02. Masa Lalu dan Penyesalan Amel

75.1K 4K 135
                                    

Happy Reading❤️

   
                            ****

Zahra dan Meira sudah sampai di Jerman. Negara dimana Zahra dilahirkan. Wanita berdarah Jawa-Jerman itu tak perlu khawatir. Dia tak sendiri, karena ada Meira tentunya. Tak hanya itu, Zahra masih memiliki saudara disini dari keluarga almarhum Mamahnya. Meski, hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja.

Perdebatan sembilan tahun yang lalu membuat keadaan menjadi runyam. Bahkan, Paman dan Bibi Zahra pun enggan berbicara padanya. Semua itu karena Zahra memilih menikah dengan Revan. Saat itu memang keluarga dari almarhum Mamahnya tidak setuju dan Zahra sudah dijodohkan dengan pria pilihan mereka. Namun pada akhirnya, mereka hanya bisa diam, menyaksikan Zahra menikah dengan Revan.

Jujur, Zahra malu jika bertemu dengan Paman dan Bibinya. Zahra sedikit menyesal karena tak mendengarkan ucapan mereka. Dan sekarang, ia malah mendapatkan luka dari pria yang selama ini ia bela dan perjuangkan.

"Wah, rumahnya bagus banget, gede lagi. Nggak kayak rumah Papah," celetuk Meira seraya menatap kagum rumah megah milik keluarga Zahra itu.

"Meira suka dengan rumahnya?" tanya Zahra seraya menatap anaknya itu.

Meira mengangguk antusias. "Kenapa nggak dari dulu aja kita tinggal disini? Pasti Papah juga senang melihat rumah ini," ucap Meira membuat Zahra terdiam.

"Ayo, kita masuk. Kamu pasti lelah," ucap Zahra mengalihkan pembicaraan.

Zahra tidak mau mendengar nama Revan lagi. Meski, nama Revan masih ada dihatinya, namun rasa benci itu lebih besar daripada rasa cintanya. Zahra tidak tau sampai kapan dia akan membenci Ayah dari anaknya itu. Biarlah waktu yang menghapus rasa bencinya dan mulai ikhlas dengan apa yang sedang ia jalani.

Keesokan harinya. Meira sangat ingin berjalan-jalan. Beberapa kali membujuk Mamahnya, akhirnya Zahra setuju. Bukan tidak mau, tapi saat ini ia sedang sibuk menata semua barangnya dan barang Meira.

"Zahra?" Wanita berusia 28 tahun itupun menoleh ke arah samping.

Seorang pria bertubuh tegap, serta memakai pakaian formal itu sedang berdiri di hadapannya. "Arthur?" Zahra berucap ragu. Takut salah menyebut nama.

"Stimmt. Ich bin Arthur," ucap pria bernama Arthur itu. (Benar. Aku Arthur.)

"Er ist dein Sohn?" tanya Arthur seraya menatap Meira. (Dia anakmu?)

Zahra mengangguk. "Ja. Wie geht es Ihnen?" tanya Zahra balik. (Iya. Apa kabar?)

"Wie du siehst," jawab Arthur seraya terkekeh pelan. (Seperti yang kamu lihat.)

"Ih! Mamah sama Om ngomong apa, sih? Meira nggak ngerti!" kesal Meira. Zahra dan Arthur pun menoleh ke arah Meira.

"Maafkan aku, Girl. Nama kamu siapa?" tanya Arthur pada Meira. Ternyata, Arthur fasih berbahasa Indonesia.

Zahra mengamati interaksi dari Arthur dan Meira. Anak gadisnya itu tampak bahagia mengobrol dengan Arthur. Arthur pandai membuat candaan, hingga membuat Meira tertawa terpingkal-pingkal.

"Suami kamu kemana?" tanya Arthur beralih menatap Zahra.

Zahra terdiam. "Aku sudah pisah dengannya." Zahra tersenyum paksa.

"Maaf, aku tidak bermaksud. Kalau boleh tau, kenapa kalian berpisah? Bukankah dulu kamu sangat memperjuangkannya?" tanya Arthur membuat Zahra menunduk malu.

"Dia menghianati aku, Ar. Maaf, mungkin ini balasan untukku karena telah memperlakukanmu dengan buruk dulu," jawab Zahra.

"Hei, kau tidak perlu meminta maaf. Aku mengerti, Zahra. Lagipula, aku sudah menemukan pengganti kamu. Lupakan saja masalah yang dulu," ucap Arthur.

Arthur yang dulu ingin dijodohkan dengan Zahra. Dulu Zahra selalu memperlakukan Arthur dengan buruk, Zahra sering menyalahkan Arthur ketika dirinya bertengkar dengan Revan. Padahal, itu tidak sepenuhnya salah Arthur. Sekarang, Arthur sudah berbahagia dengan wanita pilihannya, dan berbanding balik dengan dirinya yang diselingkuhi oleh Revan.

***
"Mas Revan, aku minta maaf. Seharusnya, dulu aku tidak menggodamu dan tidak menerimamu. Mungkin, sekarang Zahra masih ada disini. Aku dan Zahra masih berteman baik." Amel menatap Revan dengan tatapan sendu.

Revan menatap Amel dengan rasa penuh kebencian. Tidak ada tatapan kagum lagi untuk wanita yang ada dihadapannya saat ini. Dua hal yang membuat Revan menganggumi Amel dan memilih mendua. Kedewasaan dan kasih sayangnya. Namun sekarang, rasa kagum dalam diri Revan lenyap seketika bersamaan dengan hancurnya rumah tangganya dengan Zahra.

Bayang-bayang Zahra dan Meira selalu menghiasi setiap malamnya. Kehilangan dua orang yang berharga baginya itu sangat menyakitkan. Namun, rasa sakit yang ia terima tak sebanding rasa sakit yang ia timbulkan untuk Zahra.

"Gue benci sama lo! Kenapa lo harus hadir?! Kenapa?!" bentak Revan.

"Van, udah! Lo nggak bisa cuma nyalahin Amel. Lo juga salah, kalian sama-sama salah. Semua udah terjadi. Zahra nggak akan terima lo lagi, Van. Gue tau wataknya Zahra. Gue saranin, mending kalian nikah aja. Toh, semuanya juga udah terjadi, kan?" sahut Hendra.

"Lo gila?! Bahkan, saat ini gue benci sama dia! Yang ada dihati dan pikiran gue cuma Zahra. Nggak ada yang nggak mungkin, Dra.  Gue bakal dapetin Zahra lagi." Revan melenggang pergi, meninggalkan Amel dan Hendra.

Tubuh Amel melemas. Ia terisak pelan. Amel pun tidak menyangka bahwa dirinya bisa menghianati Zahra. Ia dan Zahra berteman semenjak masih kecil. Amel menyesali perbuatannya. Pesona Revan membuatnya khilaf. Apalagi, sikap Revan yang sangat manis padanya.

"Udah, Mel. Lo nggak usah nangis. Tangisan lo nggak akan buat Revan dan Zahra rujuk," ucap Hendra seraya menatap Amel datar.

"Gue nyesel, Dra!" ucap Amel parau.

"Gue juga kecewa sama lo, Mel. Kita berteman sejak kecil, tapi lo malah merusak itu semua karena cinta. Cinta terlarang lo sama Revan! Tapi, gue juga nggak bisa ninggalin lo. Gue tau lo lagi rapuh. Gue teman yang baik, Mel. Bukan temen yang nusuk temennya dari belakang." Ucapan Hendra membuat Amel semakin merasa bersalah.

Iya! Semua ini karenanya!


                                   ****
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang