"18"

1.5K 180 8
                                    

Jaemin mematung sebentar. Matanya terus memperhatikan boneka beruang yang masih berada dalam genggamannya. Ia kaget.

"Hic."

"Jaemin? Kau baik-baik saja?" Jeno mengusap punggung Jaemin. Sesekali menepuknya pelan.

Lelaki manis itu refleks menutup mulutnya dengan kedua tangan, lalu menggeleng kecil. Kepalanya mendongak menatap Jeno lucu dengan masih menutupi bibir tipisnya. "Hic, hic."

Terkekeh pelan, Jeno lantas segera meraih segelas air putih di atas nakas samping ranjang Jaemin dan membantunya minum, "Pelan-pelan saja, sayang." Tangan Jeno lalu mengusak pelan surai istrinya.

"Masih cegukan?" Tanya Jeno.

Jaemin menggeleng. Tanpa aba-aba ia mencubit pinggang Jeno sampai pria tampan itu memekik cukup kencang dan tertawa puas setelahnya.

"Astaga, malah tertawa.... Itu sakit, Jaemin. Kenapa mencubitku, hm?" Jeno memegangi pinggangnya yang kini cukup nyeri. Biarpun manis, tapi cubitan Jaemin tidak pernah main-main.

Lelaki mungil itu lantas cemberut. "Itu balasan karena membuatku kaget sampai cegukan."

Jeno terkekeh lagi sambil masih mengusap-usap pinggangnya. "Kaget? Why, baby?"

Tolong tahan Jaemin agar tidak membuang Jeno ke laut.

"Aku kaget dengan pernyataan cintamu yang tiba-tiba, memang harus diperjelas ya?"

"Lalu?"

Jaemin tampak bingung. "Lalu apa, Jenoo??"

Pria tampan itu tersenyum kecut, meskipun semua senyumnya hampir terlihat sama akibat eye smile-nya. Ia menghela napas. "Tidak ingin mengatakan sesuatu sebagai balasannya?"

Baru saja Jeno melihat Jaemin seperti ingin melontarkan sesuatu dari bibir tipisnya, pintu kamar rawat itu terbuka. Mengalihkan atensi mereka seluruhnya pada Mark dan Haechan yang masuk dengan wajah tertekuk.

Mark tampak menggandeng Haechan erat, enggan melepasnya. Membuat Jaemin heran tapi tetap melempar senyum manisnya untuk mereka. "Selamat datang, ada apa dengan wajah kalian? Apa terjadi sesuatu?" Tanyanya.

"Memang terjadi sesuatu." Pria beralis camar itu langsung menatap Haechan, dan kembali pada Jaemin. "But before that, kami membawa ini untukmu, Jaemin."

Mark melangkah mendekati Jaemin, menyebabkan Haechan otomatis ikut tertarik bersamanya dengan mulut cemberut. "Beautiful flower for a beautiful person," ucap Mark. Tangannya menyodorkan sebuket bunga matahari berwarna kuning cerah pada lelaki manis di hadapannya.

"Eoh? Bunga matahari, hyung?"

Haechan mendengus malas. "Dia memang bodoh."

"Lee Haechan."

"Apa?"

"Ingin bertengkar di sini?"

"Ck, kenapa juga kau membeli bunga matahari untuk Jaemin? Jaemin tidak suka," balas Haechan tak mau kalah.

"Sudah kubilang saat membeli bunga tadi, aku malah teringat padamu bukan Jaemin."

"Makanya kubilang kau bodoh, Mark hyung."

"Ekhem," tegur Jeno. Bunga itu diambil olehnya. "Sebenarnya kalian kenapa lagi? Aku benar-benar pusing."

"Tadi Haechan tiba-tiba hilang."

Jeno dan Jaemin tentu melotot bersamaan. "Hilang?!" Mereka melihat ke arah orang yang kini membuang mukanya karena sedang dibicarakan.

"Aku bosan menunggu di mobil, dan kebetulan merasa lapar. Jadi aku hanya pergi ke restoran di sekitar sana," bela lelaki gembul itu.

Mark menyela, "Tanpa memberitauku."

"Tapi aku bukan anak kecil, Papa!"

"Tetap saja, kau bahkan meninggalkan ponselmu di mobil begitu saja," ucap Mark frustrasi. "What if something bad happen, mbul? Aku tidak akan memaafkan diriku sendiri. Kau tidak tau betapa terkejutnya aku tadi."

Dan kali ini, Jaemin setuju dengan Mark. "Minta maaf, Haechan. Berjanjilah kau tidak akan mengulanginya."

Haechan menunduk. Memainkan jemarinya. "Maaf."

Tepukan tangan Jeno membuat mereka semua memandangnya. "Terima kasih untuk bunganya, walaupun itu bunga matahari. Sekarang kalian boleh selesaikan masalah kalian lebih lanjut di rumah...."

"....Kami tidak menerima orang yang sedang bertengkar."

Mark mengangkat dagu Haechan, mengecup bibirnya sekilas. Mengundang pekikan gemas dari Jaemin. "Ayo pulang, baby bear," ucap Mark sambil tersenyum. Ia tetap menggandeng tangan Haechan bahkan setelah mereka saling mengatakan salam perpisahan dan pergi.

"Nah sekarang ...," Jeno memandang iris mata lelaki manisnya lekat-lekat dan mendekatkan wajahnya pada Jaemin, hanya menyisakan jarak beberapa senti. "... apa kau tidak mau menciumku juga?"

Jaemin bisa merasakan hangat napas Jeno yang menerpa wajahnya pelan. Dalam diam ia balas memandang tatapan suaminya yang setajam elang, seolah Jaemin adalah mangsanya yang tidak bisa dilepaskan begitu saja.

Jaemin dengan perlahan naik ke pangkuan Jeno. Mengalungkan tangannya manja di leher pria tampan itu tanpa memutuskan kontak mata. Ia tersenyum remeh. "Kau mau cium juga?"

"Of course," Jeno menahan pinggang Jaemin. "Kau bahkan belum membalas pernyataan cintaku tadi."

Kekehan manis mengalun indah dari bibir mungil Jaemin. Ia memasang ekspresi jahil sambil memainkan ujung rambut Jeno. "Ung, t-tapi gimme milkshake ccetelah itu hng?" Mata puppy eyes-nya menatap Jeno.

Jeno berbisik di telinga yang lebih muda. "Anything for you, tapi hanya setelah kondisimu membaik."

Mendadak Jaemin cemberut. "Aku mau sekarang~~~"

"Nanti, honey."

"Kalau tidak ada nanti bagaimana?" Tanya Jaemin, yang dibalas sentilan pelan dari Jeno di keningnya. "Jangan sembarangan, Jaemin."

"Besok, ya?"

Jeno menghela napas gusar. Istrinya keras kepala sekali. "Okey, okey. Besok aku berikan, sayang."

"Yeaayy!!" Jaemin berteriak sambil tersenyum riang.

Jaemin kemudian menempelkan bibirnya dengan milik Jeno. Menahan tengkuk pria tampan itu untuk memperdalam ciumannya.

Mereka saling melumat. Dan Jeno sama sekali tidak membiarkan tubuh Jaemin menjauh. Ia menarik pinggang Jaemin hingga tubuh mereka menempel.

Jeno melepas ciuman itu sebentar untuk meraup kembali oksigen, lalu melahap habis bibir Jaemin lagi. Melumat bibir atas dan bawahnya bergantian. Rasanya manis, sungguh candu.

Jaemin menghentikan kegiatan mereka. Tangannya mendorong dada Jeno menjauh. Ia menempelkan kening mereka bersama, menggesekkan hidungnya pada hidung bangir suaminya lalu memejamkan matanya. "You know that I love you too, hubby."

Me After You [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang