2

398 166 168
                                    

Tiga hari kemudian.

Ladang rumput di pinggir-pinggir jalan tampak indah dengan kehijauannya. Ladang itu diapit diantara rumah-rumah penduduk yang kumuh, jauh di depan dan belakang ladang.

Jalanan sejalur sepi. Bus sewaan sekolah berjalan lancar.

Murid-murid sekolah bercanda ria di dalam bus, bermain dan bersenang-senang dengan teman-teman mereka masing-masing. Sedetik tak lewat tanpa dua tawa murid mengarung kencang.

Hari yang ceria, paling ceria dibandingkan dengan field trip-field trip yang lain. Ya... sekolah hanya pernah mengadakan field trip sekali setahun sih. Tapi yang ini para murid paling bersemangat. Karena tujuannya villa bintang lima.

Seorang remaja laki-laki biasa berambut gondrong, melangkah pelan di lorong bus. Ia menyerukan tawaran barang jualannya seperti bapak-bapak berdagang. Murid-murid dalam bus sekolah tak ada yang menghiraukannya, sibuk dengan keseruannya masing-masing.

"Elo! Duduk ya nak, jangan berdiri berdiri waktu bus lagi berjalan nak..." panggil seorang guru, Bu Gea, melirik sipit ke remaja laki-laki itu.

Remaja gondrong itu, Elo, menoleh balik, "Oh ok bu."

Bu Gea kembali duduk mengahadap ke depan, berbincang-bincang dengan guru-guru lain di depan bus. Elo membuang muka, kembali menawarkan dagangannya. Sejak beberapa menit yang lalu ia tetap tidak apa-apa berdiri, ya sudahlah. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Bus tergoncang naik. Murid-murid dan guru-guru berseru kaget, bus kembali seimbang. Elo menyeimbangkan diri, bersandar ke sebuah kursi. Ia hampir terjatuh.

Semua orang dalam bus terkejut, kembali mulai tertawa. Kejutan yang menyenangkan. Kecuali untuk Elo. Elo masih terbelalak, berusaha berdiri seimbang kembali.

Elo menghembus napas panjang, kembali berdagang. "Ada yang mau butterfly knife? Halo? Butterfly knife dari stik es krim buatan gw sendiri nih... halo..."

Elo melihat tiga murid laki-laki, duduk diam bosan, hanya melirik pemandangan diluar mobil. Seorang sibuk melihat handphonenya, bosan pula.

Kesempatan. Butterfly knifenya bisa jadi jawaban mereka.

"Wedeh broo apa kabar kalian?" sapa Elo menghampiri. Mereka bertiga menatap Elo, tak berkata. Seakan mereka malah melamun.

Elo menatap mereka bertiga canggung. Kok tidak ada yang jawab, pikir Elo.

"Halo?"

Seorang anak yang tadinya terus menatap handphonenya, menatap kedua anak yang lain. Ia menyenggol mereka, "Oi! Kok pada melamun jir... ga bilang apa-apa ada Elo. Gw ae ga sadar..."

"Liatin apa itu Mandan... liatin apa itu..." Elo mendekat.

"Idih jijie! Ini gw cuma ngecek whatsapp grup keluarga..."

"Dicek dong. Whatsapp grup keluarga gw ae gw biarin, gak gw baca!"

"Nawarin jualan lu yah Elo?" tanya Reven tanpa basa basi, duduk disebelah Mandan dekat kaca bus.

"Yeuuuhh... ya iyalah! Ada yang mau gak nih? Pada gabut kan?"

Mandan dan Reven saling menatap. "Tuh Mandan, kan tu anak bawa duit..." celetuk Reven tersenyum.

"Miskin yaaa ga bawa duit... wlekkk..." Mandan tersenyum lebar. Reven balas tersenyum, tetapi tak selebar dirinya. Ia kembali merenung, seperti ada sesuatu di pikirannya yang mengganggunya.

"Ada yang mau gak nih?? Gw lagi bikin butterfly knifenya banyak lhoo..." Elo menunjukkan butterfly knife stik es krimnya, berjumlah-jumlah banyaknya.

Butterfly KnifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang