07. Calon Papah Baru

31.5K 2.1K 77
                                    

Happy Reading ❤️

                              *****

Zahra hanya terdiam dan enggan menatap pria yang ada di depannya tersebut. Tamu tak diundang tersebut tersenyum tipis kala menatap wajah Zahra yang masih seperti anak ABG. Zahra yang sadar dirinya sedang ditatap pun berdecak kesal.

"Kamu kenapa kesini?" tanya Zahra kesal.

Pria itu terkekeh. "Salah kalau ketemu mantan terindah aku?" Zahra menatap pria itu tajam.

"Mantan?! Kita nggak pernah pacaran, ya, Jo!" tegas Zahra. Memang benar, dulu mereka tidak pernah pacaran.

Pria yang bernama lengkap Joffy Roberto itupun lagi-lagi terkekeh. Ia senang sekali melihat wajah Zahra yang sedang kesal. Lucu, menurutnya. Bertahun-tahun menanti Zahra membuka hati untuknya, dan pernah menyerah ketika mendengar kabar bahwa Zahra sudah menikah. Dan sampai akhirnya, Joffy kembali mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan wanita pujaan hatinya.

Dalam hatinya, Joffy meledek Revan yang sampai berani menghianati wanita secantik Zahra. Joffy tidak pernah bisa melupakan Zahra. Wanita itu terlalu sempurna untuk dilupakan.

"Apa senyum-senyum?!" ketus Zahra seraya menatap Joffy tajam.

"Jangan ketus-ketus gitu dong sama dosen sendiri. Nanti dapat nilai E, lho," ucap Joffy membuat sang empu terdiam.

'Si Jopi dosen gue? Mampus!" rutuknya dalam hati.

"MAMAH! PAPAH MAU NGOMONG, NIH!" Teriakan menggelegar dari bibir mungil Meira membuat Zahra dan Joffy menoleh ke arah tangga.

Gadis mungil itu berjalan menuruni anak tangga dengan hati-hati sembari bergumam. Mata indahnya menatap pria yang juga sedang menatapnya itu dengan tatapan bingung.

"Om ini siapa, Mah?" tanya Meira dengan wajah polosnya.

"Calon Papah baru kamu, Sayang." Tentu saja bukan Zahra yang menjawab.

"Jopi! Apaan, sih!" Joffy beralih menatap Zahra lekat, lalu sedetik kemudian tersenyum manis.

"Masih inget nama panggilan itu rupanya," gumam Joffy yang masih bisa didengar oleh Zahra.

"Eh, katanya Papah mau ngomong. Sini ponselnya!" ucap Zahra yang guna untuk menetralkan jantungnya yang berdegup sangat kencang.

Baru saja Zahra hendak berbicara, namun Revan mengakhiri panggilan dengan sepihak, membuat Zahra mengernyit. Mungkin saja, ponsel Revan kehabisan baterai.

***
Hendra menatap Revan heran. Sejak pulang dari meeting tadi, sekretarisnya itu hanya diam saja. Wajahnya pun tidak seceria kemarin. Ya, meski semenjak Zahra pergi Revan memang tidak ceria lagi. Namun, mantan suami dari sahabatnya itu beberapa hari belakangan ini sering tersenyum gembira saat setelah bisa menelpon anak dan mantan istrinya.

Hendra menepuk tangan Revan dua kali. Revan pun tersadar dari lamunannya dan menatap Hendra datar.

"Kenapa?" tanya Hendra sembari duduk di sofa yang telah ia sediakan di ruangannya.

Revan menggeleng lemah. "Apa yang selama ini gue takutin beneran terjadi, Dra," jawab Revan dengan nada lemah.

"Maksudnya?" tanya Henda belum paham maksud dari perkataan Revan.

"Kemarin gue telpon Zahra, pas Meira mau ngasih ponsel Zahra tiba-tiba ada suara cowok. Pas Meira tanya ke Zahra, cowok itu jawab kalau dia calon Papah barunya Meira. Apa Zahra mau nikah, Dra? Dia bilang sesuatu sama lo?" jelas Revan seraya menatap Hendra sendu.

"Nggak tuh. Kalaupun iya, yaudah kali, Van. Zahra juga berhak bahagia. Lo nggak boleh egois kayak gitu. Lagian, salah lo sendiri yang udah selingkuhin Zahra," jawab Hendra santai.

"Gue mau ke pantry dulu," lanjutnya sembari beranjak pergi keluar dari ruangannya.

"Argh!" Revan menggeram frustasi. Ia mengusap wajahnya kasar.

"Zahra milik gue!" gumamnya penuh penekanan.

Hendra yang sedari tadi menguping Revan dari luar ruangan pun tersenyum miring. Ia menggelengkan kepalanya melihat Revan yang tampak sangat kesal.

"Salah sendiri selingkuh. Udah tau bininya cantik, masih aja belum puas," gumamnya seraya terkekeh penuh kemenangan.

Hendra senang jika Zahra bersanding dengan pria lain. Dia takkan membiarkan sahabatnya itu kembali lagi pada Revan. Sudah cukup luka yang Revan torehkan. Wanita sebaik Zahra pantas mendapatkan kebahagiaan yang tulus. Biarkan Revan hidup dengan penyesalannya.

Nyatanya, Hendra tak sebaik itu. Dia memang baik karena telah membantu Revan. Tapi, dendamnya kepada Revan masih ada dan Hendra akan senang jika Revan menderita.

 
       

                             *****
Jangan lupa vote and comment!

EX HUSBAND (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang