Prolog

49 7 0
                                    


Miris. Aku yang sedang dikerumuni beberapa karyawan kantor hanya bisa diam dan menatap bos yang berada didepan ku. Matanya terlihat sangat marah.

Hal ini terjadi setelah hilangnya dokumen yang aku kerjakan tadi siang. Berani sumpah bukan aku yang menghilangkannya. Sebelumnya tumpukan kertas itu sudah aku serahkan kepada rekan ku. Semuanya. Bahkan aku masih ingat bagaimana percakapan pendek tadi.

"Saya akan mencarinya lagi sampai dapat" Ujarku dengan posisi berdiri tegak dan kepada menghadap nya.

"Tak perlu repot-repot, anda tidak usah memberatkan diri"

Orang itu berbicara dengan santainya. Rasanya ingin sekali menonjok wajah keriput menyebalkan itu. Tapi aku sadar diri. Sebesar apapun aku membela, tetap saja usaha itu nihil. Pemimpin selalu saja berbuat seenaknya kepada bawahan, mengakhiri keputusan secara sepihak tanpa mau mendengar tentang fakta sebenarnya. Terlebih lagi jika pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai perintahnya, maka ucapan selamat tinggal menunggu.

Aku mengerti kata itu. Bukannya dia memaafkan kesalahan ku tapi dengarlah apa kata yang ia lontarkan selanjutnya. 'Anda hari ini saya pecat'. Ku lirik salah satu karyawan yang sedang berdiri tegak disamping biliknya menyunggingkan senyum kemenangan. Dia. Pasti ulahnya. Akan ku cap wajah mu itu sampai bertemu kembali.

Dengan keadaan dan perasaan yang berantakan aku berjalan ke tempat dimana aku memulai dan mengakhiri kerja ini. Beberapa barang ku masukkan ke dalam tas. Lalu berjalan kearah pintu keluar. Kaki ku tak segan untuk menendang pot yang sengaja diletakkan diantara pintu dan tembok. Masa bodoh dengan apa yang mereka katakan dibelakangku.

Sekarang aku tidak tahu kemana arah tujuan ku selanjutnya. Pulang ke rumah adalah jalan terbaik. Aku bisa menenangkan pikiran sejenak sebelum esok hari mencoba mencari lowongan pekerjaan.

DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang