Bagian 2. Sebuah Kesempatan

1K 135 3
                                    

"Bangsat! Gue padahal gamau nangis ya pas tugas hari ini"

Chenle tersentak mendengar makian itu, dan tersadar bahwa entah bagaimana, dirinya -yang sudah tinggal arwah itu- tiba-tiba sudah tidak lagi berada di depan kekasihnya; sudah tidak lagi di dalam ruangan IGD.

Sekarang ia berada di sebuah ruang putih yang entah sampai mana ujungnya; di depannya sesosok berbaju putih terduduk di belakang meja, kepalanya menunduk dan terdengar suara isakan. Sosok dengan tubuh yang lebih mungil dari dirinya, sosok yang Chenle yakini sebagai sumber umpatan yang tadi mengejutkannya.

Lelaki itu kembali terkesiap ketika sosok itu mengangkat wajahnya, memperlihatkan dua mata yang bengkak dan penuh air mata. Chenle semakin bingung ketika sosok dengan wajah manis itu tiba-tiba mengangkat tangannya dan berusaha menutupi wajah Chenle dari pandangannya.

"Stop stop lu jangan liat-liat gue, nanti gue nangis lagi anjir... Capek banget gue baru arwah pertama hari ini gue udah nangis kayak air terjun gini." ucap sosok itu, yang lalu menangkup wajahnya di atas meja dan meneruskan acara menangisnya.

Chenle terdiam sejenak, menyadari bahwa dugaannya benar.

Udah beneran mati ternyata...

Dadanya terasa berat, tapi Chenle berusaha menerima kenyataan pahit ini. 

Ga boleh nyesel Chenle, terima, jangan egois, lo harus kuat. Terima aja, lo udah mati. 

Chenle lalu kembali melihat ke arah sosok didepannya yang masih menangis tersedu. Sejujurnya ia merasa agak bersalah, sosok di depannya ini (yang Chenle duga harusnya malaikat maut, atau minimal pesuruhnya) pasti menangis karena sudah tau akhir tragis hidupnya. Chenle lalu mendekat ke arah meja, lalu mengelus kepala sosok itu dengan halus,

"Maaf.... Maaf hidup gue bikin lo sedih... Tapi gue gapapa kok, ini emang udah jalan gue, gue udah rela. Jadi lo ga-"

"RELA RELA GUNDULMU RELA?! GUE LIAT YA LO NANGIS PEDIH BANGET DEPAN PACAR LU! ITU YANG LO SEBUT PASRAH HAH ZHONG CHENLE?!"

Sosok itu memaki sambil berdiri sehingga Chenle terjungkal ke belakang, dan sekarang terduduk di lantai. Masih terbengong-bengong dengan apa yang baru saja terjadi, Chenle lalu menjawab sosok yang sekarang berdiri di atas meja itu.

"Y-ya gue udah mati, yaudah gue relain aja..." ucapnya pelan, tidak berani melihat ke depan. Matanya menatap ke samping, kosong mencari ujung ruangan yang tidak terlihat itu. 

Berusaha menahan air mata yang terbendung di kedua matanya.

Sosok yang ia hindari tatapannya kini hanya berdecak dongkol.

"Bener-bener ya Chenle gini-gini aja lu, udah mati masih aja munafik. Liat gue sekarang."

Chenle tidak bergeming. Sosok itu lalu turun dari meja, lalu berjongkok di depannya.

"Liat gue. Liat gue dan bilang lagi kalo lo udah rela sama akhir hidup lo."

Sosok itu mulai kehabisan kesabarannya saat Chenle masih terus diam, sehingga ia menarik dagu lelaki yang terduduk di lantai itu dan memaksanya untuk menatap ke depan.

"Liat gue. Liat gue dan bilang kalo lo udah rela. Bilang kalo lo rela liat hati pacar lo itu ancur ditinggal-" kata-kata itu terputus ketika Chenle dengan kasar menepis tangan di dagunya, menatap pandangan sosok itu.

Akhirnya, dengan pandangan yang jujur: penuh kesedihan, amarah, dan penyesalan.

"OK FINE! IYA GUE GA RELA! GUE GA RELA NGELIAT JISUNG KAYAK GITU!" teriak Chenle tepat di wajah sosok yang berhasil menguji kesabarannya. Pertahanannya runtuh, usahanya untuk menghadapi kematian ini dengan senyuman gagal. Air mata mengalir di kedua pipinya.

"....dan gue ga rela ninggalin dia..... Gue masih mau di samping dia, jadi tua bareng dia...."

Terbalik dengan kondisi Chenle yang sekarang menunjukkan segala kerapuhannya, sosok yang menyebabkan Chenle menangis itu tersenyum puas. Ia berdiri sambil memapah Chenle yang masih menatapnya dengan mata  penuh air mata itu agar ikut berdiri dengannya.

"Jadi sekarang, apa yang lo pengen? Jawab. Yang. Jujur." ucapnya dengan penuh penekanan sambil menatap lurus menuju mata Chenle. Tatapan itu terasa hangat namun tajam, tatapan yang berhasil menggali hingga menemukan keinginan terdalam di diri Chenle, sehingga lelaki itu merasa tidak ada gunanya lagi untuk berbohong kepada sosok itu.

Chenle membalas tatapan itu dengan tegas. Ia tersenyum miring dan menjawab, 

"Gue mau yang ga mungkin. Gue mau gue ga berantem sama Jisung, gue mau gue ga mati. Gue ga mau ada di sini, dan yang pasti gue ga ketemu lo, siapa pun lo sebenernya."

"Gitu dong, jujur. Udah mati juga, ngapain lo sok kuat." ucap sosok itu sambil terkekeh, lalu ia berjalan kembali menuju kursinya di belakang meja. Ia lalu duduk dengan tenang dan anggun, seakan-akan dalam beberapa menit terakhir ia tidak habis memaki-menangis-lalu memaki lagi arwah yang berdiri di seberang mejanya itu.

"Oh iya, dan gue yakin lo mau ketemu gue.

Karena gue Huang Renjun, penjaga gerbang khusus arwah-arwah penasaran kayak lo. Dan gue bisa ngasih lo kesempatan untuk mewujudkan keinginan-keinginan 'ga mungkin' lo itu." terang Renjun dengan percaya diri. 

"Pake syarat ya tapi, enak aja gratisan"

tbc.

Wow gue lanjutin juga wkwkwkwkwk maaf ya untuk siapa pun yang baca ff ini, gue orangnya kasar jadi bakal banyak bahasa kasar di sini :p semoga gue bisa lanjutin ff ini sampe akhir, karena plotnya udah jadi banget plis sayang kalo ga gue bikin....


One More Chance | Sungle/Chenji story ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang