Focus a little, please

27 4 1
                                    

Note : huruf miring dipakai untuk menunjukkan istilah atau kata yang berasal dari bahasa asing. Dan dalam cerita ini dikhususkan jika terdapat beberapa dialog bertulis miring, dimaksudkan bahwa percakapan itu sebenarnya diucapkan dalam bahasa asing (bahasa Inggris).

.

.

"Kenapa bisa sampai seperti ini? Ada apa denganmu Tae? Tidak bisakah kamu sedikit menurunkan egomu untuk wanita asing itu ? Bahkan sekarang aku benar-benar ingin mengutukmu."

Mr. Park memijat pelipisnya kesal. Serasa penuh sekali kepalanya. Ini sudah lima hari sejak kejadian itu. Dan baru tadi siang ia menghadiri pertemuan dengan para awak media. Mengklarifikasi bahwa ini semua hanya kesalahpahaman. Kemudian malam ini mereka bertiga berkumpul. Mr. Park, Tae, dan Jooyeon yang sudah siuman, masih terbaring lemah diatas ranjang.

"Apa kau sudah dapat kabar tentangnya, Tae?" Bukannya fokus dengan pertanyaan produsernya, Jooyeon malah menanyakan topik lain. Lagi-lagi soal wanita itu, membuat Mr. Park benar-benar muak.

"Astaga!! Bisakah kau fokus sekarang?!"

Jooyeon dan Tae menunduk. Enggan menjawab. Apa lagi yang bisa mereka utarakan, kalau jawaban pastinya sudah tercermin dari gerak-gerik mereka.

"Hah!! FUCK!" Mr. Park keluar. Membuka pintu dengan kasar. Ia benar-benar kesal sekarang. Seperti kedudukannya tak lagi berharga jika dihadapan kedua orang 'gila' itu.

Tinggal mereka berdua di ruangan itu. Sama-sama memilih untuk diam. Tak tahu ingin memulai darimana.

"Aku minta maaf.."

Mendengar itu, Tae mengangkat kepalanya.

"Yah, aku juga minta maaf. Tidak seharusnya aku sampai seperti itu padamu. Ayyana pasti tidak akan menyukainya." Tae terkekeh miris dengan ucapannya. Lagi, lagi, dan lagi teringat Ayyana. "Aku akan terus mencoba menemukannya." Lanjutnya bergumam pelan. Menyemangati dirinya sendiri dengan mengangkat sedikit ujung bibirnya—senyum terpaksa, memang tidak pernah benar-benar mudah.

Tae berdiri menghampiri ranjang dan menepuk bahu kiri Jooyeon.

"Sekali lagi, aku minta maaf." Ia membungkuk sedikit sebelum memutuskan pergi.

Pintu tertutup perlahan.

Tangan yang masih terhubung dengan selang infus itu terangkat menutupi wajah. Jooyeon menangis. Perasaan semacam ini begitu menyiksanya. Ia tak tahu harus apa dan bagaimana. Seluruhnya seperti pertanyaan retoris. Dan seluruhnya pula berhubungan dengan wanita itu, Ayyana, Ayyana, dan Ayyana. Selalu tentangnya.

Tapi kenapa? Tak ada yang tahu.

Tangisnya semakin coba ia tahan ketika melihat dalam bayangan matanya wanita itu datang menjenguknya. Ia nampak baik-baik saja. Tetap cantik sekaligus biasa saja. Tak ada kesan mencolok sama sekali. Sadar sepenuhnya kalau 'mencolok' itu hanyalah kata pengalihan dari hatinya.

Bahu Jooyeon bergetar seakan melupakan sakitnya. "Ayyana..."

To Be Continue..

AyyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang