.33

52 22 18
                                    

Tiga menit dalam pertarungan. Elo dengan Steven, Jon, dan Justin bertarung di tempat yang berbeda-beda. Para prajurit tumbang dengan mudah.

"Eh... Temen-temen kita yang lain kok ga bangun lagi abis jatuh..." seru Elo tak sabar, melempar butterfly knifenya ke seorang. "Regina, Deedee, Mandan, Nil, sama Francind? Oh ya juga Eleora??"

"Gw ga sempet liat mereka.... waduh." balas Steven memukul dua orang sampai terpental jauh.

"Batalin Nicholas untuk cari Einer. Cari mereka yang belum bangun."

"Jangan! Ini kesempatan kita! Tidak ada yang bisa mengalahkan Einer selain kita!"

"Dan Einer ga tau dimana berkeliaran disana dan dia bisa nyerang salah satu dari mereka??"

"Sabar. Kasih Nicholas waktu buat nemuin Einer-"

"Kita gaada waktu lagi!"

"Ya artinya kita harus buat waktunya!"

Elo menarik kembali butterfly knifenya, menusuk seseorang. Steven betul juga, pikirnya. Lagipula prajurit-prajurit ini mudah dikalahkan semudah menginjak semut.

Tetapi tidak semudah melawan Einer. Einer sudah punya kekuatan super mengubah benda sekitarnya menjadi cair.

Ah, tapi entah. Mengapa mereka harus mengalahkan Einer jika mereka bisa pergi sekarang? Teman-temannya antusias sekali mengalahkan para prajurit ini, sementara dirinya hanya ingin ia dengan teman-temannya aman dan sentosa. Tapi mereka ingin sesuatu yang berlawanan dari kedamaian... ya... ok baiklah. Jika mereka berani memegang bangkai tikus agar dapat membuangnya, maka baiklah. Einer akan tumbang hari ini.

Elo memandang sekumpul prajurit bersamaan menyerbunya. Elo pun memutar-mutarkan butterfly knifenya menjatuhkan mereka, satu-persatu...


Eleora membuka matanya. Keributan peperangan.

Ia langsung bangkit berdiri. Ia terbelalak. Semua disekitarnya, perang.

Dua orang prajurit berteriak hendak menyerang ke Eleora. Eleora mengernyit.

Eleora membalikkan badannya, mengeluarkan semburan api dari kedua tangannya. Kedua prajurit hendak menghentikan langkahnya, tetapi dada mereka sudah terbakar.

Eleora terus menyemburkan api dari tangannya. Kedua prajurit itu mengerang kesakitan. Seluruh tubuh mereka sekarang terbakar.

Kedua prajurit itu melutut, perlahan mulai tak sadarkan diri. Akhirnya mereka terbaring. Mati.

Eleora tersenyum sinis. "Huh. Jago juga gw."

Seorang prajurit lagi berteriak melaju ke Eleora. Eleora memunculkan sebuah es raksasa tajam dari tangannya. Ia melempar es raksasa itu, mata puncak es menusuk dada prajurit itu telak. Eleora belum puas, mengangkat tangannya mendekati tubuh prajurit itu, membekukan seluruh tubuh prajurit itu dengan cepat.

Tubuh prajurit itu terpatung beku dilapisi es. Eleora menginjak tubuh prajurit itu, tubuhnya hancur lebur berkeping-keping.

Eleora mulai tertawa terkekeh. Ia sudah kuat sekarang.

"Hey yo! Kalian semua! Liat kekuatan punya gw nih!" seru Eleora ke para murid yang lain.

Tidak ada yang merespon. Mereka semua sibuk menyerang para prajurit.

"Hei! Liat ini! Huh? Cool right..."

Tak ada yang membalas. Tak ada yang menoleh ke dirinya.

Tak ada yang menghiraukan.

"Hei Justin? Jon? Steven! Look! Liat kekuatan gw ini!"

Tidak ada yang berubah. Mereka mendengar panggilannya, tetapi saat ini bukan saat yang baik hanya untuk melihat apa kekuatan super Eleora. Lebih baik Eleora segera membantu sekarang, pikir mereka bertiga.

Butterfly KnifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang