Bab 17

373 91 32
                                    

Hinata masih tampak sibuk mempelajari beberapa berkas yang Samui buat. Membaca dan memahami isinya dengan seksama. Jika ia menemukan kendala, ia tak segan untuk ke ruangan sang CEO, bertanya di mana letak kesukaran yang ia temui. Ia masih dengan sangat jelas mengingat apa yang Naruto ucap barusan.

"Laporan merah ini adalah jadwal untuk proposal yang sudah berjalan, tidak ada yang bisa dibatalkan. Dan yang biru masih jadwal sementara," Hinata bergumam, ia mengulang kembali kata-kata yang terngiang di dalam kepalanya. Ia menggaruk pelipis dan menarik napas. Lalu ia mencari agenda kecil dan mulai mencatat sesuatu di sana.

"Aku akan memisahkan dua jadwal ini. Terlebih jadwal yang berdekatan dan memang wajib untuk dilakukan," lagi, Hinata bergumam penuh keyakinan.

Jika mengikuti cara Samui, mungkin ia tak kan bisa. Namun, Hinata memiliki cara dan trik sendiri untuk mengatasi masalah jadwal bosnya. Hinata mencantumkan waktu, tanggal, tempat serta topik pembahasan pertemuan di dalam setiap kegiatan yang sudah terjadwal.

Hinata meneguk ludah, sesaat ia sedang mencatat. Ada sesuatu yang tertangkap di netra rembulannya bahwa tepat hari ini, Naruto akan menemui kliennya di luar kantor. Hinata pun melanjutkan tugasnya kembali dengan menulis jadwal Naruto selama seminggu ini di agenda. Tentunya ini memudahkan Hinata untuk mengingat, hal apa saja yang akan bosnya lakukan dalam jangka waktu dekat selama 7 hari ke depan.

Dengan begitu, semua bisa berjalan sebagaimana mestinya. Mana yang sudah dijalankan, maka akan ditandai oleh Hinata dengan stabilo. Hinata mengerjakan tugas dengan versinya sendiri. Mana yang membuat ia merasa lebih mudah dan nyaman, itulah yang akan ia kerjakan. Tak selang berapa lama setelah mencatat jadwal mingguan sang bos. Ia bergegas menuju ruangan bosnya, sekaligus membawa buku agenda ukuran A4 berwarna coklat tua digenggaman.

Di depan pintu ruangan sang CEO, Hinata berdehem pelan dan merapikan tampilan sekedarnya. Ia mengetuk pintu dan langsung dijawab oleh Naruto dari dalam. Setelah mendapat perintah untuk masuk. Hinata membuka knop dan langsung menapaki stiletto-nya ke sana.

"Apakah ada kesulitan lagi ?" tanya Naruto, ia tampak sedikit kesulitan  merapikan dasinya.

Apa yang pria itu lakukan, tertangkap oleh netra seindah rembulan milik Hinata. Hinata sejenak mengurungkan niatnya untuk menyebut jadwal sang bos hari ini. Perhatiannya teralihkan oleh dasi berwarna navy milik Naruto yang miring.

"Maaf, apakah Anda kesulitan, Pak ?"

Naruto terkesiap, tampak ragu untuk menatap mata Hinata."Ya, bisakah kau.."

Ucapan Naruto terpotong saat Hinata berjalan mendekat ke arah Naruto. Wanita itu meletakkan agendanya sejenak di atas meja."Maaf, apakah Anda bisa berdiri ?"

Mendengar titah lembut asisten barunya, Naruto berdiri dengan tangan tanned yang masih berada di dasinya. Hinata menepis pelan tangan si bos dan tersenyum. Kini beralih tangan putih Hinata yang membetulkan letak dasi Naruto. Dari jarak dekat, Naruto bisa merasakan aroma lembut yang menguar dari tubuh dan helaian kelam perempuan ini. Aroma lembutnya mampu menggelitik saraf penciuman, aroma lavender yang sangat menenangkan dirinya.

Pria berambut kuning itu menatap sosok wanita cantik yang kini menjabat sebagai asisten pribadinya secara intens. Ia mengeluarkan senyum tipis di sela aktifitas Hinata yang sedang membenarkan letak dasinya. Wajahnya samar-samar bersemu kemerahan. Ada sesuatu yang bergemuruh dalam dada dan sulit untuk dirangkai oleh kata. Jika boleh jujur, ia tak ingin semua segera berakhir dengan cepat. Rasanya jelas sangat berbeda saat ia bersama Samui dulu.

Setelah dirasa benar, Hinata berujar dengan senyum puas yang terlukis indah di wajah cantiknya."Sudah, Pak."

Naruto sedikit tersentak mendengar perkataan Hinata."Te-rima kasih, Hinata.." ucapan tulus itu meluncur begitu kikuk.

Comfort table (End)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang