Bagian 5. Dua Sejoli di Minggu Malam

531 77 1
                                    

"Ji", panggil Chenle pelan. 

Malam telah jatuh di Ibu kota itu dan kedua tokoh utama kita sudah berada di taman samping sungai, seperti ide Chenle tadi. Setelah berjalan menyusuri sungai untuk menikmati matahari terbenam sambil bertukar cerita, sekarang mereka beristirahat di lapangan rumput tempat para pasangan dan beberapa keluarga bersenda gurau. Pandangan Chenle lalu terpaku pada segerombolan anak-anak di hadapannya yang sedang bermain bola dengan penuh tawa, di sekitarnya orang tua mereka menjaga anak-anaknya dengan senyum khawatir -takut anaknya jatuh. Sebuah keluarga yang bahagia.

Chenle yang sedang berbaring di atas paha kekasihnya itu lalu membalikkan wajahnya dan kembali memanggil pelan, "Jisung". Si empunya nama, yang sedari tadi sedang bengong sambil memainkan rambut kekasihnya, segera mengarahkan pandangannya ke wajah manis yang sekarang menatap dirinya. Tatapan yang terlihat hangat, dan segera mengukir senyuman di wajah Jisung yang secara tidak langsung menjawab panggilan Chenle.

"Makasih ya" ucap Chenle lembut. Matanya mulai berkaca-kaca seiring dengan ucapannya, dan seketika raut wajah Jisung berubah khawatir. Kekasihnya itu jarang sekali menangis; sejak pertemuan mereka pertama kali hampir 10 tahun lalu, jumlah Chenle menangis mungkin dapat dihitung jari. Jisung segera mengelus pipi kekasihnya lembut, lalu bertanya, "Chenle kenapa tiba-tiba?"

Chenle menyeka kedua matanya sebelum air mata itu mengalir. "Ngga apa-apa Ji, aku mau bilang makasih aja sama kamu. Makasih tetep ada buat aku, bahkan setelah kita lost contact pas SMA, dan sama-sama sibuk pas kuliah, kamu tetep ada buat aku." Chenle menggigit bibir bawahnya menahan tangis. Entah apa yang membuatnya tidak dapat mengontrol emosinya saat tiba-tiba teringat masa lalunya. Mungkin karena ia juga sedang kurang istirahat?

Chenle menggenggam tangan Jisung yang masih terus mengelus pipinya lembut.

"Cuma kamu Jisung, yang bisa aku panggil rumah..." lanjut Chenle dengan senyuman sendu.

Jisung berusaha keras menahan air matanya. Berbeda dengan Chenle, dirinya mudah sekali menangis dan terbawa suasana, apalagi kalau untuk hal-hal yang menyangkut pacar tercintanya itu. Jisung mengangkat wajahnya untuk mencegah air matanya jatuh, dan sekilas dapat ia lihat sebuah keluarga yang sedang bercengkrama di depan mereka.

Ah, itu dia yang penyebabnya Chenle bersedih, gumam Jisung. Pemandangan keluarga bahagia. 

Bahagia yang tidak pernah kekasihnya rasakan. Kekasihnya memang tidak berasal dari keluarga yang baik-baik saja. Lahir dari pasangan yang dijodohkan tanpa persetujuan keduanya, Chenle tidak pernah merasakan hangatnya keluarga. Ingatan masa kecilnya diawali dengan memori bagaimana ayahnya melakukan kekerasan fisik dan psikis kepada ibunya. Seakan tidak cukup menderita, Chenle pun menjadi objek pelampiasan ibunya yang putus asa. 

Saat ayahnya meninggal dunia ketika Chenle berusia 7 tahun, ibunya lalu hidup dengan bersikap acuh tak acuh terhadap dirinya. Dan setelah ibunya menikah lagi, Chenle langusng dikirim untuk sekolah dengan asrama tanpa sempat bertemu dengan keluarga tirinya. Kelanjutan hubungan mereka hanyalah kiriman biaya hidup yang terlampau kecil setiap bulannya, yang lalu tidak lagi dikirim setelah Chenle masuk kuliah. 

Salah sekali Jisung ikut mengingat-ingat kisah Chenle. Sekarang tangisnya tidak terbendung lagi, dan Chenle dapat melihatnya yang masih terus melihat ke arah langit, mulai sesenggukan dengan tangan yang bergetar. Air mata mengalir ke dagunya, dan menetes ke dahi Chenle. 

Chenle langsung mendudukan diri di depan Jisung, merasa bersalah karena menyebabkan Jisung menangis tersedu. "Jisung maaf.... aku bikin kamu nangis", ucap Chenle sambil menyeka air mata pujaan hatinya. Jisung menggeleng cepat, dan menarik napas panjang untuk menenangkan tangisnya, dan menggenggam tangan Chenle.

One More Chance | Sungle/Chenji story ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang