"23"

1.6K 145 0
                                    

Kalau berbuat salah itu harus meminta maaf bukan?

Dan juga bertanggung jawab sebisa mungkin. Jadi itulah yang ingin Renjun lakukan sekarang. Berkat semprotan rohani dari Guanlin sebenarnya.

Lelaki Huang itu sudah sangat rapi semenjak tadi pagi. Mengenakan kaos garis-garis, luaran tipis biru muda, dan celana jeans. Ia mematut dirinya di cermin sekali lagi, sempurna.

Tangan Renjun memasukkan sebuah surat ke dalam tas selempang kecilnya, lalu ia keluar dari apartemen dan menemukan Guanlin sudah bersender di pintu mobil sambil memainkan ponselnya.

"Ekhem."

Guanlin mendongak. Tubuhnya membeku sebentar, terpesona dengan penampilan lelaki kecil di hadapannya saat ini. "Cantik...." Bisiknya.

Dahi Renjun mengernyit bingung. "Kau bilang sesuatu?"

"Tidak, ayo masuk." Dengan segera Guanlin membukakan pintu mobil untuk Renjun, menunggunya masuk ke dalam mobil baru setelahnya ia berjalan memutar dan mendudukkan diri di kursi pengemudi.

Renjun menahan pekikannya di tenggorakan saat si tiang itu tiba-tiba mencondongkan badan padanya. Tidak mungkin Guanlin ingin melakukan hal aneh-aneh. Renjun menggeleng, masih mencoba berpikir positif.

Terlalu dekat, hingga akhirnya pekikannya tidak bisa ditahan lagi. Wajah Renjun merah padam sekarang. "MENJAUH DARIKU, TIANG MESUM!"

"AKU BILANG MENJAUH, MENJAUUHH." Huang Renjun berusaha mendorong dada Guanlin, tapi kelihatannya seperti tidak berpengaruh apa-apa. Pria itu bahkan tidak bergeser sedikit pun.

Sudahlah, Renjun pasrah. Ia memejamkan matanya kuat-kuat, habis sudah.

"Kau ini kenapa?"

Hah?

Renjun membuka matanya perlahan, mengintip Guanlin dengan ekspresi menahan tawa di wajahnya. Tangannya bergerak ke samping kepala Renjun, memakaikan lelaki cantik itu sabuk pengaman. "Aku cuma mau membantumu memasang ini. Jangan bilang kau berpikir yang tidak-tidak."

Oh, betul sekali.

Renjun memang sudah berpikir sejauh itu. Tolong tenggelamkan dirinya di rawa-rawa saat ini juga, ia malu!

Dan perjalanan itu diisi dengan Renjun yang membuang mukanya ke jendela dan Guanlin yang terkekeh geli. Jangan tanya kenapa mulut kecil Renjun tidak banyak bicara, wajahnya saja sudah sangat merah seperti kepiting rebus.

Soal hubungan mereka yang baru saja dimulai, tidak banyak yang berubah. Hanya saja si tiang itu menjadi lebih perhatian dan ... berani. Mencuri ciuman dan kecupan dari Renjun contohnya, lalu berakhir dengan lelaki kecil itu yang menghajar Guanlin.

Begitulah.

Kini Renjun sudah berdiri di depan pintu kamar rawat Jaemin, sendirian. Tanpa Guanlin.

"Ini adalah masalahku, jadi aku yang harus menghadapinya sendiri." Begitu katanya pada pria jangkung itu, meski awalnya Guanlin sempat menolak.

Mengambil napas dalam, Renjun akhirnya mengetuk pintu.

Tidak ada jawaban. Mungkinkah tidak ada orang di dalam? Tangannya mencoba mengetuk pelan sekali lagi.

Tok tok

Kali ini pintunya terbuka, menampilkan Jeno dengan wajah datar menatap ke arahnya. Tidak apa, Renjun maklum. Dan dengan izin dari Jaemin, ia akhirnya dibolehkan masuk.

"Selamat sore, Jaemin," ucap Renjun sambil melempar senyuman lebar. "Bagaimana keadaanmu sekarang?"

Lalu dibalas oleh lelaki manis itu dengan senyuman pula. "Aku baik-baik saja, mau duduk? Ah, sepertinya kau lebih nyaman berdiri, kan?"

Renjun mengartikannya dengan, "Kau tidak perlu duduk, cepatlah katakan dan enyah dari hadapanku."

Kamus bahasanya tidak mungkin salah. Renjun sudah bertemu banyak orang, jadi ia sangat paham. Lelaki Huang itu tidak tersinggung. Ia tetap tersenyum. "Aku tidak masalah berdiri di sini saja."

"Dan ini ...," Tangannya menyodorkan Jaemin sebuket aster putih yang sangat cantik. Renjun mampir ke toko bunga sebelum ke sini. "... untukmu. Semoga kau menyukainya."

Untungnya, lelaki manis itu masih mau menerimanya. Ia menyuruh Jeno meletakkannya di vas supaya tidak layu. "Taruh yang benar, hubby," Jaemin menekan kalimatnya di akhir.

Lalu kembali lagi pada Renjun. "Terima kasih.... Eung, Renjun benar?"

Yang ditanya mengangguk. "Benar, salam kenal Jaemin. Ternyata kalau dilihat secara langsung....

.... Kau sangat cantik dan manis."

Apa ini?

Jaemin sebenarnya masih waspada. Tidak tahu apa niat kedatangan lelaki yang bertubuh lebih kecil darinya itu. Tapi apa ini? Tiba-tiba memujinya. "Terima kasih kalau kau berpikir begitu."

Aku memang lebih cantik dan manis darimu.

Tidak, bukannya Jaemin sombong. Hanya saja, seekor ular tidak perlu diberi hati, kan? Repot kalau meminta jantung nanti.

Dan Renjun, juga memahami makna perkataan Jaemin barusan. Soal bagaimana lelaki manis itu bisa sampai dibawa ke rumah sakit, ia juga baru saja mengetahuinya. Itu karena dirinya, ia memang seburuk itu dulu. "Maaf."

Renjun itu....

"Aku egois."

Jaemin dan Jeno saling menatap. Lelaki manis itu seolah meminta penjelasan pada Jeno dari sorot matanya, tapi Jeno mengedikkan bahu. No clue.

Huang Renjun, lelaki angkuh itu membungkukkan tubuhnya. Ia harus melakukannya dengan benar. "Aku sungguh minta maaf atas segala yang sudah terjadi." Itu tulus dari hatinya.

Kemudian hening.

Jaemin hanya diam, membisu.

"Aku tau aku memang kekanakkan."

Memang.

"Dan keterlaluan."

Sangat.

"Oleh karenanya, sekali lagi aku minta maaf," ucap Renjun lagi.

"Keluar."

Renjun menegakkan tubuhnya, apa?

"Aku bilang keluar." Bisa Renjun lihat dengan jelas bahu Jaemin yang bergetar. Lelaki manis itu bahkan meremat erat selimutnya.

Tidak, Jaemin bukannya ingin menangis. Hanya saja, rasa marah, kesal, cemburu, semuanya campur aduk. Emosi memenuhi tubuhnya. "Jeno.... Bawa dia keluar sekarang."

Jaemin sungguh tidak ingin melihat wajah itu, wajah yang terlihat polos tapi nyatanya tidak.

Sebelum Jeno sempat menyeret Renjun, lelaki Huang itu buru-buru mengambil kertas surat dari dalam tasnya. Ia perlahan mendekati Jaemin yang kini bahkan tak ingin sekedar balas menatapnya seperti tadi. "Ini.... Semua yang ingin kusampaikan ada di dalam sini, kumohon bacalah."

"Tidak perlu menyeretku, aku akan keluar sendiri." Lalu Renjun membungkuk sekali lagi. Ia melempar senyuman cantiknya. "Semoga harimu menyenangkan." Dan akhirnya pergi.

Harusnya masalah mereka sudah selesai, bukan?

Jaemin hanya tinggal bilang, "Iya, aku memaafkanmu." Kemudian selesai. Hidupnya kembali tenang.

Tapi tidak ... ternyata tidak semudah itu.

"Aku mau tidur...." Jaemin menarik selimutnya sebatas dada. Perlahan memejamkan matanya.

Mungkin ia akan memaafkan Renjun nanti, iya nanti. Saat hatinya siap.

Me After You [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang