Bagian 14. Keluarga

391 57 10
                                    

Renjun yang kini sendiri di mejanya, kembali memperhatikan dunia di bawah, tepatnya ke arah dua arwah yang masih berdiri terpaku di samping jasad mereka yang terkapar di tengah jalan.

"Bego lo Njun, makan tuh pride, nangis lagi kan lo sendirian di sini" ujar Renjun kepada dirinya sendiri seiring air mata yang kembali menghiasi wajahnya.

Sudah berkali-kali ia menyaksikan akhir tragis kedua sejoli itu, menjadi saksi akhir mereka berdua yang selalu menyayat hati.

Entah sudah berapa banyak skenario hidup mereka yang Renjun tonton, membuatnya hapal di luar kepala tabiat sepasang kekasih itu.

Chenle yang dewasa, terbiasa mandiri, pekerja keras, dan tidak mau memperlihatkan kelemahannya di depan orang lain; namun di belakangnya memendam kesedihan dan amarah yang begitu mendalam.

Jisung, sosok supel yang tampak kuat, harga diri tinggi, ekspresif, dan dapat diandalkan; tetapi menyimpan ketakutan yang luar biasa akan penolakan, dan kepercayaan diri yang rapuh.

Serta dirinya,

Huang Renjun,



si kakak tidak tau diuntung yang menari-nari di atas penderitaan adik tirinya.

"Semua amarah lo itu.... Harusnya dikasih ke gue. Bajingan yang terlalu takut buat nolongin lo gara-gara ga mau kebahagiaannya ilang......" ucapnya dengan suara bergetar. Tangis Renjun kembali pecah, penyesalan kembali menyelimutinya.

Ia memiliki semua yang bisa ia harapkan: masa kecil yang bahagia, hidup berkecukupan bersama dua orang tua yang selalu mencintainya. Ketika ibu kandungnya meninggal karena sakit, ayahnya selalu ada untuknya. Dan ketika ayahnya menikah lagi, ia kembali mendapatkan kasih sayang yang tulus dari ibunya. Semua itu membuat dirinya tumbuh menjadi pribadi yang ceria dan penuh percaya diri, namun sedikit manja.

Renjun menikmati masa remaja yang indah, berkuliah lalu bertemu dengan kekasih yang sangat mencintai dan menjaganya.

Kebahagiaannya sempurna.



Hingga sebuah sore hari tiga tahun lalu, ketika kakak sepupu dari ibu tirinya, Kun, mengajaknya bertemu di kafe dekat kampusnya.



flashback

"Kak tumben ngajak ketemu di luar? Biasanya mampir ke rumah?" tanya Renjun saat ia sampai ke meja tempat Kun duduk. Segelas es amerikano sudah tersedia untuknya, yang tanpa basa basi tentu saja langsung ia minum setelah lelah berjalan dari kampusnya dengan tas yang cukup berat.

"Iya Njun, ada hal penting yang mau Kak Kun omongin sama kamu. Kamu tarik napas dulu, kalo udah siap bilang" jawab Kun dengan nada serius. Renjun mulai merasa ada yang tidak beres. Ada apa ini?

"Ah elah kak apaan si, biasa aja kali. Langsung aja dah, Kak Kun mau ngomong apa?" tanya Renjun dengan tawa renyahnya, walaupun di dalam hatinya ia deg-degan juga.

Kun menghela napas panjang, dan mulai berbicara. "Ok, kamu dengerin kakak dulu ya sampe habis, ini sebenernya hal yang seharusnya kakak omongin ke kamu dari dulu, tapi sampe sekarang kakak belum cerita-cerita karena ka-"

"Kak lama bat openingnya udah kayak pembukaan UUD" 

"Jangan dipotong Renjun." tatapan Kun menjadi sangat tajam. Renjun pun mulai takut dan membisikkan kata 'maaf' sambil menunduk dan kembali meminum es amerikanonya.

"Kakak belum cerita karena Tante dan Om ngelarang. Tapi kakak rasa sekarang udah waktunya kamu tau, karena kamu punya peran di sini. 

Njun, Ibu kamu punya anak kandung sebelum nikah lagi sama Om. Adik tiri kamu. Namanya Zhong Chenle, mahasiswa hukum di univ ini juga, umurnya beda setahun sama kamu. Mungkin kamu pernah liat orangnya. Sejak Tante menikah lagi sama Ayahmu. Kak Kun yang selama ini tetep nengok dia, nyisihin gaji kakak buat dia."

One More Chance | Sungle/Chenji story ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang