Your Name

78.2K 10.3K 1.4K
                                    

Bell berdiri di tempat yang amat terang. Tidak ada apa-apa di sana selain dirinya. Mata bulatnya menoleh sana-sini mencari pintu keluar, tapi Bell tidak menemukannya.

Bell menunduk, menatap kedua tangannya sendiri, "Bell cudah mati, ya."

"Tidak tidak."

"Ciapa?!" Bell mencari sumber suara tapi dia tidak melihat siapa-siapa di sana.

Suara perempuan itu tertawa gemas. "Kamu tidak bisa melihatku karena sekarang belum waktunya, Sayang."

Bell merinding ketakutan. "Kamu ciapa?!"

Perempuan itu terkekeh lagi. Meskipun menakutkan, Bell akui suara hantu itu sangat lembut dan indah. "Ah, kamu akan kebingungan kalau aku menjawabnya. Sebaiknya kamu segera bangun saja, Sayang. Papa dan kakak-kakakmu sudah menunggu."

"...Ell!"

"Bell!"

Bell mengerjapkan matanya berkali-kali. Dia berada di kamar yang berbeda dari sebelumnya. Kaizel dan kedua putranya mengelilingi Bell sembari memasang tampang penuh kecemasan.

"Bell! Apa kamu merasa pusing? Ini jariku ada berapa? Kamu ingat siapa aku?"

"Kalau mual, muntahkan semuanya! Aku akan menadahi dengan tanganku."

"Bagian mana yang sakit? Atau kamu pegal? Aku akan suruh Lewis mengganti kasurku dengan yang lebih empuk lagi."

Del, Mian dan Kaizel langsung menanyainya dengan serentetan pertanyaan aneh. 'Papa dan kakak-kakakmu sudah menunggu,' kata-kata hantu itu kembali terngiang di ingatan Bell. Apa maksudnya, "Papa?"

Kaizel terperanjat bangkit. "Ya?!"

Sunyi~

Bell mengerjapkan mata sambil memegangi bibirnya sendiri, Apa Bell salah bicara?

Suasana menjadi canggung.

Demian pun berdeham. "Bell, aku ingin meluruskan semua yang aku ucapkan waktu itu."

Bell mendapati tangan Demian dibalut dengan perban sedangkan luka-luka di wajahnya sudah hampir kering. Berapa lama Bell pingsan? Pasti Bell merepotkan mereka lagi! "Maaf."

Lagi-lagi kata itu keluar lagi dari bibir kecilnya, membuat semua orang bungkam. Sekujur tubuh Bell terasa sakit saat digerakkan, namun dia memaksakan diri untuk bersimpuh di atas kasur menghadap Kaizel. Posisi yang selalu dia lakukan saat memohon ampun pada Marien untuk mengakui kesalahannya yang tidak ada.

"Maaf Bell melepotkan kalian lagi padahal Bell anak yang dibuang. Maaf juga kalena ibu ambil olang yang kalian cayang. Bell menyecal. Halusnya Bell tidak datang ke cini. Halusnya Bell ikut hilang cama ibu. Bell anak beldoca." Bell menunduk, meminta maaf atas dosa yang dilakukan ibunya.

Karena dia sudah terbiasa meminta maaf meskipun tidak bersalah.

Melihat itu emosi Demian meluap. "Hei, kenapa kamu tidak paham juga? Semua orang menerimamu di sini. Hanya aku yang awalnya mengira kamu bohong! Aku kira kamu bersikap sok agar orang-orang memberimu perhatian. Dan kamu berhasil mendapatkannya. Aku hanya...hanya," Demian mengepalkan tangan, "Aku sempat membencimu karena kamu adalah anak dari wanita yang telah membunuh ibuku, tapi dengan nyamannya kamu tinggal di sini. Mendapat perhatian para pelayan, Delein, dan bahkan Ayah. Orang-orang mengakuimu sebagai 'Nona Kecil', menghargaimu, padahal kamu adalah...adalah...,"

Be My Daughter? (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang