Happy Reading ❤️
Beberapa kali membuka galeri dan menatap lekat foto seorang wanita yang sangat ia cintai. Rindu dan rasa bersalah menyeruak menjadi satu. Tiga hari belakangan ini, dia tidak mengunjungi rumah mantan mertuanya. Sekedar menemui putrinya pun tidak. Revan lebih sering berinteraksi dengan Meira lewat telepon. Memberikan berbagai alasan yang masuk akal untuk mengelabuhi anaknya itu agar tidak mendesaknya untuk bertemu dengan Meira.
Karina tidak ada kabar sama sekali setelah kekacauan yang ia buat. Wanita licik itu benar-benar membuat dunia Revan runtuh. Membuat Revan tak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada bukti. Percuma menjelaskan kalau tidak ada bukti, Zahra tidak akan percaya.
Stres dan lelah menyerangnya. Revan demam. Sedari pagi tidak bangkit dari ranjangnya. Sang ibu yang beberapa kali mengetuk pintu pun hanya dibalas kata 'tidak apa-apa' oleh Revan.
Tring ....
[Mas, Meira pengen ketemu kamu. Bisa ke sini?]
Satu pesan dari Zahra. Senyuman tipis terbit di bibir pria berusia 32 tahun itu. Zahra menurunkan egonya demi Meira. Lalu, apakah Zahra juga akan mengalah jika Meira memintanya untuk kembali pada Revan?
"Aku tau apa yang harus aku lakukan," kata Revan sembari menyibak selimutnya.
Revan menyambar handuk, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Sepuluh menit kemudian, pria itu keluar dari kamar mandi dan menuju lemarinya. Memilih baju yang cocok untuk ia kenakan hari ini.
Tiga puluh menit sudah berlalu, akhirnya Revan sudah siap dengan penampilannya yang membuat para kaum hawa tak bisa beralih saat menatapnya. Tampan dan keren. Siapa yang tidak jatuh hati dengan Revan?
Setelah menyambar kunci mobil dan mengantongi ponsel dan dompet, Revan pun keluar dari kamar. Dilihatnya kedua keponakan yang sedang duduk di depan televisi. Menghampirinya dan basa-basi sebentar, kemudian beralih pada sang ibu.
"Revan mau usaha dulu, ya, Bu. Doa'in Revan supaya usaha Revan berhasil," pamit Revan seraya mencium punggung tangan Ibunya.
"Usaha apalagi, Nak? Emangnya, restoran itu gak cukup?" tanya sang ibu lirih.
"Bukan, Bu. Ini usaha yang beda," jawab Revan dengan senyuman penuh arti.
"Usaha apa? Kamu gak macem-macem, kan?"
"Nggak lah, Bu! Revan ini lagi usaha memboyong Zahra ke rumah," jawab Revan.
Ibu tampak terkejut. Memboyong Zahra ke rumah? Itu hal yang paling ditunggu oleh ibu. Ibu masih menunggu kembalinya Zahra. Hanya Zahra yang ibu inginkan untuk menjadi menantunya.
"Revan pamit, ya, Bu."
"Iya. Hati-hati, ya, Nak," jawab ibu dengan penuh harap. Semoga Revan berhasil membawa Zahra ke rumah untuk menjadi menantunya kembali.
***
Pagi ini Zahra dikejutkan dengan kedatangan Joffy. Pria itu tiba-tiba datang dengan sikap yang berbeda. Agak dingin dan irit bicara. Yang membuat Zahra terkejut adalah cincin yang melingkar di jari manis Joffy. Pria itu sudah menikah?Joffy sedang menemani Meira belajar. Zahra datang membawa meminuman dan cemilan. Joffy hanya tersenyum tipis saat menatap Zahra. Membuat Zahra bingung dengan perubahan sikap Joffy. Apa karena dia sudah menikah? Jadi, Joffy menjaga jarak darinya. Lalu, tujuannya ke sini untuk apa?
"Diminum, Jop," titah Zahra masih memanggil Joffy dengan panggilan kesayangannya.
"Ya. Jangan memanggilku dengan sebutan itu lagi," balas Joffy datar.
"Jop---eh---Joffy? Kamu---"
"Aku ke sini untuk mengundangmu datang ke acara resepsi pernikahanku," potong Joffy d dengan cepat sembari menyodorkan benda persegi panjang berwarna merah.
"Kamu udah nikah? Kok gak ngomong, sih?"
Joffy diam. Dalam hatinya, dia sangat merindukan wanita cantik itu. Namun, ada hati yang harus dia jaga. Istrinya. Perempuan yang lebih berhak mendapatkan hatinya. Jujur, Joffy masih ada rasa dengan Zahra.
"Aku harap, kamu datang."
"Pasti, dong!" jawab Zahra yang matanya tak lepas dari undangan tersebut.
"Istri kamu orang Indonesia? Wah, kenal dari mana?" tanya Zahra dengan antusias.
"Di Bandara," jawab Joffy singkat.
Zahra hanya mengangguk. Atensinya beralih pada seseorang yang sedang berdiri di dekat Meira. Revan. Dengan tatapan yang tak bisa diartikan, Revan menyapa Zahra dan Joffy.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
"Kebetulan kamu ada di sini. Aku mau ngasih ini." Joffy menyodorkan undangan pernikahannya ke arah Revan.
"Datang, ya. Aku permisi dulu." Joffy beranjak dari sofa.
Setelah kepergian Joffy, Zahra menatap Revan yang masih mematung dengan tangan yang memegang undangan pernikahan. Tatapannya menyendu. Revan meremas undangan tersebut hingga tak berbentuk, kemudian membuangnya ke sembarang arah. Membuat Meira yang lagi fokus belajar, tersentak kaget.
"Oh, oke. Aku pulang dulu. Meira, Papa pulang dulu, ya. Maaf, aku gak bisa dateng."
***
Jangan lupa vote and comment!
KAMU SEDANG MEMBACA
EX HUSBAND (END)
Não FicçãoPernikahan yang sudah dibina selama hampir sepuluh tahun itu kandas karena hadirnya orang ketiga. Zahra tidak pernah menyangka bahwa pelakor yang merusak rumah tangganya itu adalah sahabatnya sendiri. Revan merasa sangat menyesal dan merasa kehilan...