.25

54 25 21
                                    

Ledakan-ledakan terus menggema di kejauhan.

Para guru dan karyawan panik berlarian ke dalam mobil-mobil villa yang terparkir. Maksi, berdiri sendiri di tengah lapangan parkir, memandang villa miliknya yang runtuh itu.

Ia masih ingat, enam tahun yang llau, melihat tanah kosong yang lapang itu bersama Piffen temannya. Mereka akan berimajinasi membayangkan dimana letak dan desain kamar dan gedungnya, meletakkan batu pertama villa yang dapat ia lihat sekarang, di tembok pagar belakang villa itu. Enam tahun telah berjalan, temannya sudah tiada, dan masa villa itu sudah berakhir.

Maksi menatap foto dirinya dan Piffen yang ia pegang itu, mengenang masa-masa indah yang ia punya di tempat itu. Cepat, tetapi terkenang sepanjang masa.

"Lepaskan saja pak. Rencana Tuhan sudah yang terbaik." ujar Bu Gea menunggu, "Untuk bapak. Untuk saya. Untuk teman bapak, dan untuk para murid itu."

Maksi memandang villa itu lagi. Ia sudah harus pergi.

Bu Gea benar. Cerita itu sudah berakhir.

Handphone Maksi berdering.

Maksi membuka handphonenya, menatap nomor yang tak dikenal meneleponnya. Pasti Noa.

Ia merenung, menatapi handphone itu. Ia sudah muak dengan urusan Bugjang dan IndoProtect ini. Sudah saatnya untuk keluar.

Dasar. Maksi menekan tombol menolak.

Selamat tinggal, Bugjang. Ia tidak berutang apapun terhadap mereka.

Maksi menutup mata, berbalik pergi. Ia berjalan menuju salah satu mobil, menaruh foto dan handphone yang ia pegang kembali ke dalam saku.

Bu Gea memandang villa itu. Suatu tempat disana, Elo dan teman-temannya sedang bertarung melawan kejahatan.

Semoga Tuhan menyertaimu, Elo. Semoga Tuhan menyertai kalian semua, doanya.

Kecepatan mobil terus menanjak. Semakin lama semakin cepat secepat mobil berjalan di tol. Nil berani melajukan mobil sekencang mungkin dengan jalan sempit tetapi lurus.

"Yakin lu bisa nyetir??" tanya Elo mulai gugup.

"Gw yang bikin mobilnya kok! Doain aja."

"Ok. Doain aja. Huh." Elo tak teryakinkan. 

Ketiga mobil semakin terkejar. Elo dan Nil semakin dekat.

"Oh shi- nunduk!!"

Dua orang anak buah mengeluarkan tubuhnya lewat jendela dibuka, ia langsung menembaki mobil Elo dan Nil. Kaca depan pecah terbeling-beling, Elo dan Nil menunduk melindungi kepala mereka.

Nil tak berhenti melepas tancapannya. Mobil terus melaju semakin cepat.

DRRRTT!! DRRRTTT!!

Tembakan semakin banyak. Mereka semakin dekat. 

Elo berusaha mengintip sedikit, melempar butterfly knifenya ke seorang. Seorang itu langsung tak sadarkan diri tersangkut di jendela mobil. Elo menarik butterfly knifenya kembali, melemparnya ke seorang lagi. Seorang itu pun terpukul pula tak berdaya.

Kedua orang itu berusaha didorong keluar. Badan mereka sulit dikeluarkan.

Mobil Nil menempel ke mobil Einer paling belakang. Nil tepat di buntut mereka.

"Lu jagain mobilnya. Gw ambil Mandan Regina sama Deedee!" ujar Elo berseru.

"Hah? Ambil gimana?!"

Elo punya ide gila. Dirinya memang suka menjalankan rencana-rencana gila.

Butterfly KnifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang