Bagian 18. One More Chance

617 70 7
                                    

Chenle membuka matanya enggan pagi itu. Perutnya terasa nyeri, dadanya terasa panas. Sepertinya asam lambungnya naik.

Lelah, masih ingin tidur.

Setelah kesadarannya terkumpul, ia mulai mengingat apa yang terjadi kemarin -hingga dini hari tadi. Semua kekacauannya, dan yang terakhir ia ingat adalah masih berada di sofa restoran. Yang berarti, Jisung yang membawanya kembali ke flatnya. 

Dadanya terasa lebih ringan setelah menangis berjam-jam semalam; namun tidak serta merta segala kekalutannya hilang. Pertama-tama, ia harus berbicara dengan Jisung, meminta maaf kepada kekasihnya atas pertengkaran mereka. Lalu menjelaskan apa yang perlu mereka perjelas. Chenle menghela napas panjang; banyak sekali masalah yang perlu ia urai.

Lelaki berambut pirang itu lalu mengecek nakasnya, tempat biasanya Jisung meninggalkan sticky notes setelah kekasihnya itu pulang dari flatnya. Namun yang ditemukannya adalah obat lambung dan segelas air putih.

"Sebentar, berarti Jisung ma-" gumamannya terpotong oleh pintu kamar yang tiba-tiba terbuka.

"Chenle, udah bangun?" ucap Jisung dengan kepala menyembul dari pintu. Lelaki bertubuh semampai itu lalu tersenyum melihat Chenle sudah duduk dengan rambut berantakan di atas kasur. "Minum dulu obatnya ya, semalem kamu langsung tidur abis makan pasti GERDnya kambuh. Aku udah beli bubur buat sarapan, aku siapin dulu ya." lanjutnya lalu kembali keluar.

Tanpa disadari, Chenle tersenyum hangat. Melihat Jisungnya pagi ini, ia mendapatkan tenaganya kembali. Ia lalu meminum obat lambung yang telah disiapkan Jisung; lalu saat akan keluar kamar, Chenle baru sadar bahwa ia masih memakai kemeja kerjanya.

Dari hari Jumat. Dan sekarang sudah Minggu pagi. 

Chenle meringis, sungguh berantakan hidupnya pekan ini. Ia pun bergegas ke kamar mandi, mengguyur tubuhnya dengan segar air dingin, berharap air itu dapat pula mendinginkan pikirannya.

.

.

.

Setelah mandi, Chenle keluar kamar dengan pakaian rumahnya dan rambut yang masih basah.  Jisung langsung mengambil handuk kecil yang berada di jemuran teras flat dan menutupi rambut Chenle dengan handuk itu saat kekasihnya itu sudah duduk di meja makan.

"Ji, aku mau minta maaf.... sama mau cerita" ucap Chenle pelan. Jisung masih berdiri di belakangnya, mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Iya sayang, tapi makan dulu ya kita? Udah jam 10 loh" jawab Jisung yang sekarang sedang menyisir rambut kekasihnya dengan tangan. Ia lalu mengecup puncak kepala kekasihnya sebelum duduk untuk sarapan, membuat Chenle tersipu.

.

.

.

.

.

"Maaf Ji, aku minta maaf. Kita berdua punya kesalahan di sini, tapi aku rasa aku bener-bener salah. Ma-"

"Iya sayang, aku udah maafin kamu. Dan inget, dulu kamu bilang apa sama aku?"

Sepasang kekasih yang telah menyelesaikan sarapan mereka itu kini telah menyamankan diri di sofa ruang tengah flat Chenle. Duduk bersampingan, dengan Chenle yang menyenderkan kepalanya di pundak Jisung. Dan Jisung yang merangkulnya, sambil memainkan ujung-ujung rambut pirang itu.

"Iya aku inget... 'Minta maaf sekali aja cukup, karena yang udah kejadian ga akan bisa diubah', terus..." Chenle menghela napas panjang sebelum melanjutkan kata-katanya. 

Bisa-bisanya, Jisung mengembalikan nasihatnya bertahun-tahun lalu; prinsipnya yang terlupakan akibat tergerus kesibukan hidup.

"... 'lebih baik banyakin bilang terima kasih' untuk saat ini dan masa depan'". Chenle lalu memandang Jisung lekat, bibirnya menampilkan senyuman paling manis.

One More Chance | Sungle/Chenji story ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang