"Anak-anak, besok kita pulang ke rumah Eyang, ya," ujar Seungwoo tiba-tiba. Mereka masih di meja makan, suapan terakhir Hanse baru saja melewati kerongkongan, menutup rutinitas makan malam ini. Seungwoo bahkan tak mau menunggu lama untuk membuka percakapan.
"Ada apa, Pa? Eyang kenapa?" Sejun bertanya khawatir.
"Nggak ada apa-apa. Kita udah lama, kan, nggak pulang ke rumah Eyang. Mumpung besok libur, long weekend, dan kalian nggak ada yang sibuk, jadi Papa mau ajak kalian ke rumah Eyang. Bisa, kan, ya?"
"Eyang beneran nggak kenapa-napa? Papa ngajaknya mendadak banget." Kali ini Subin yang menimpali.
"Beneran. Dua kali libur panjang kita belum sempat ke sana, loh. Eyang telepon Papa kemarin, katanya kangen sama kalian. Daripada Eyang yang ke sini, mending kita yang jenguk ke sana, kan?"
Anak-anak saling menoleh, melempar pandang satu sama lain, seolah berdiskusi melalui batin. Kemudian mereka kompak mengangguk. Setuju.
Seungwoo memang harus meminta persetujuan anak-anak sebelum mengajak mereka berlibur atau mengunjungi kampung halamannya. Setelah mereka beranjak dewasa, masing-masing memiliki kesibukan dengan jadwal berbeda. Kegiatan kampus dan sekolah kadang juga terjadwal di akhir pekan. Mau tidak mau, untuk hal seperti ini mereka harus berembuk dulu untuk menyesuaikan hari libur.
Seungsik dan Chan tak banyak berkomentar, karena mereka bekerja di rumah tanpa terikat jadwal, mereka hanya mengikuti saja kesepakatannya. Setelah makan malam berakhir, anak-anak itu langsung ngacir ke kamar untuk mengemasi barang-barang yang akan mereka bawa besok.
♧♧♧
Kia Grand Sedona platinum graphite yang dikendarai keluarga kecil Seungwoo melaju tenang membelah jalanan lengang. Suasana di dalam mobil mulai hidup setelah hampir empat jam hanya diliputi bunyi napas teratur penumpangnya yang pulas.
Seungwoo menyalakan music player, lagu-lagu nostalgia 90-an mengalun dengan volume sedang ke seantero kabin mobil. Ia mulai bersenandung sambil kepala mengangguk-angguk dan jemari mengetuk-ngetuk setir pelan, mengikuti irama lagu. Di sampingnya, Seungsik sibuk mencamil roti sambil bergantian menyuapinya.
Kondisi di kursi bagian tengah agak rusuh, Subin yang duduk di tengah mencoba menyabotase area jendela yang didominasi kedua kakak kembarnya. Hanse dan Byungchan mengambil alih seluruh area ternyaman di masing-masing sisi. Tadi saat mobil mulai memasuki perbatasan kota dan langit timur sudah mulai terang, keduanya terbangun dan membuka kaca mobil, menikmati udara pagi yang sejuk dan masih bersih. Seungwoo yang lebih dulu melakukan itu, ia sengaja mematikan AC dan membuka kaca agar udara dapat bebas masuk.
Sedangkan kondisi di kursi belakang tampak paling tenang. Penghuninya sedang berkelana ke alam mimpi. Chan dan Sejun tidur beradu kaki, kepala masing-masing bersandar di jendela mobil, entah sudah berapa kali mereka berganti posisi hingga akhirnya jadi begitu.
Awal berangkat dari rumah dini hari tadi, Chan yang memegang kemudi dengan Sejun yang menemaninya di kursi penumpang, mengawasi kondisi jalanan. Seungwoo tak cukup berani mengemudi dalam keadaan gelap karena daya penglihatannya yang kurang baik. Setiap kali mereka berkendara malam, pasti Chan yang dapat bagian mengemudi. Karena hari sudah mulai terang dan Chan juga tampak lelah, Seungwoo mengambil alih kemudi dan melanjutkan sisa perjalanan.
Subin melipat tangan di dada, bibirnya manyun, mukanya cemberut; lagi-lagi kakak kembarnya tak ada yang mau mengalah. Ia kesal dan akhirnya memilih menutup mata, membiarkan kedua kakaknya memuaskan mata menikmati pemandangan di luar sana.
Hanse dan Byungchan kompak menyembulkan kepala di kaca jendela yang terbuka lebar, angin menerpa wajah mereka dengan lembut. Sejauh mata memandang, lahan persawahan membentang di sepanjang kanan-kiri jalan, terhampar seperti permadani berbahan wol. Bayangan gunung tertutup kabut tampak samar-samar terlukis di kanvas raksasa tanpa garis tepi. Burung-burung kecil bertengger membentuk barisan di sepanjang kabel listrik yang teruntai dari satu tiang ke tiang lainnya di antara pembatas petak sawah. Persis gambar pemandangan yang sering dibuat Hanse saat di sekolah TK dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KELUARGA PELANGI [VICTON]
FanficDua puluh tahun menikah dan dikaruniai empat orang anak yang mulai beranjak dewasa membuat Kirana bersyukur bisa bertahan sejauh ini mengingat ia pernah ingin menyerah di awal pernikahan. Ia bahagia dikelilingi orang-orang tercintanya, suaminya Seno...