05. Beni

35.8K 2.3K 79
                                        

Happy Reading ❤️

                              *****

Ben menatap Zahra diam-diam. Zahra selalu memenuhi pikirannya beberapa hari belakangan ini. Rasa kagum didalam hati Beni kian bertambah dan menjadi rasa suka. Beni tersenyum tipis. Kakinya ia langkahkan untuk menghampiri Zahra yang sedang sibuk dengan laptopnya.

Ben menyodorkan satu botol air mineral ke hadapan Zahra. Wanita itu mendongakkan kepalanya, menatap Beni dengan alis mengernyit. Zahra menerima minuman dari Beni.

"Makasih," ucapnya pelan.

"Sibuk banget," ucap Beni seraya melirik Zahra.

"Iya. Tugas lagi banyak," jawab Zahra datar.

"Aku suka sama kamu." Sontak, Zahra menghentikan aktivitasnya dan menatap Beni.

Beni memang seperti itu orangnya. Tidak suka basa-basi dan langsung to the point. Beni menatap Zahra yang menatapnya datar. "Maaf, Mas. Saya sudah punya anak," ucap Zahra sembari menutup laptopnya dan membereskan buku-bukunya.

Tak hanya Beni yang terkejut mendengarkan penuturan Zahra, pria yang sedari tadi memperhatikan mereka pun juga terkejut. Ada rasa tak percaya. Beni mengejar Zahra yang sudah berlalu meninggalkannya.

'Wann? Zahra, ich warte immer auf dich. Ist das die Antwort nach elf Jahren Wartezeit?' batinnya.

"Zahra!" Beni menahan lengan Zahra. Sontak, Zahra langsung menepisnya.

"Kamu bohong, 'kan?" tanya Beni menatap Zahra penuh harap.

"Nggak, Mas. Buat apa saya bohong. Saya memang sudah punya anak, umurnya udah delapan tahun. Jadi, Mas jangan pernah suka sama saya," jawab Zahra ketus, lalu melenggang pergi.

Masih belum percaya dengan ucapan Zahra, Beni pun berniat mengikuti Zahra. Zahra sempat mampir ke supermarket, dan akhirnya mobil mewahnya terparkir di halaman sebuah rumah mewah. Beni takjub melihat rumah Zahra.

Hingga, anak kecil berlari menghampiri Zahra dan memeluknya. Beni percaya. Ia mengerang frustasi. Ia tak pernah berhasil ketika mendekati perempuan. Dengan wajah kesalnya, Beni pun melajukan mobilnya meninggalkan rumah Zahra.

***
Amel merenungi kesalahannya. Menjalin hubungan dengan suami sahabatnya memang kesalahan yang sangat besar. Sampai saat ini, ia masih mencintai Revan. Namun, Amel sadar diri, penghianat sepertinya tak pantas mendapatkan Revan.

Sedangkan Revan, ia merasa senang setelah mendengarkan suara Zahra. Meski, mantan istrinya itu berkata ketus. Namun, itu sudah cukup mengobati rasa rindunya dengan Zahra.

Revan kini bekerja dengan Hendra, menjadi sekretaris Hendra. Hendra adalah penyelamat hidupnya Revan dan keluarganya. Revan sangat berterimakasih kepada Hendra dan Zahra. Karena Zahra lah yang memperkenalkan Hendra kepada Revan.

"Ada meeting kagak? Gue mau nemenin Amel nganterin Nyokapnya kemo," tanya Hendra seraya menatap Revan yang sedang sibuk dengan ponselnya.

"Nggak, sih. Setau gue, Mamahnya Amel kalau kemo akhir bulan atau nggak awal bulan," jawab Revan.

"Lo tau banget tentang Amel, ya?" cibir Hendra seraya menatap Revan sinis.

"Ya, gitu. Gue sama dia udah dua tahun dan udah beberapa kali nemenin Mamahnya kemo," balas Revan.

"Selama itu? Gue salut sama lo. Nggak pernah ketahuan sama Zahra," ucap Hendra dengan senyuman mengejek.

"Van, gue harap, lo nggak terlalu berharap kalau Zahra bakal balik lagi sama lo. Gue tau Zahra, gue tau masa lalunya. Ada satu cowok yang selalu ngejar-ngejar Zahra dari saat Zahra masih tinggal di Jerman dan saat masih SMA pun dia masih ngejar. Gue yakin, kembalinya Zahra ke Jerman bakal bikin cowok itu makin gencar buat dapetin hatinya Zahra," lanjut Hendra.

                              *****
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang