"13"

1.7K 211 8
                                    

AGAK WARNING untuk yang masih di bawah umur

.
.
.
.
.

--{MAY}--

Terjadi kecanggungan di antara mereka setelahnya. Jaemin sebenarnya biasa saja. Hanya saja, Jeno yang jadi seperti salah tingkah.

Contohnya sekarang ini.

Jeno sudah mendorong kembali kursi roda Jaemin ke dekat hospital bed. "Mau minum?" Tanyanya, tapi tangan Jeno malah mengambil bungkusan tisu.

Jaemin menghela napasnya. "Jen...." Bibirnya lalu tersenyum lembut. "Aku baik-baik saja. Jangan merasa bersalah jika memang kau tidak salah."

"Jaemin, aku-"

"Jenoo, mama datang~~~"

Pintu putih itu terbuka lagi dan kini menampilkan Taeyong dan Jaehyun, juga Haechan, Mark, beserta Chenle yang tidak lama kemudian muncul di belakang mereka berdua.

Semuanya datang, kecuali Johnny. Dan Jaemin tidak heran, ia memang jarang bertemu dengan daddy-nya.

"Kalian semua datang?" Tanya Jaemin, bingung. Ia menatap satu per satu orang-orang di hadapannya, keluarganya.

Tunggu, apa jangan-jangan karena manisan ubi? Batin Jaemin. Matanya langsung beralih pada Jeno, memicing tajam.

Jeno hanya mengeluarkan eye-smile-nya, seperti biasa. "Katamu kau mau manisan ubi, jadi...."

Astaga, Jaemin ingin memastikan perihal tadi. Tapi tidak mungkin kan laki-laki manis itu melakukannya di tengah keramaian begini? Mustahil ia berucap di depan mereka, "Hei, Jeno ternyata tidak berselingkuh. Hanya dikejar-kejar oleh orang yang terobsesi dengannya saja sampai berani mencium bibirnya di depan umum."

Jaemin sungguh tidak waras jika benar-benar berlaku demikian.

"Jaemin, aku pinjam sofamu," ucap Haechan. Laki-laki gembul itu langsung mendudukkan diri di sana dengan menarik Mark bersamanya, lalu bersender di bahu kokoh suaminya itu dengan Chenle yang terus mengoceh di pangkuan Mark.

Jaemin berdecih melihatnya, "Lee Haechan, kau baru sampai dan langsung bermesraan. Ini rumah sakit, bukan rumahmu sendiri," sindirnya.

"Ssttt, diam. Aku lelah dan sedang tidak ingin berdebat," timpal Haechan. Matanya kemudian memejam, hendak tidur.

"Memangnya kau habis dari mana? Kalau lelah lebih baik pulang saja," Jeno menginterupsi.

Kali ini Mark ikut bersuara, "Kau mengusir kami?"

Haechan berdecak. "Sudah, sudah. Kalian ini malah bertengkar...." ia menjeda kalimatnya. "....Aku dan Mark hyung habis menenangkan Chenle. Anak ini menangis terus setelah tadi pagi disuntik. Jadi bisa tidak usah bertanya lagi? Aku mau tidur sebentar."

Lalu Haechan tidak bersuara lagi dan Mark sibuk dengan Chenle, sementara Jaemin dan Jeno saling berpandangan. Tatapan Jaemin seolah berkata, "Ayo, kita keluar. Aku tidak mau tau, cepat cari caranya."

Di sisi lain, Taeyong tampak semangat mengeluarkan manisan ubi dari tas yang dibawa oleh Jaehyun. "Nah, ini makanan pesanan Jaemin-ku~~~," ucapnya sambil menata beberapa bungkus manisan ubi di atas nakas samping bangsal.

Jaemin menatap Jeno lagi, dan Jeno paham. Jaemin ingin bicara dengannya.

Di luar, berdua saja.

"Ma, aku akan membawa Jaemin jalan-jalan sebentar ke luar. Dia sepertinya butuh udara segar," ucap Jeno tiba-tiba.

Taeyong tampak heran. "Tapi katanya Jaemin ingin makan manisan ubi? Tidak mau dimakan dulu?"

Buru-buru Jaemin menggeleng. "Tidak, mama. Aku akan menyimpannya untuk nanti."

Jaehyun yang sebelumnya diam memperhatikan akhirnya membantu, ia paham anak dan menantunya sedang butuh waktu. "Sayang, biarkan saja. Jaemin sepertinya jengah hanya berada di dalam kamar rawat."

Taeyong mengangguk pasrah. Sebelum membiarkan Jeno mendorong kursi roda Jaemin, laki-laki bermata bobba itu memakaikan jaketnya pada menantunya, lalu mengecup Jaemin di kening. "Jangan lama-lama, di luar dingin menjelang musim dingin," ucapnya lembut.

Taeyong benar-benar memperlakukan Jaemin seperti anaknya sendiri, begitu manis dan perhatian. Persis dengan Jeno.

Jeno lantas membawa Jaemin ke taman rumah sakit dengan perlahan. Sepanjang perjalanan ia akan mendengarkan Jaemin yang berceloteh:

"Jen, langitnya indah ya."

"Hari ini cuacanya bagus."

Dan Jeno akan membalas dengan sesuatu seperti:

"Iya, langitnya memang indah. Tapi sayangnya kau jauh lebih indah di mataku."

"Sebagus apa pun cuacanya, akan lebih bagus jika aku terus bersamamu, honey."

Dan banyak lainnya.

Jangan tanya seberapa merona wajah Jaemin begitu tiba di tempat tujuan. Jeno sampai tertawa saat melihat pipi gembil istrinya yang sudah semerah tomat dan kepalanya yang sedikit tertunduk karena malu, sangat menggemaskan.

"Tapi aku serius ...," Jeno duduk bersila di rerumputan taman. Menatap lurus mata bulat Jaemin sambil tangannya membungkus kedua tangan Jaemin yang ada di atas kaki laki-laki manis itu. "... aku ingin menyatakan sesuatu sebelum meluruskan semuanya."

"Tidak peduli apa pun yang terjadi, apa pun yang kau lihat, apa pun yang kau dengar, kau harus tau bahwa Lee Jeno hanya mencintai Lee Jaemin yang sebelumnya bermarga Seo."

Iya, Jaemin meleleh saat ini. Tapi ia tertawa ketika mendengar kalimat suaminya yang terakhir, "Kenapa harus dengan sebelumnya bermarga Seo? Pftt."

"Memang benar, kan?" Tanya Jeno, bingung.

Jaemin mendadak cemberut. "Cih, kau membuatnya jadi kurang romantis karena itu terdengar lucu."

"Baiklah, baiklah. Diralat-"

"Yak! Lee Jeno, kau pikir ini jawaban ujian yang salah," potong Jaemin.

Jeno ikut cemberut. "Lalu harusnya bagaimana, sayang~~~?" Rengeknya.

"Harusnya begini." Jaemin memajukan wajahnya. Menempelkan belah bibir mereka. Menyesap bibir milik Jeno yang atas kemudian bawah dengan Jeno yang menahan tengkuknya.

Mereka saling melumat.

Tapi Jeno membiarkan istrinya memimpin, membalas ketika Jaemin mengajaknya berperang lidah dan menikmati ketika laki-laki manis itu menyusuri setiap celah dalam rongga mulutnya. Lewat ciuman panas, Jaemin memberitahunya bahwa ia juga mencintainya.

Me After You [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang