio-yaa" pesan Jenno, Rio mengangguk sambil mengusap tengkuk nya karena ia lelah.

"Oh Jenno-yaa, tolong bawa pulang sepeda ku ke rumah ne" pinta Rio pada Jenno yang dibalas acungan ibu jari.

Dan bagaimana Rio bisa tidur, jika ia terus mencemaskan istri nya, tapi apalah daya, selesai makan malam dan mandi, tubuh Rio terkulai diatas tempat tidur khusus untuk keluarga pasien yang berjaga, karena seharian tidak tidur, ia pun kelelahan.


Tepat tengah malam, Taffany terbangun, ia merintih, tapi lama-lama rintihan nya berubah menjadi suara isakan, Rio pun terjaga, ia membuka kedua matanya, tapi saat tersadar ia pun langsung terduduk, dan berdiri menghampiri sang istri yang sedang menangis, dengan wajah cemas ia pun bertanya.


"Mana yang sakit?" Tanya Rio perhatian, Tiffany tak menjawab, sang suami kemudian mengambil gelas berisi air putih dan memberi nya sedotan.



"Minum dulu" ujar nya membantu Tiffany meneguk air putih lewat sedotan, setelah menelan beberapa tegukan ia pun mulai bisa berbicara.


"Semua nya terasa sakit" adu nya sambil menangis.


"Baiklah, aku panggilkan dokter dulu ne" Rio tetap berusaha tenang meski hati nya tak karuan melihat Tiffany kesakitan begini, Rio memencet tombol darurat diatas ranjang sang istri dan tak sampai satu menit dokter pun datang.


"Dokter, istri saya mengeluh kesakitan di seluruh tubuhnya" ujar Rio memberitahu sang dokter, ini yang Rio khawatirkan dari tadi.

"Iya, itu wajar mengingat obat bius nya sudah habis, kami akan memberi obat pereda rasa nyeri, tapi sebaiknya nona harus makan dulu" beritahu sang dokter yang kemudian keluar untuk mengambil obat.



#TBC

Love Is PainfullTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang