"8"

1.8K 224 11
                                    

"Aaakk...."

Chenle membuka mulutnya lebar-lebar. Menunggu sendok berisi nasi dan potongan-potongan kecil ikan di genggaman Haechan untuk masuk ke dalam mulut kecilnya itu. Matanya sampai menyipit lucu, tapi Haechan tetap diam.

Mark yang sadar istrinya itu melamun langsung mengusap pelan punggungnya. "Hei, sayang."

Haechan terlonjak kaget.

"E-eoh? Ya, kenapa hyung?" Mata laki-laki manis itu mengerjap-ngerjap saat menatap Mark.

"Apa yang sedang kau pikirkan, hm? Chenle sudah menunggumu menyuapinya." Mark tersenyum tipis.

Haechan sekali lagi terlonjak. Anaknya itu bahkan sudah mangap sangat besar di hadapannya, seolah siap menelan apa saja yang akan datang. Membuat ia sedikit tertawa melihatnya. "Gemasnya...."

Mereka sedang makan di sebuah restoran pinggir jalan yang tidak jauh dari tempat Jaemin dan Jeno. Walau lebih tepatnya hanya Chenle yang makan, karena anak itu sudah ribut berbicara ingin makan dengan pengucapan yang masih terbata.

Dan kini Haechan yang sempat menunda acara makan anaknya itu akibat melamun, akhirnya kembali melanjutkan kegiatan suap-menyuapnya.

"Baby, lihat ini. Ada pesawat terbang dataanggg." Haechan menggerakkan tangannya meliak-liuk sebelum akhirnya sendok makan terakhir berhasil landing dengan mulus di mulut Chenle. Sementara anak itu hanya terkikik girang menyaksikan tingkah mamanya.

Hati Mark menghangat memperhatikan interaksi dua orang tercintanya, istri dan anaknya yang sangat ia sayangi.

"Ayo kita pulang." Mark kemudian menurunkan Chenle yang semula di pangkuannya.

"Tidak."

Haechan menggeleng pelan. "Kau pulanglah duluan dengan baby, hyung."

"Tapi kenapa?" Alis camar Mark langsung menukik tajam. Heran dengan pernyataan dari lelaki gembulnya itu.

Meremat ujung kemejanya kuat, Haechan tampak gelisah. "Perasaanku tidak enak, hyung...."

"Itu sebabnya kau melamun?" Potong Mark.

"Iya...."

"Lalu apa yang akan kau lakukan?" Mark berusaha tetap fokus bicara sambil menahan Chenle yang ingin berjalan menjauh darinya.

"Aku akan kembali pada Jaemin dulu sebelum pulang. Dia adikku dan aku mau memastikan keadaannya. Bagaimana pun ini pertama kalinya dia keluar setelah sekian lama. Nanti hyung tidak perlu menjemputku."

Haechan lalu bangkit, begitu juga Mark. Mereka keluar dari restoran dengan Mark yang menggenggam tangan Chenle.

Pria dominan itu mengusak rambut Haechan sebelum berpisah. "Hati-hati, aku akan menunggumu di rumah."

Haechan mengangguk.

"Aku menyayangimu." Mark mengecup bibir Haechan sekilas, lalu pergi.

Haechan melangkah kembali ke tempat terakhir ia meninggalkan Jaemin dan melihat bahwa laki-laki itu sedang bersama seorang anak laki-laki yang asing. Siapa dia?

Tapi belum juga Haechan melangkah dua kali, seseorang mendadak menabraknya dari samping hingga tubuhnya sedikit berputar dan hampir saja terjatuh. Beruntung ia bisa menahan kestabilannya.

Haechan berdiri tegak dan mengangkat kepalanya. Ia hendak memarahi orang sialan yang berani membuatnya hampir mencium tanah. Tapi bukan orang itu yang Haechan lihat. Orang yang dicarinya sudah tidak ada, melainkan ia melihat Jeno yang sedang menahan tubuh seorang laki-laki cantik yang juga nyaris terjatuh, sama sepertinya barusan.

Sampai situ Haechan masih biasa saja. Yang tidak bisa ia tolerir adalah saat beberapa saat setelahnya laki-laki cantik itu bangkit dan menyambar bibir Jeno dengan cepat. Mata Haechan langsung melebar. "Apa-apaan...."

Refleks Haechan menoleh pada Jaemin. Dan matanya semakin melebar dibuatnya. Jaemin juga melihat tepat ke arah yang sama.

Ini gawat.

Akan segera terjadi perang rumah tangga.

"Ternyata firasatku benar...." Haechan menggigit bibir bawahnya. Perasaan tidak enaknya bukan sekedar perasaan semata, melainkan firasat seorang kakak.

Jaemin adalah adik Haechan. Mereka kembar tak identik yang selisih 5 menit. Dan ikatan darah memang tidak pernah berbohong menyangkut hal seperti ini.

Haechan segera menghampiri Jaemin. Wajah adiknya itu sudah pucat pasi. Jaemin shock dan Haechan tahu betul itu.

Jaemin menyadari keberadaan Haechan tidak lama kemudian. Ia menatap yang lebih tua sedang berlari padanya dengan ekspresi khawatir yang sangat kentara. "Haechan, kau kembali...."

Jaemin tersenyum getir. Perasaan kaget, kesal, dan marah bercampur aduk dalam benaknya sekarang. Kejadian tadi bisa jadi bukanlah salah Jeno, Jaemin tahu itu. Jeno bukan orang yang berkhianat seperti itu. Tapi tetap saja....

Jeno itu miliknya, hanya dia.

Tidak boleh ada siapa pun yang menyentuhnya. Setidaknya selama Jaemin masih hidup.

"Just mine...."

Hingga Jaemin akhirnya sampai pada batasnya. Tubuhnya lelah dan hatinya tak karuan. Menyebabkan pandangan di sekitarnya perlahan menggelap.

Sebelum tumbang, Jaemin bisa melihat Jeno yang juga berlari ke arahnya selain Haechan.

Benarkah apa yang ditangkap matanya itu? Benarkah Jeno juga khawatir padanya?

Jaemin tersenyum tipis.

"My Hubby...."

Dan akhirnya hanya kelam yang tampak.

Me After You [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang