(24) Piknik Bersama Om Chan

22 7 7
                                    

"Subin, ayo bangun! Kita piknik!" Chan berseru lantang di telinga Subin yang masih tidur pulas. Alih-alih membuka mata, Subin malah bergerak memunggungi Chan sambil mendengkus sebal, tak lupa tangannya meraih bantal untuk menutup telinga.

Hari ini sedang libur akhir semester. Seperti prinsip Subin yang ditirunya dari Sejun, libur sekolah harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk bermain dan mengistirahatkan jasmani dan rohani, alias tidur selama yang kamu bisa.

Semalam Subin habis begadang bermain gim dengan Seungwoo setelah sedikit memaksa. Padahal Seungsik sudah mewanti-wanti supaya Seungwoo beristirahat karena harus bekerja paginya, tetapi suaminya itu mana pernah bisa menolak kemauan anak bungsunya. Bukannya ia terlalu memanjakan Subin, tetapi memang jarang sekali Seungwoo bisa bermain dengan Subin sejak anaknya mulai masuk SMP, jadi selagi ada kesempatan, maka ia gunakan sebaik mungkin.

"Ayo, dong, Dek. Nggak baik anak perjaka bangun siang." Chan masih membujuk, tetapi Subin tetap bergeming.

Chan tidak lantas pergi dari kamar Subin meskipun keponakannya itu menolak bangun. Ia memilih duduk di tepi tempat tidur Sejun yang tak terpakai, sibuk memutar otak untuk menemukan cara supaya si Bungsu mau diajak piknik.

Chan menjetikkan jari ketika sebuah ide muncul di kepalanya. Ia tersenyum licik sambil kembali menghampiri Subin yang masih dalam posisi memunggunginya. Dengan hati-hati Chan duduk di ujung tempat tidur Subin, dekat dengan kaki anak itu.

"Bin," panggil Chan dengan suara lembut. "Skateboard Om Chan yang di kamar itu udah nggak dipake, lho. Tadinya mau Om pindahin ke gudang aja biar nggak numpuk barang di kamar, tapi setelah dipikir-pikir, nanti malah rusak kalo disimpen di gudang. Jadi, Om kepikiran buat jual, mayan bisa jadi duit."

"Jangan, Om!" Subin tiba-tiba terbangun dan langsung duduk tegak. "Jangan dijual! Mending buat Subin aja." Dengan mata yang masih setengah terpejam dan rambut awut-awutan, dia mencoba menyahuti ucapan Chan.

"Kamu mau bayar?" tanya Chan sambil menahan tawa.

Subin menggeleng lemah. "Kasih Subin aja, nggak pake bayar. Sayang banget, sih, kalo jatuh ke orang lain. Ya, Om? Ya?" Subin masih membujuk, bahkan sekarang sambil memegangi lengan Chan dan mengayun-ayunkannya.

"Boleh. Tapi ada syaratnya."

"Ya ampun, masih pake syarat? Kenapa nggak cuma-cuma aja, sih? Sama ponakan sendiri juga."

"Walau sama anak sendiri pun, barang berharga, ya, ada harganya, nggak bisa diwariskan secara gratis. Inget ini, ya, Bin. Untuk mendapatkan sesuatu kamu harus mengorbankan sesuatu." Chan memungkas dengan kata-kata bijak.

Subin bersungut-sungut. "Iya, iya. Berapa? Aku bayar, duitku banyak."

"Nggak pake duit," jawab Chan sambil nyengir.

Subin menatapnya dengan kening berkerut. "Lah, terus?"

"Hari ini kamu ikut piknik. Deal!"

"Ih, apaan main deal-deal aja? Kan, Subin belum iyain," protes Subin atas keputusan sepihak Chan.

"Udahlah, ikut, ya? Ada Jinsol juga, kok."

"Jinsol? Emangnya Om Chan mau piknik sama siapa?"

Chan nyengir lebar hingga matanya menyipit. Malu-malu dia menjawab pertanyaan Subin. "Kita berempat, Bin. Kamu, Jinsol, Om Chan, sama Tante Jiyeon."

"Idih, Om Chan, nih. Mau pacaran, kok, ngajak anak kecil?"

"Ih, siapa yang mau pacaran? Kan, ada Jinsol juga. Kasian dia sendirian, nggak ada temen seumuran, takut anaknya bosen ngobrol sama orang dewasa. Makanya Om ngajak kamu."

KELUARGA PELANGI  [VICTON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang