The Depressed One

24 3 0
                                    

Note : huruf miring dipakai untuk menunjukkan istilah atau kata yang berasal dari bahasa asing. Dan dalam cerita ini dikhususkan jika terdapat beberapa dialog bertulis miring, dimaksudkan bahwa percakapan itu sebenarnya diucapkan dalam bahasa asing (bahasa Inggris).

.

.

Pria itu mengayomi wanitanya dengan sangat baik. Si wanita begitu dijaga dan rawat. Kebutuhan hariannya tercukupi. Makan minum terkontrol. Tidur teratur. Bahkan hampir setiap hari ada saja orang yang datang untuk 'merawatnya', seperti memijat, memotong dan membersihkan kuku, merawat rambut, juga tak lupa dengan merawat wajahnya. Ia benar-benar seperti seorang ratu di rumah itu. Namun sejujurnya bukan itu yang ia butuhkan.

Pria itu 'terlalu' protektif padanya.

Si wanita merasa ia bukan hanya seorang ratu disana, tapi juga tawanan. Bayangkan, ia hanya ingin untuk sekadar menghirup udara segar, merasakan lebatnya tanaman hijau yang katanya ada didepan rumah. Itupun saja tidak boleh. Bahkan dilarang. Menyetel televisi atau membuka handphonenya pun begitu.

Setiap harinya selalu sama. Ia bahkan sudah sangat hafal dengan rutinitasnya. Dari mulai bangun tidur, disambut ucapan selamat pagi penuh kasih. Kemudian mandi, dan bajunya sudah rapih disiapkan, lengkap bersama hijabnya. Makan diiringi pujian penuh cinta. Setelah itu seharian dihabiskan dengan duduk bersandar di sofa empuk menikmati treatment ekstra hati-hatinya. Ya, pria itu bahkan berpesan kepada 'perawat-perawat' itu untuk selalu penuh perhatian ketika tengah merawatnya.

Kurang apa lagi?

Ia hanya butuh suatu kejelasan yang pasti. Seperti, buat apa semua ini?

Dan hari ini semuanya berjalan seperti biasa di paviliun itu. Mereka sedang menikmati waktu berdua di depan televisi. Pria itu lagi-lagi memasakkannya menu halal ala-alanya khusus untuk wanita itu.

"Aku ingin melihat tanganmu, bolehkan?" Ucap pria itu tiba-tiba.

"What for?"

Tak menunggu jawaban, pria itu langsung meraih tangan wanitanya yang telungkup manis di atas bantal.

Si wanita risih sebenarnya. Tapi mengingat kejadian ketika ia menolak mentah-mentah perlakuan baik pria itu, respon yang didapatkan malah sangatlah 'over' dan diluar ekspektasinya. Ia pikir mungkin si pria hanya akan berkata, 'oh okay, sorry' atau 'Well I won't do it again.'

Tapi ini lain, pria itu malah kesal dan mulai menghancurkan beberapa peralatan.

Tidak lagi.

Si wanita tidak ingin mengulangi kesalahannya lagi. Ia benar-benar takut. Jadi biarkan pria itu melakukan sesukanya, asal tak melewati batas.

"Tanganmu cantik, sama sepertimu." Ucap pria itu sambil tersenyum-senyum sendiri mengamati setiap detail tangan wanitanya.

"Sudah berapa banyak cerita yang kau tulis?"

Si wanita sontak menarik tangannya, namun ternyata tertahan dalam genggaman pria itu.

"Kenapa? Aku menyukai ceritamu."

Si wanita meringis, merasakan genggaman tangan pria itu mengerat. Tidak. Ini tidak baik.

"Just a little. I'm working on a story lately."

Pria itu menatap wanitanya yang arah pandangannya tak pernah berubah. Lurus kedepan. Kosong, seperti mencari secercah cahaya. Tapi ia suka semua itu, sangat-sangat menyukainya. Justru karena kedua mata itulah ia jatuh sejatuh-jatuhnya pada wanita itu.

"Jadikan aku sebagai pemeran pria dalam ceritamu. Bisa, kan? Aku baik, tampan, dan aku sangat mencintaimu. Ah, itu pasti akan sangat sempurna."

Si wanita merinding sendiri mendengarnya.

"A-aku tidak bisa."

To Be Continue...

AyyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang