White Tulip

5 2 0
                                    

POV TANA

Sinar matahari siang ini cukup bersahabat. Panasnya cukup bisa ditolerir oleh perantau yang sudah bertahun-tahun tidak pulang. Belajar dan berkarir di negeri Sang Führer selama empat tahun, membuat pria lajang ini sangat merindukan keluarga maupun berbagai hal menyenangkan yang hanya tetap terasa homey di sini. Tetapi, kenangan manis yang dibungkus pahit di masa sekolah menengah masih tersimpan manis. Setiap detail kenangan seakan tetap tergambar dalam ingatan.

Tana tak pernah sedikit pun berniat untuk melupakan kisah romansa remajanya. Terkadang sebelum tidur, ia membuka lapisan plastik perekat yang disipan di dalam sebuah kotak kayu berwarna coklat. Plastik bening yang berisi sebuah gelang berwarna hitam. Gelang itu ia raba dengan lembut, seakan Tana sedang memegang sebuah benda lama yang mudah rapuh, gelang itu masih terlihat baik, namun warnanya sudah pudar dimakan waktu. Melihat gelang itu seakan memutar kaset memory kenangan hingga berakhir dengan rasa penyesalan.

Tana berjalan sambil menarik sebuah koper merah berukuran besar. Koper itu sebagian besar berisi souvenir maupun berbagai titipan dari para sepupu. Bagaimana dengan teman? Tana melalui masa remajanya dengan sikap yang sangat tertutup. Walaupun ia sangat populer di sekolah, tetapi Tana yang introvert dan pemalu hanya memiliki teman yang dapat dihitung oleh jari. Hal ini berbeda dengan Tana dewasa yang terbiasa hidup mandiri di negeri orang, ia menjadi terbiasa untuk bersosialisasi dan menjadi sosok yang friendly agar dapat bertahan hidup di sana.

Tana menghampiri jejeran taxi bandara, sang supir yang paham seger meraih koper dan menyimpannya dengan aman di bagasi belakang. Tana yang sudah duduk di bangku penumpang, segera mengeluarkan ponsel dari saku outer untuk mulai menyalakan kembali ponselnya.

"Password wifinya apa Pak?" tanya Tana saat Pak Supir sudah duduk di hadapan kemudinya.

"Itu mas" tunjuk Pak Supir pada sticker yang tertempel di dashboard depan.

"Oke Pak, makasih" jawab Tana yang langsung berkutat pada ponselnya.

"Kemana Mas tujuannya?" tanya Pak Supir saat melajukan mobilnya menuju pintu keluar.

Tana melirik sekilas ke arah jam digital di layar yang menampilkan argo taxi.

"Hotel Royal Pakuan" jawab Tana yang langsung menyandarkan kepalanya, seakan ia ingin beristirahat sejenak selepas penerbangan panjangnya.

Drrrttttt

Drrrttttt

Getaran kuat ponsel dalam genggaman, memaksa Tana untuk membuka matanya. Sesaat ia menatap pada layar ponsel datarnya, lalu mengusap tombol hijau dan berbicara dengan suara paraunya. Nampak jelas wajah lelah dan sayu darinya.

"Assalamu'alaikum Mih" jawab Tana dengan mata yang masih terpejam.

Mami : Wa'alaikumsalam. Udah sampe mana De? Koq nggak nagabarin Mami?

Tana : Maaf Mih, Dede mau kabarin kalau udah sampe hotel aja ntar. Sekarang masih di taxi.

Mami : Kamu lagi tidur De?

Tana : Iya tadi, tapi sekarang lagi ngobrol sama Mami.

Mami : Ga suka Mami telp? Gak kangen sama Mami?

Tana : Nggak gitu Mih, jangan marahlah. Dede kan cuma bilang aja yang sebenernya. Mami masih praktek?

Mami : Iya, kayaknya mami pulang malam nih ada 3 operasi hari ini. Kamu pulang minta jemput Pak Toni aja. Nanti Mami bilang ke dia, kamu pulang jam berapa?

Coreana Agashi (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang