"9"

1.9K 244 20
                                    

Double up✨

Biar galaunya gak setengah2 baca ini

Sebenernya spesial author's birthday si tanggal 22 besok hehe, happy birthday for me😘

Makanya jangan males-males vote sama komennya, tak hiihhh nih

Udah ah segitu aja

Enjoy

.
.
.
.
.

--{MAY}--

Tepat tengah malam Jaemin dipindahkan ke ruang ICU karena kondisinya yang menurun drastis dan memerlukan perawatan intensif. Kini laki-laki manis itu masih setia terlelap.

Jeno keluar dari dalam ruangannya dengan wajah lesu. Jaehyun dan Taeyong yang juga sudah menunggu sejak tadi, langsung menghampirinya.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Taeyong, cemas. Jeno lantas menggeleng sebagai jawaban. "Tidak ada tanda-tanda dia akan bangun dalam waktu dekat."

Jaehyun bisa menyadari tubuh anaknya itu perlahan sedikit bergetar menahan tangis. Ia membawa Jeno duduk di kursi terdekat dan mengelus lembut punggungnya, menguatkan. "Percayalah padanya, Jeno. Papa yakin dia akan membuka matanya sebentar lagi. Jaemin anak yang kuat."

Taeyong mengangguk setuju. Memeluk Jeno dengan sayang, ia lalu berbisik pelan di telinga anak semata wayangnya. "Jaemin kita pasti akan kembali...."

Sementara di sisi lain Haechan baru saja pulang. Hari sudah sangat larut dan Mark datang menjemputnya, memaksanya kembali ke rumah meski awalnya laki-laki berkulit tan itu sempat memberontak tidak mau dan masih ingin menunggui Jaemin. Mark akhirnya terpaksa memanggulnya seperti karung beras agar menurut.

"Sebaiknya kau juga pulang dan istirahat, Jeno. Kami akan menjaga Jaemin di sini," titah Taeyong. "Kau pasti lelah setelah mengajak Jaemin jalan-jalan seharian."

"Tapi-"

"Dengarkan mamamu, Jeno," potong Jaehyun cepat.

Jeno hanya mampu mengangguk pasrah saat kedua orang tuanya sudah berkata demikian dan dengan berat hati meninggalkan rumah sakit.

"Apa kali ini Jaemin akan sungguh bertahan...?" Taeyong berbalik menatap Jaehyun. Meminta jawaban sebab dirinya sendiri pun tak yakin. Segala ucapannya beberapa saat yang lalu hanya sebatas penyemangat untuk Jeno.

Jaehyun menghela napas dalam. Perasaan tidak yakin juga menyelimutinya. "Entahlah, bubu. Semoga saja akan ada keajaiban. Hanya itu yang bisa kita harapkan."

Tidak lama kemudian terdengar seseorang yang terburu-buru melaju ke arah mereka. Jaehyun dan Taeyong menoleh, memperhatikan asal suara di mana terdapat seorang pria berperawakan tinggi dengan memakai jas hitam sedang berlari menghampiri seperti orang kesetanan.

Itu Johnny.

"Di mana? Hah, hah.... Di mana anakku?" Peluh membanjiri kening Johnny, tapi pria itu tampaknya tidak peduli. Yang ia pedulikan sekarang cuma melihat wajah putranya.

"Anakmu yang mana?"

Johnny memukul lengan Jaehyun dengan geram. "Jangan bercanda di situasi seperti ini! Sama sekali tidak lucu."

"Tapi aku tidak bercanda! Siapa yang kau cari, Haechan atau Jaemin?" Jaehyun meringis memegangi bekas pukulan besan sekaligus temannya itu. Rasanya sangat menyengat.

"Tentu saja Jaemin, dasar bodoh! Di mana dia?"

Taeyong bergegas menengahi. Kedua orang di depannya itu akan membuat keributan jika dibiarkan semakin lama. "Kalian! Bersikaplah dewasa sedikit," omel Taeyong. "Dan Johnny, dia ada di dalam," ucapnya sambil menunjuk ruangan Jaemin.

Taeyong menahan Johnny yang sudah tidak sabaran ingin masuk.

Pria tinggi itu lantas mendecak kesal. "Kenapa lagi? Jangan menahanku, Taeyong."

"Kau sudah mencuci tanganmu?" Tanya Taeyong, menginterogasi.

Johnny seketika mengeluarkan cengirannya. "Belum."

"Ck, cepat cuci tanganmu dan jangan berisik saat di dalam. Kondisi anakmu sedang memburuk."

Johnny masuk setelah menuruti ucapan Taeyong. Dengan perlahan kakinya mendekati bangsal tempat Jaemin terbaring. Bisa ia lihat putra bungsunya itu tertidur pulas seperti tidak ingin terbangun lagi.

Johnny seketika menegang.

Ruangan yang sama.

Suasana yang sama.

Kejadian yang sama.

Dan karena penyakit yang sama.

Hanya orang yang terbaring di sana yang berbeda.

"Jaemin sayang...."

Johnny semakin mendekat. Di kepalanya terputar memori lama secara berulang-ulang seperti kaset rusak. Masih lekat di ingatannya Doyoung yang terpejam di sebuah ruangan ICU dengan segala peralatan penunjang hidup menempel pada tubuhnya.

Istrinya itu harus dilarikan ke rumah sakit dan dirawat intensif karena kondisinya yang mendadak turun saat mereka berdua sedang bersantai bersama di ruang keluarga sambil berpelukan.

Jika saat itu Doyoung akhirnya menyerah bertahan setelah beberapa minggu berlalu, maka Johnny tidak akan membiarkan hal yang sama juga terjadi pada Jaemin.

"Buka matamu, sweetheart. I'm here, Daddy sudah di sini. Daddy sudah kembali dari luar negeri untukmu." Tangan Johnny bergerak menyusuri pipi gembil putranya. Mengelusnya lembut seolah Jaemin adalah kaca rapuh yang mudah pecah.

"Kau bilang di telepon kalau kau merindukan daddy, apa itu bohong? Kau bahkan tidak membuka matamu saat aku datang sekarang."

Air mata pria tinggi itu jatuh setetes. "Maaf, daddy jarang mengunjungimu dan lebih sering menemui Haechan. Karena setiap melihat wajahmu, daddy jadi teringat dengan mommy. Wajah kalian benar-benar mirip," ucapnya sambil tertawa getir.

Johnny memperhatikan wajah Jaemin dengan seksama. Doyoung sungguh mewariskan segalanya padanya. Lekukan dan garis wajahnya, sifatnya yang manis dan manja, bahkan penyakitnya pun ia wariskan pada putra bungsu mereka.

Johnny hanya berharap nasib Jaemin tidak akan serupa dengan ibunya. Ia tidak mau dan tidak bisa kehilangan Jaemin juga karena alasan yang sama. Cukup Doyoung saja, tidak lagi yang lainnya.

"No...."

Johnny jatuh bersimpuh. "Kumohon, Tuhan.... Jangan ambil Jaemin juga. Aku tidak akan sanggup."

Jemari seorang ayah itu kemudian melingkupi jemari mungil Jaemin. Dan akhirnya tetesan-tetesan air mata lain pun mengikuti. Ia mengecup bertubi-tubi punggung tangan anak lelaki manisnya.

"Daddy is here, daddy will be waiting for you ... as long as you want, my little bunny."

"So please, open your eyes...."

Me After You [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang