Bagian 10. Revelasi

316 66 3
                                    

Chenle terbangun saat matahari sudah tinggi. Entah kapan ia tertidur -yang pasti setelah fajar menyingsing. Ia merasa kosong, dadanya masih dipenuhi perasaan aneh yang tidak ia mengerti. Perutnya perih, ia belum makan apa-apa sejak jam istirahat kerja siang kemarin.

Tidak memiliki tenaga untuk memasak, ia memilih untuk memesan makanan cepat saji. Sembari menunggu, ia membuka kulkas dan menemukan kimbap sisa entah sejak kapan. Chenle tidak ambil pusing, ia segera memakannya, berharap kimbap itu tidak akan membuatnya diare.

Ting tong

Baru 20 menit berselang, bel flatnya sudah berbunyi. Ah baguslah pesanannya cepat sampai, gumamnya. Dengan langkah gontai ia menuju pintu dan membukanya.

"Terima ka- Kak Kun?" ucap Chenle kaget. Ia sudah mengulurkan tangan untuk mengambil makanan namun ternyata orang di depannya bukanlah bapak pengantar makanan yang ia tunggu-tunggu.

Kun, kakak sepupu dari pihak ibunya. Yang dulu menjadi penghubung dirinya dengan ibunya sebagai pengantar uang kiriman. Sosok yang lebih terasa seperti keluarga dibandingkan keluarganya sendiri.

Semenjak Kun pindah kerja ke luar kota saat Chenle masih kuliah semester 5, semenjak itu pula tidak ada lagi hubungan antara dirinya dan ibunya. Walaupun Kun selalu menjaga hubungan dengannya setelah pindah ke luar kota, tapi ibunya tidak.

"Chenle, kakak ditelepon RS dari kota sebelah. Katanya Tante dan keluarganya jadi korban kecelakaan mobil, dan sekarang butuh ada anggota keluarga untuk mengurus semua persetujuan operasi....

... sepertinya kecelakaannya cukup parah." ujar Kun dengan wajah khawatir. Khawatir memikirkan Tantenya yang entah bagaimana keadaannya, dan juga khawatir melihat adiknya masih dengan setelan kerja di hari Sabtu siang, dengan wajah yang jelas kurang istirahat dan pandangan kosong. 

Apalagi Kun datang untuk meminta Chenle melakukan hal yang menyakitkan.

Chenle hanya bisa mematung di depan pintunya. Ia tahu ke mana pembicaraan ini akan menuju.

"Pihak RS minta kamu dateng Le, ada nama kamu di catatan keluarga inti tante. Kakak ga akan maksa kamu buat ke sana, tapi kakak ada tanggung jawab buat tetep bilang ke kamu.

Mau ga mau, Tante tetep ibu kamu Le." lanjut Kun.

"Hah... lucu ya, semesta kayak niat banget terus-terusan ngingetin aku kalo aku ga bakal bisa lepas dari keluarga ini." ucap Chenle pelan. "Sebentar aku ambil handphone sama tas dulu kak" lanjutnya sambil masuk ke dalam flat, meninggalkan Kun yang bingung dengan maksud perkataannya di awal tadi.

.

.

.

"Ini Le, tadi pas kamu masuk ada pesanan makanan dateng. Kamu makan di mobil aja ya? perjalanan ke sana nyampe dua jam." ujar Kun sambil menyerahkan plastik berisi burger kepada Chenle. Mereka berdua segera berjalan menuju mobil Kun yang terparkir di dekat lobby.

Perjalanan itu diisi keheningan. Hanya ada suara burger yang dikunyah, dan bunyi mesin mobil yang menderu pelan. Keheningan itu berlanjut hingga mobil itu sampai ke tujuan.

Kedua lelaki itu segera beranjak ke IGD, mencari nama orang yang mereka cari. Hanya untuk mendapat kabar bahwa mereka terlambat.

Dan di sinilah mereka, mengurus berkas kematian di kamar jenazah.

Kecelakaan mobil itu merenggut nyawa seluruh keluarga ibunya: suami, anak tiri, bahkan kekasih anak tiri ibunya. Ibunya mengalami patah kaki, dan baru saja selesai ditangani. Setelah rampung mengurus berkas-berkas kematian itu, Chenle mengunjungi ibunya di ruang rawat, ditemani Kun.

One More Chance | Sungle/Chenji story ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang