.11

78 44 20
                                    

"Hey Elo! Wassup..." sapa Eleora menghampiri. Ia berjalan mendamping Elo, yang sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.

Elo hanya ingin sendiri. Itu saja. Sendiri. Ia harus berpikir ulang tentang rencananya, karena Reven sudah tau keputusannya. 

Berdoa saja Einer tidak mengirim seorang prajurit lagi untuk membunuhnya. 

Elo menatap Eleora bingung. Apa yang ia lakukan disini??

"Jadi lu mau kemana nih?" tanya Eleora bersahabat.

Elo menggaruk mulutnya, ia terganggu. Aksen 'sok dekat' nya kental. 

Eleora tidak sadar, dirinya mengganggu setiap murid di sekolahnya, mencari teman. Ia sudah berkali-kali dibilang ia menggusarkan banyak murid, tetapi ia seakan tak pernah mendengar nasihat itu sekalipun.

Beberapa murid merasa kasihan, tetapi tidak untuknya. Apalagi tidak untuk saat ini.

"Oi! Elo! Lu denger gak? WOI!!"

Elo terkejut, menoleh. Eleora terkekeh, "Nah gitu baru nengok."

"Astaga lu bukannya masih ada kardus buat digunting??" 

"Lah? Lu bukannya juga masih ada kardus buat digunting? Ngapain lu disini?"

Elo geram. Ia tak percaya ia tak bisa membuat Eleora pergi semudah itu.

"Good choice. You're leaving anak-anak itu."

" 'anak-anak itu'?" tanya Elo datar.

"Reven, Mandan, Nil, sama mereka yang lain... bagus lah. Gw dah tau mereka mulai ga suka sama gw, jadi gw pergi. Gw ga temenan sama mereka lagi. Kalo lu karena apa?"

"Hmm?"

"Karena apa? Lu ninggalin mereka karena apa?"

"Gw- gw ga ninggalin mereka." Elo tak paham.

"Gw liat kejadian lu tadi pagi di ruang makan. Lu juga milih gabung ke kelompok gw, bukan ke kelompok mereka-"

"Dengerin. Gw ga ninggalin mereka. Gw ga temenan sama lu. Titik." 

Eleora termangu. Pernyataan itu membakarnya habis.

Elo membuang muka, melangkah pergi meninggalkannya. Ia yakin ia sudah memberikan pernyataan yang jelas.

Eleora, semakin jauh. Ia masih memandang Elo, tak terseret singgungan tadi. 

Langit berabu. Serasi dengan pikiran Elo.

Elo sendiri, berjalan di tengah taman. Semua masih terlihat indah walau mendung.

Ia mencoba menelepon Steven lagi dengan handphonenya. Handphone berdering, tetapi tiada yang mengangkat.

Benar-benar percuma. Semua usaha yang ia lakukan hari ini benar-benar percuma. Ia sudah mengelilingi villa bahkan masuk ke dalam kerumunan murid, tetapi ia tetap belum menemukan Steven.

Ajaib. Ia tidak ada dimana-mana. 

Masa ia berada diluar villa? Apa bisa? Tapi mengapa pula ia ingin keluar villa kalau ia memang ingin kabur? Semua barang miliknya masih ada di dalam kamar. Bahkan uang miliknya.

"Elo... Elo... dimana kamu... Elo nakal nih ya..."

Elo menengok kanan kiri panik. Seruan cempreng dari kejauhan, seruan Miss Sonta. Seorang guru.

Sial. Ia harus bersembunyi. Seruannya semakin mendekat.

Ia melihat sekitar. Semak-semak. Di tepi bangunan administrasi. Tempat yang tepat. 

Butterfly KnifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang