아름다운

135 15 4
                                    

Note : huruf miring dipakai untuk menunjukkan istilah atau kata yang berasal dari bahasa asing. Dan dalam cerita ini dikhususkan jika terdapat beberapa dialog bertulis miring, dimaksudkan bahwa percakapan itu sebenarnya diucapkan dalam bahasa asing (bahasa Inggris).

.

.

Ingatan mengenai kata-kata pria tadi masih berputar semerbak dalam kepalanya. Bagaimana cara pria itu memuji-muji dirinya ibarat jikalau boleh dikata bahasa kerennya, pria itu menggombal. Telak. Ayyana ingin jauh-jauh dari perasaan yang satu itu. Ia hanya ingin fokus menyelesaikan buku ketiganya. Bahkan pria itu tidak mengetahui apapun soal dirinya, soal kekurangannya, soal masa lalunya.

Ayyana tidak menyukai bagaimana cara pria itu menunjukkan rasa sukanya.

"Ayo.. jangan lupa tongkat mu." Kiki menggamit lengan pakaian Ayyana. Mereka berjalan beriringan.

"Tadi, ada seseorang. Dia mengembalikan tas kecilku." Ucap Ayyana tiba-tiba.

"Siapa?" Kiki bertanya sedikit cemas. Takut-takut ada orang lokal yang memperdaya sahabatnya itu.

"Entahlah." Ayyana masih lurus melangkah mengikuti tongkat bantunya. Sementara Kiki terdiam ditempatnya semakin cemas.

"Apa dia menyentuhmu? Atau mengajakmu? Atau mengganggumu? Atau—"

Kiki melangkah mensejajarkan diri disamping Ayyana.

"Tidak-tidak.. sudahlah." Ayyana terkekeh gemas dengan sifat khawatir sahabatnya itu. Ia merangkul lengan Kiki dan kembali berjalan menuju tujuan awal mereka. Workshop.

Hari ini pemilik komunitas mengadakan workshop yang narasumbernya seorang produser musik dari salah satu grup ternama. Menjawab seluruh pertanyaan penulis asing yang ingin mencari research lebih tentang dunia musik Korea yang menjadi ikon khas negerinya itu.

Ini adalah hari pertama mengikuti workshopnya. Siapa narasumbernya masih dirahasiakan. Namun katanya workshop itu akan memakan waktu delapan jam lamanya, selama tiga hari berturut-turut.

"Kita sudah sampai." Ayyana mengucap hamdalah dalam hati—membalas pernyataan Kiki.

"Aku ke toilet dulu ya."

"Perlu aku temani? Ini toilet umum loh. Aku takut kamu kenapa-napa." Kiki kembali dengan segala kekhawatirannya. Ayyana menggeleng melemparkan senyuman menenangkan.

"Ok.. aku tunggu di pintu masuk kelas ya."

Ayyana mengangguk singkat sebelum pergi menuju toilet yang berada di lorong sebelah kirinya. Ia mengikuti instruksi khusus penyandang tuna netra, seperti tanda atau simbol timbul di tembok yang bisa ia raba. Sampai dimana ujung tongkatnya terpentuk sesuatu yang ia yakini sebagai pintu kamar mandi wanita. Ayyana meraba kembali mencari gagang pintunya.

Tak.. tak.. tak..

Ayyana menyadari bunyi tongkatnya terlalu berisik di ruangan sehening ini. Ia melipat tongkatnya dan meletakkannya di pinggir meja wastafel.

Ia menyentuh pintu-pintu bilik. Memastikan pintunya tertutup atau tidak. Tiga bilik yang ternyata kosong, Ayyana memilih bilik paling pojok lekas menuntaskan hajatnya.

Selesai.

Ayyana kembali ke meja wastafel paling pinggir—dekat dengan tempatnya menaruh tongkat. Mencuci bersih kedua tangan.

Hening.

Ia mengambil tongkatnya dan beranjak menuju pintu. Sebelum ia mulai melangkah, pintu terlebih dahulu terbuka dari luar. Disusul deheman serak seorang pria terdengar tak jauh dari tempatnya berada.

"Biasanya wanita selalu menyukai pria tanpa baju atasan." Ucap pria itu berjalan mendekat sambil mengaitkan kancing kemeja atasnya. Tatapannya tak beralih sedikitpun dari Ayyana yang tergemap. Matanya membulat sempurna.

"Kamu tidak takut aku akan menyentuhmu?"

To Be Continue..

AyyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang