Demian And Distaste

72.2K 9.3K 195
                                    

Percakapannya dengan Lewis tadi siang membuat Kaizel terjaga. Dia pun mendatangi kamar tamu dan memandangi Bell terlelap. "Bagaimana cara anak sekecil kamu bisa bertahan dari hidup seberat itu?"

Belum sampai dua puluh empat jam Kaizel tidak melihat Bell, tapi rasanya seperti berhari-hari. Padahal mereka tidak pernah mengobrol ringan ataupun main bersama. Hanya makan bersampingan sambil melirik satu sama lain. Tapi ternyata kehadiran bocah itu cukup memberinya pengaruh besar.

Kaizel ingin melindunginya, memberinya apapun yang dia inginkan, membuatnya hidup seperti anak kecil lainnya. Tapi memikirkan itu membuat hati Kaizel tertikam. Dia bukan orang yang pantas untuk melakukan itu.

Kaizel seorang penjahat. Ratusan nyawa telah dia habisi dengan tangannya sendiri. Takdirnya berlumuran darah. Musuhnya berani mati untuk mencari kelemahannya. Dan Bell akan jadi kelemahan itu jika Kaizel memberinya perhatian lebih. Dia tidak mau menaruh Bell ke dalam mara bahaya.

Awalnya Kaizel mengijinkannya tinggal di mansion tanpa maksud tertentu. Dia hanya sedikit penasaran tentang bocah itu dan kejahatan apa yang dilakukan Marien padanya. Tapi kemudian, Kaizel sadar dia terpikat oleh sesuatu yang hanya dimiliki gadis kecil itu.

Bukan karena dia mirip Kaizel seperti yang para pelayan bicarakan. Bukan juga karena dia memiliki rambut dan mata hitam khas Devinter. Tapi karena bocah itu begitu serupa dengan seseorang yang pernah menjadi pemenang hatinya.

Dia, Renesa. Istrinya yang telah tiada.

♦♦♦

"Bluagh!" Demian tersungkur. Hidungnya berdarah dan ujung bibirnya lebam.

Guru beladiri sekaligus lawannya, Thesan, terkekeh remeh. "Itu akibatnya kalau Anda tidak serius, Tuan Muda."

Telinga Demian masih berdenging saat Thesan memaksanya untuk bangkit. "Seperti biasa, Anda harus dihukum." Thesan tidak pernah main-main memberinya hukuman karena dia tahu kelemahan Demian.

Menurut Thesan, kenyataan bahwa Demian tidak terlalu pandai dalam beladiri tentu menjadi aib bagi keluarga Devinter. Keturunan Devinter seharusnya memiliki kemampuan sempurna di segala bidang. Mereka harus kuat dan tidak memiliki kelemahan atau mereka akan mati di tangan musuh.

Thesan selalu membandingkan kemampuan Demian dengan Delein dan kakak pertamanya. Delein lebih muda tapi di umur 8 tahun dia nyaris mengalahkan master. Sedangkan kakak pertamanya mampu memimpin pasukan Devinter saat berusia 14 tahun.

Didikan ketat dari pendahulu membuat Demian tertekan. Terlebih desas-desus yang mengabarkan bahwa dia adalah putra Devinter terlemah sungguh memalukan. Demian selalu berusaha lebih kuat agar orang lain tidak bisa meremehkannya. Supaya dirinya pantas menyandang gelar 'putra Devinter' dan tidak mempermalukan Kaizel.

Namun, Demian tidak merasa seperti itu. Dia hanya pintar, tidak lebih. Dan hal itu tidak cukup untuk mempertahankan kepercayaan dirinya sebagai seorang Devinter.

♦♦♦

Dari kejauhan Bell melihat Demian berjalan pincang memasuki mansion. Bell segera berlari mendekatinya diikuti Edvin, Ridle, dan dua pelayannya.

Begitu menyadari kehadiran Bell, Demian segera menegakkan cara jalannya serta memasang ekspresi ramah seperti biasa. "Nona mau bermain di luar?"

Bell mengangguk lalu menunjuk bibir lebam Demian khawatir.

"Ah, ini cuma luka kecil. Saya sudah biasa mendapatkannya saat latihan. Beberapa hari akan hilang jadi Nona kecil tidak perlu khawatir."

Bell menggeleng tegas lalu berbicara dengan bahasa isyarat.

"Nona bilang Anda harus segera diobati, Tuan Muda." Ridle menerjemahkan.

Bell bersikeras menarik tangan Demian tapi laki-laki 12 tahun itu tak bergeming dari tempatnya berdiri. "Jangan pedulikan aku, Bocah."

Semua orang di tempat itu terpaku termasuk Bell. Bell menoleh ke belakang dan mendapati ekspresi Demian telah berubah ke aslinya. "Kalau kamu ingin cari perhatian, lakukan itu di depan Ayah atau Delein. Mereka akan dengan mudah memberikannya sebanyak yang kamu mau, Penipu."

Demian melepaskan tangannya dari Bell lalu melewati gadis itu begitu saja.

Bell terdiam cukup lama. Perry dan Krista mencoba menghibur namun tampaknya Bell tidak mendengar itu semua.

"Urgh," erang Demian ketika membersihkan darah di telapak kakinya. Ember berisi air yang tadinya bening sekarang menjadi merah.

Demian mengumpat dalam hati. Bocah itu benar-benar licik! Dia memanfaatkan rambut dan mata hitamnya untuk mengelabui Kaizel beserta orang-orang mansion.

Sejak kecil Demian punya kemampuan untuk merasakan hasrat atau niat orang lain. Dia bisa tahu mana yang baik atau hanya pura-pura baik. Tapi pada kasus Bell, Demian sama sekali tidak bisa merasakan niatnya. Menurut Demian, itu aneh dan mencurigakan. Bisa jadi Bell menyimpan sesuatu yang membuat Demian tidak mampu mengetahui niat busuknya.

Selain itu, Bell pintar memikat orang lain meskipun dia tidak bicara. Dia menggunakan daya tariknya sebagai anak malang untuk mendapatkan empati orang-orang. Kaizel dan Delein tidak punya kemampuan seperti Demian, sehingga mereka jatuh ke perangkap bocah itu dengan mudah.

Akan tetapi, Demian berbeda. Meskipun tidak bisa merasakan isi hati Bell, Demian harus menjaga jarak. Setidaknya, dia tidak akan terpikat.


Be My Daughter? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang