"11"

1.8K 226 4
                                    

"....Apa kau merindukanku?"

Jeno langsung menghambur ke pelukan Jaemin. Merengkuh erat laki-laki manis itu seolah tidak ada hari esok.

"Pertanyaan macam apa itu, huh?" Jeno mencubit pipi yang lebih muda, terlihat kesal.

Sementara Jaemin tertawa kecil mendengarnya.

"Pertanyaan yang aku sudah tau jawabannya, ..." Jaemin menjeda. Ia melepas pelukan itu, lalu menatap lekat-lekat manik kelam Jeno. "... tapi ingin kudengar langsung darimu."

Cup!

Jaemin mendadak merengut lucu. "Yak! Aku tidak meminta kecupan di bibir, aku memintamu menja-"

"I miss you, so much. Sampai rasanya aku mau mati."

Kemudian Jeno mencubit pipi gembil istrinya, lagi. "Puas sekarang?"

"Sejak kapan kau jadi sangat cheesy?" Tanya Jaemin sambil terkekeh.

"Sejak ... menemukan belahan jiwaku, mungkin?"

Jaemin memukul keras lengan yang lebih tua. "Sudah cukup, aku mau muntah sekarang," omelnya. Lalu ia terkekeh lagi. Membuat Jeno ikut terkekeh juga melihat betapa manis laki-laki mungil di hadapannya itu.

Jeno mendekat, hendak menyatukan kembali belah bibir mereka....

Tapi Jaemin menahan mulut Jeno dengan tangannya.

"Eits, ... no, no, cium-cium lagi. Kau bau alkohol."

Jeno cemberut, menyesali perbuatannya. Harusnya ia tidak minum. "Ayolah, sayang. Satu kali saja~~~"

Mendapat gelengan, Jeno hanya bisa pasrah. Ia tergeser saat Haechan tiba-tiba mendorong tubuhnya ke samping hingga jatuh dari atas bangsal.

"Lee Haechan!" Pekik Jeno.

"Jangan berteriak pada istriku," Mark menyela. Yang membuahkan dengusan dari Jeno. "Dasar bucin," gumamnya.

"Kau bilang apa tadi?"

Jeno cepat-cepat menggeleng. "Tidak, bukan apa-apa."

"Sesama bucin lebih baik tidak usah berdebat," sindir Haechan. Lelaki gembul itu kini menggantikan Jeno. Ia memeluk Jaemin dengan erat sambil sesekali mengecup sayang rambut adiknya.

"Dan Haechan, lebih baik kau pindah. Itu posisiku." Tapi Haechan tidak mengindahkan omongan Jeno.

Haechan tetap memeluk Jaemin, bahkan semakin erat seolah mengejek pria berhidung bangir itu. Sementara Jaemin senang-senang saja. Toh, pelukan Haechan sangat hangat.

Namun, Jeno tampak seperti akan mengamuk dan menghancurkan seisi kamar rawat sebentar lagi. Jadi Jaemin berbisik pada Haechan, "Kita lanjutkan lagi nanti. Akan ada singa lepas kalau diteruskan."

Mengangguk mengiyakan, Haechan lantas tertawa pelan. "Kau benar."

"Aku akan mengunjungimu lagi." Haechan mengusak pucuk kepala yang lebih muda. "Jaga dirimu, aku tidak mau melihatmu tidur seperti orang mati lagi."

"Kenapa? Semua orang memang mati pada akhirnya."

"Jaemin!"

Jaemin tersenyum tipis. "Iyaa, sekarang cepat pergilah."

Haechan segera menarik keluar Mark yang sedari tadi asik dengan ponselnya selama lelaki berkulit tan itu berceloteh dengan Jaemin.

Dan kini setelah hanya tersisa mereka berdua lagi, atensi Jaemin jatuh seluruhnya pada Jeno.

"Kemarilah."

Jaemin sedikit bergeser dan menepuk tempat sebelahnya yang kosong. Tentu saja Jeno menurutinya.

Kemudian Jaemin menyenderkan kepalanya di bahu tegap suaminya. Perlahan matanya memejam. "Aku tertidur lama, ya...?"

"Mm, kau seperti putri tidur."

"Kalau begitu aku pasti bangun karena ciumanmu." Jaemin menarik sudut bibirnya.

"Benar, aku terus menciummu tanpa henti selama dua minggu." Jeno mengambil satu tangan Jaemin dan mengelus punggung tangannya pelan, menautkan jari-jari mereka, dan sesekali mengecupnya.

"Pembohong."

"Tapi kau tetap cinta mati padaku, kan?" Goda Jeno.

Setelahnya mereka kompak tertawa. Sepasang suami-istri itu menghabiskan sepanjang malam dalam dekapan. Menghangatkan diri bersama di bawah hangat selimut rumah sakit sambil bercanda dan menggoda satu sama lain sampai terlelap.

Me After You [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang