Bagian 8. Bahagia

327 67 0
                                    

"Yo Sung, tumben nelpon?"

"Bang Na gimana buat besok? Diem-diem aja ga ada kabar lu, mau nalangin semua tuh?"

"Ya ngga lah anjir, lu yang mau ngelamar juga, ya lu yang nanya gue lah?! Kenapa jadi kayak gue yang wajib laporan ke lu?"

"Hehe maap maap bang, kan gue abis kejer setoran ngambil semua shift jaga. Ga sempet nanya-nanya lu lagi."

"Hmm. Udah aman semua pesenan, perfect kayak mau lu, nanti gue kasih rincian bayarnya. Udah turun kan gaji?"

"Nice bang! Aman aman, perduitan udah aman."

"Yaudah nanti gue chat, gue mau operan nih."

"Alright bang, thanks ya nanti gue traktir dah."

"Hmm"

.

.

.

"Oi kenapa lagi bang, bukan katanya mau lu kirim chat aja tadi?"

"Uh... Ji?"

"Eh?? Le? Maaf sayang aku siwer, aku kirain Bang Na nelpon lagi hehe."

"Haha gapapa Ji. Kamu lagi di mana? Udah selesai jaga?"

"Baru aja selesai nih, masih di RS. Kamu udah pulang?"

"Udah, baru aja sampe. Kamu masih sibuk?"

"Masih ada yang harus aku urus sih abis ini Le, baru sempet soalnya."

"Ooh, ok Ji. Tadinya mau ketemu kamu.... kangen."

"Gemes banget sih Le, besok kan kita ketemu sayang. Besok jam 9 di tempat biasa?"

"Yes Ji, see you there."

"Ok sayang, udah dulu ya? Bye love."

"Hmm, bye bye"

.

.

.

------- One More Chance -------

.

.

.

Setelah hampir lima hari ini selalu mengambil shift jaga tambahan -bahkan hingga lebih dari 12 jam per hari, Jumat malam ini adalah satu-satunya waktu yang cukup luang bagi Jisung untuk mempersiapkan rencananya melamar Chenle. Besok ia masuk shift jaga pagi dan siang, yang berarti memang tidak akan ada waktu kosong lainnya.

Mepet memang, tapi bagi Jisung di sanalah serunya. 

The power of kepepet

Lelaki dengan tubuh semampai itu sudah berada di dalam mobilnya sejak lima menit yang lalu, namun ia tidak kunjung melajukan kendaraan itu. Jari-jarinya masih sibuk berkutat dengan handphone berlayar silau yang menyala menerangi wajahnya. Kontras sekali dengan kondisi parkiran rumah sakit dengan penerangan seadanya. 

Kalau ada yang melihat dari luar, pasti orang itu sudah berlari terbirit-birit; mengira ada hantu di dalam mobil itu.

Setelah sepuluh menit lebih terus fokus ke layar handphone dengan wajah serius, Jisung akhirnya menemukan apa yang ia cari: rekomendasi toko perhiasan favorit yang masih buka hingga malam hari. Setelah memasukkan lokasi toko tersebut sebagai tujuan di aplikasi navigasinya, Jisung segera mengarahkan mobilnya keluar dari parkiran rumah sakit, tepat pukul 21.45 malam. 

Persis setelah keluar dari bilangan parkiran, Jisung langsung tancap gas karena toko itu akan tutup pukul 22.00. Menurut estimasi waktu sampai dari aplikasi navigasinya, Jisung baru akan sampai lima menit setelah toko itu tutup. Aplikasi itu terus mengeluarkan pertanyaan di layar: Destinasi anda akan segera tutup. Apakah anda ingin mengganti lokasi tujuan?

Tapi Jisung percaya diri saja kalau pasti masih sempat. Menurutnya, asalkan pegawai tokonya belum pulang, walaupun toko sudah tutup, tidak mungkin pembeli ditolak dan disuruh pulang kan? Lagi pula bagi pemuda ini, masih aja 1001 cara untuk meminta siapa pun yang menjadi pegawai toko itu untuk tetap membuka toko untuk dirinya.

Jika pegawainya terhitung sudah berumur? Tinggal gunakan jurus memelas dengan mata berkaca-kaca.

Jika pegawainya masih muda? Tinggal gunakan kedipan mautnya dengan bumbu beberapa kata manis.

Jisung geli sendiri memikirkan pilihan-pilihan skenario yang bisa ia lakukan itu; skenario-skenario anti gagal yang terlampau sering ia gunakan. Kalau saja tidak pernah mengenal seorang Zhong Chenle, ia yakin pasti ia sudah jadi playboy kenamaan yang berhasil menyakiti seluruh pemuda-pemudi kota tersebut, atau bisa juga jadi penipu kelas kakap.

Memang, Chenle adalah sumber segala kebaikan dalam hidupnya. Sosok yang memberikan Jisung keberanian untuk berdiri di atas kakinya sendiri, dan mengajarkannya arti tanggung jawab. Juga satu-satunya orang yang mempercayai Jisung dengan tulus.

Chenle pula lah satu-satunya orang yang Jisung percayai sepenuh hati. Orang yang tidak pernah, dan tidak akan pernah, mengkhianati kepercayaannya.

.

.

.

Sesuai dugaan aplikasi navigasi handphonenya, Jisung sampai ke tujuan dengan disambut oleh toko yang lampunya sudah gelap

Namun ternyata Jisung masih cukup beruntung. Dari tempat Jisung memarkirkan mobilnya, ia melihat seorang perempuan paruh baya yang sedang menutup tirai gerai perhiasan itu. Jisung segera berlari menghampiri perempuan itu, lengkap dengan wajah penuh peluh, mata yang sedikit merah seperti akan menangis, dan napas yang terburu-buru.

Siap menjalankan skenario memelasnya,

yang berakhir dengan hasil memuaskan.

Dalam limat menit, toko perhiasan itu sudah terang kembali. Ibu pegawai toko berjalan menuju tempatnya memajang berbagai jenis cincin, diikuti Jisung yang wajahnya dihiasi senyum kemenangan. Perempuan itu lalu mengeluarkan koleksi cincin dari lemari kaca, menjejerkan puluhan pilihan cincin yang penuh kilauan di atas meja.

Sebuah cincin platinum berhias ukiran geometris yang khas dengan cepat mengambil atensi sang pelanggan. Cincin dengan desain sederhana nan menawan, walaupun tidak penuh kilauan berlian seperti cincin lainnya.

Jisung tahu persis, Chenlenya tidak suka perhiasan yang terlihat terlalu menonjol. Tangannya segera meraih cincin itu, menimang dan memerhatikan cincin itu dengan seksama. Sebuah senyuman kembali terbentuk di wajahnya.

Sempurna.

Tanpa banyak basa-basi, Jisung segera membayar cincin pilihannya tersebut. Ia masih cukup tahu diri untuk tidak berlama-lama berbelanja di toko yang seharusnya sudah tutup. Setelah berterima kasih dan memberikan tips tambahan untuk ibu penjaga toko, Jisung segera beranjak dari toko itu.

Dalam perjalanan pulang, Jisung terus menerus terbayang akan hari esok. Memberikan kejutan romantis untuk Chenle, lengkap dengan kue, bunga, dan dekorasi yang menawan. Diakhiri dengan dirinya berlutut di depan kekasihnya, menyematkan sebuah cincin di jari mungil itu.

Melamar kekasih hidupnya.

Membayangkan senyum bahagia Chenle, akankah Chenle menangis terharu?

Hati Jisung menghangat. 

Bahagia Jisung adalah melihat pusat semestanya bahagia. Melihat Chenle bahagia.


tbc.

tiba-tiba pengen nulis chapter ini dengan gaya berbeda wkwkwkw kayaknya dari sisa chapternya tinggal chapter ini soalnya yang bisa pake kayak begini


makasih yang sudah baca, semoga ff ini bisa menghibur~





One More Chance | Sungle/Chenji story ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang