"14"

1.7K 216 7
                                    

Setelah ciuman itu berakhir, Jeno mengangkat tubuh mungil Jaemin. Mendudukkan laki-laki manis itu di depannya dengan posisi membelakanginya. Lalu membawa Jaemin untuk bersandar pada dadanya dengan perlahan.

Jeno mulai menceritakan semuanya. Tentang Renjun, bagaimana waktu itu Jeno menyelamatkannya dari penjambret dan menopang tubuhnya yang nyaris terjatuh. Dan tanpa disangka, laki-laki yang lebih kecil itu mencium bibirnya secara tiba-tiba yang katanya sebagai rasa terima kasih.

Juga bagaimana belakangan ini laki-laki keturunan Cina itu berusaha mendekatinya dengan segala cara. Jeno sudah menolaknya berkali-kali, tapi Renjun itu sangat keras kepala. Ia mengikuti Jeno ke mana pun. Minimarket, kafe, pinggir jalan, dan tempat-tempat lainnya hingga Jeno terus menangkap basah dirinya dan berakhir menolaknya dengan keras atau mencampakkannya jika sudah terlalu lelah.

"Jadi begitulah...." Jeno menghela napasnya. Raut muka keruh tampak jelas di wajahnya yang tampan.

"Jujur saja aku sempat kecewa," aku Jaemin.

Menengok pada yang lebih muda, yang Jeno dapatkan kemudian adalah sebuah kecupan lembut di pipi.

Jaemin tersenyum kecil. "Tapi hati kecilku tau kau bukan orang yang seperti itu, yang akan mengkhianati dan kemudian meninggalkanku...."

"....Aku hanya merasa marah sesaat ketika melihatnya."

"Benarkah?" Tanya Jeno tak percaya. Ia memegang dagu Jaemin, mengarahkan wajah laki-laki manis itu padanya lalu menyelam jauh ke dalam iris coklatnya.

"Kau cemburu, sayang."

Semburat merah muda langsung menghiasi pipi hingga telinga Jaemin. "T-tidak!"

"Yes, kau seratus persen cemburu," ucap Jeno sambil terkekeh kecil.

Jaemin lantas merengut lucu. "Aku tidak cemburu, Jeno~~~," rengeknya. "Jangan menggodaku."

"Tapi kau memang cembu-"

"Ck, aku mau kembali! Angkat aku lagi ke kursi roda!" Jaemin meronta dalam dekapan Jeno. Sepertinya ia harus berhenti menggoda Jaemin atau laki-laki manis itu akan benar-benar mendiaminya.

Ah, Jeno jadi teringat sesuatu yang bisa menarik perhatian si manis supaya tidak rewel lagi.

"Honey, apa kau tau?"

Jaemin menggeleng. "Tidak tau."

"Aku kan belum memberitau apa-apa," ucap Jeno, bingung dengan jawaban yang lebih muda.

Jaemin kemudian mendengus. "Makanya aku bilang tidak tau, kau kan belum mengatakan apa-apa."

Jeno mencubit gemas pipi gembil Jaemin dari belakang, dalam hati bersyukur kalau laki-laki di depannya ini adalah istrinya. Kalau itu Haechan, mungkin sudah ia kubur hidup-hidup.

"Apa kau sudah bertemu dengan daddy-mu?" Tanya Jeno.

Jaemin menggeleng lagi. "Daddy Johnny? Dia bahkan mungkin tidak tau kalau aku sedang berjuang antara hidup dan mati di sini."

Jeno mengernyit heran mendengarnya. "Apa ada yang sakit?" Tanyanya. Ekspresinya berubah sedikit cemas. Jaemin hanya tersenyum tipis sebagai jawaban, entah apa maksudnya.

"Tapi apa kau tau?" Jeno menjeda kalimatnya. Tampak merenung sebentar. Memorinya kembali ke saat di mana Jaemin masih tidur dengan damainya.

Jeno lalu menatap Jaemin, begitu juga sebaliknya. Posisi laki-laki manis itu yang membelakanginya menyebabkan mereka hanya melempar lirikan dari ujung ekor mata masing-masing.

"Daddy-mu selalu mengunjungimu semenjak kau masuk ke sini, bahkan setiap hari. Merawatmu, mengecek keadaanmu dengan raut khawatir di setiap saatnya...."

"Bohong," sangkal Jaemin. Ia membuang mukanya, menghindari tatapan Jeno. Meski Jaemin tahu, dalam iris kelam Jeno hanya ada kejujuran.

"Aku bahkan belum pernah menangkap keberadaannya semenjak sadar," ucap Jaemin lagi.

Jeno mengeratkan dekapannya. "Untuk apa aku berbohong? Aku bisa melihat dengan jelas kalau dia menyayangimu, sangat."

"Dia jarang bicara padaku, jadi aku tidak tau apa yang sedang dia pikirkan saat melihatmu," ucap Jeno lagi.

Jaemin mematung.

Tidak bisa dipungkiri ia memang mendengar suara Johnny dengan samar dalam ketidaksadarannya. Sesuatu seperti meminta maaf dan....

Memintanya untuk membuka mata.

Tapi Jaemin tidak yakin. Jika benar apa yang dikatakan oleh Jeno, maka ... ia ingin bertemu dengan ayahnya, sekarang juga.

Jaemin buru-buru meraih ponselnya yang ada di saku. Menelepon seseorang yang kini memenuhi kepalanya tanpa berpikir panjang lagi. "Daddy, daddy, daddy ... kumohon angkatlah," gumamnya pelan.

Sementara Jeno di belakangnya tampak penasaran. "Kau menelepon siapa?" Tanyanya, yang diabaikan oleh Jaemin.

Laki-laki manis itu langsung tersenyum kecil begitu beberapa detik kemudian terdengar suara bariton yang sudah sangat lama sejak terakhir kali Jaemin mendengarnya, ia merindukannya.

"Halo, Jaemin?"

***

50 vote sebelum malming, MAY up lagi

Me After You [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang