"21"

1.4K 141 12
                                    

Hari selanjut dan selanjutnya, Renjun menghabiskan banyak waktunya untuk mencari tahu tentang Jeno. Asal-usulnya, data pribadinya, apa yang ia suka dan tidak, semuanya. Tidak terlalu sulit karena Renjun menyuruh beberapa bawahan andalannya untuk membantunya.

Lee Jeno.

CEO muda meneruskan perusahaan ayahnya, yang jelas tampan, baik hati, jujur, tidak sombong, bertanggung jawab, setia, dan yang paling penting sudah beristri.

Garis bawahi, sudah beristri.

Renjun bangun dari alam mimpinya dengan wajah tertekuk. Tangannya mengacak rambut yang sudah seperti singa menjadi semakin berantakan. "Oh shit, aku bahkan masih mengumpulkan nyawaku." Lelaki cantik itu menampol keras pipinya sendiri.

Ayolah, bahkan hal yang ia ingat di pagi hari saat matanya baru terbuka adalah semua fakta itu. Nyaris sempurna, hanya saja Jeno sudah milik orang.

Saat Renjun beranjak dan melangkahkan kakinya ke arah dapur, ia sama sekali tidak kaget melihat Guanlin di sana. Berdiri menjulang memasakkan sesuatu, kelihatannya untuk mereka berdua. "Apa yang kau masak, tiang?"

Sudah biasa, Guanlin tidak akan tersinggung lagi dikatai seperti itu. "Sudah bangun?"

"Aku bertanya apa yang kau masak, bukan menyuruhmu bertanya balik." Renjun dengan segala keangkuhannya.

Jangan lupa mereka sudah bersama sejak kecil, jadi Guanlin tahu betul bagaimana sifat lelaki bertubuh kecil itu luar dalam. Ia memindahkan telur gulung yang sudah matang ke atas piring saji, lalu memberikannya pada Renjun duluan. "Kau bisa lihat sendiri." Kemudian mengambil telur untuk dirinya.

"Cih, tinggal menjawab saja apa susahnya." Dan Renjun pun mulai makan dengan tenang. Oh iya, ia sudah menggosok giginya tadi.

Jika kalian penasaran, ini adalah apartemen Renjun. Ia tinggal seorang diri karena tidak mau bersama dengan orang tuanya lagi, sudah besar katanya. Dan di hari libur seperti ini, Guanlin akan selalu datang sejak pagi. Renjun sudah memberikannya izin, juga memberitahunya password masuk apartemen.

Kini lelaki cantik itu bertanya-tanya. Apakah tidak masalah memberitahu Guanlin soal itu? Ia menelan nasi dalam mulutnya. "Hey, tiang."

Tapi Guanlin diam saja.

Renjun menatap pria di hadapannya yang masih sibuk mengunyah. Rasanya gugup sekali, entah kenapa. Ia menggigit bibir bawahnya pelan. "Aku pikir aku jatuh cinta pada pandangan pertama," cicitnya.

Tubuh Guanlin membeku detik itu juga, tanpa disadari oleh Renjun yang pada dasarnya tidak peka. Ia meneruskan kalimatnya, "Dan bodohnya, pada seseorang yang sudah beristri."

Hampir saja pria jangkung itu menyemburkan makanannya keluar. Telinganya tidak salah dengar, kan?

"Dia menyelamatkanku dari penjambret beberapa waktu lalu. Tampan, kuat, pokoknya sempurna untukku."

Guanlin menghela napasnya. "Tidak sempurna, dia sudah punya pasangan. Jangan aneh-aneh." Sepertinya memang ada yang salah dengan otak kecil Renjun.

Terbukti, ia nekat menjelma menjadi stalker. Mengikuti Jeno kemana pun. Minimarket tempatnya biasa belanja, kafe favoritnya, menyusup masuk ke kantornya, bahkan saat Jeno sekedar jalan-jalan santai atau bersepeda.

Renjun sudah gila!

Dari semua perkataan yang pria tampan itu lontarkan padanya ketika ia tertangkap basah, intinya hanya satu.

"Berhenti menggangguku, dasar gila. Urus urusanmu."

Renjun menghela napasnya. Tidak bisa begini, semuanya sia-sia. Ia gelisah, dan kegelisahannya itu sangat ketara jelas oleh Guanlin. Mereka sedang ada di ladang bunga milik keluarga Lai, berdua. Dengan Renjun yang tidak bisa duduk diam sejak tadi, ciri khasnya kalau ia sedang gelisah.

"Kutebak kau nekat mendekati pria itu." Guanlin membuka obrolan, tepat sasaran.

Ia menoleh pada Renjun. Menatap iris matanya lekat-lekat. "Tidak bisakah kau mencari yang lain?" Guanlin misalnya?

Pria jangkung itu mencondongkan badannya ke samping. Mendekatkan wajahnya dengan Renjun perlahan-lahan tanpa melepaskan tatapan tajam dari mata indah itu.

"Masih banyak laki-laki di luar sana," ucap Guanlin lagi. Lalu tangannya menangkup pipi gembil Renjun. "Sekali saja, runtuhkan egomu itu."

Dari jarak sedekat ini, Renjun bisa merasakan napas hangat pria di hadapannya dengan jelas. Bagaimana Guanlin juga menatapnya sangat dalam, ini aneh.

Seperti, bukan Guanlin yang ia kenal.

Tapi Renjun tidak ambil pusing. Ia lebih memilih memikirkan perkataan Guanlin barusan. Mungkin memang benar, Renjun hanya egois. Terlahir di keluarga kaya membuatnya selalu mendapatkan apa yang ia mau, tentu dengan tuntutan yang sebanding pula.

Bisa jadi lelaki cantik itu hanya kagum sesaat, kemudian terpesona karena wajah tampan itu. Dan sudah, hanya sampai di sana. Dadanya tidak berdebar kencang seolah jantungnya akan melompat keluar seperti sekarang saat ia melihat Jeno.

Tunggu dulu, sekarang? Berdebar? Bersama Guanlin?

"Kau terobsesi padanya hanya karena tidak bisa mendapatkannya, mengingat dari kecil Junjun selalu mendapat apa yang ia mau." Kalimat itu menarik Renjun kembali ke dunia nyata, dengan wajah sahabatnya tepat di depannya.

Renjun berdecih pelan. "Berisik," potongnya. Matanya langsung menutup rapat saat ia bergerak memajukan tubuh dan menempelkan bibirnya dengan bibir Guanlin.

Benar, lelaki chubby itu menyayangi si tiang. Dengan catatan, menyayanginya lebih dari sekedar sahabat.

Renjun baru saja menyadarinya setelah sekian abad berlalu.

Wow.

Me After You [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang