Sebelas

13 3 0
                                    

Urusan ku sudah beres hari ini. Tinggal bekerja dalam arti yang sebenarnya. Lagi-lagi Rain menghadang ku di pintu masuk. Aku merangkul bahunya agar lebih dekat dan akrab. Dia sama sekali tidak menolak, jadi kami putuskan untuk masuk ke dalam.

Aku berbisik kepadanya, "Apa kamu merasakan sesuatu?"

"Maksud kakak?" dia melepaskan rangkulan ku. Berjalan agak ke depan, matanya tertuju pada rak buku di tempat favoritnya.

"Lupakan. Kamu selalu saja memanggilku kakak, bisakah kamu memanggilku dengan sebutan lain? Misalnya sayang atau sebutan romantis lainnya" Aku memang sengaja menggodanya, karena aku menyukai reaksinya setelah ini. Dia sepertinya berpura-pura tidak mendengar, seolah-olah mengamati buku yang akan dia ambil. Terlihat salah tingkah saat dia membalikkan badan.

"Kamu-sudah-gila"

Lihatlah begitu menggemaskan sekarang. Ada semburat merah di pipi bulatnya, tatapan sengit pun tergambar seperti seorang anak kecil yang sedang marah kepada ibunya. "Aku gila karena mu"

Aku berusaha menahan tawa ketika dia berlari kecil guna menjauh dari ku. Sayup-sayup aku mendengar gumamnya "Mirip seperti pedofil." Dia mengutukku sekarang.

Tapi pedofil ini menginginkan mu

....

Ada sesuatu yang berbeda akhir-akhir ini. Meskipun kami jarang bertemu, aku mulai menyukainya. Tidak tahu sejak kapan perasaan ini muncul, mungkin sekedar rasa gemas saat memandang wajahnya. Aku dulu selalu begini kalau bersama dengan orang yang terlihat cantik ditambah sisi imut yang dia perlihatkan. Bahkan dokter tadi malam sempat membuat ku kagum. Bibirnya terlihat manis dan ini sudah tidak waras lagi.

Jika dipikir lebih jauh aku dan Rain tidak mungkin bisa menjalin hubungan serius. Status sosial kita berbeda. Sedikit menohok hati.

"Hey, kamu ini sedang memikirkan apa? Jangan bilang kamu berpikir yang aneh-aneh sekarang. Tatapan mu menyeramkan tau!"

Dia memukul pelan lengan ku. Menyodorkan kemoceng tepat di depan wajah ku, dia menggerakkannya seperti membersihkan wajah ku dari debu. Bulu-bulu ayam itu berhasil menggelitik hidung hingga aku bersin dibuatnya.

"Rasakan itu. Jangan bermalas-malasan cepatlah bekerja!"

"Awas kamu ya" tangan ku mengambil alih benda berbulu itu, dia bersiap menghindar ketika aku akan menyerang balik. Langsung saja ku tarik lengannya supaya dia tidak bisa lolos dariku. Dia terus memberontak saat aku berhasil mengurung badannya. Posisinya sekarang aku seperti sedang memeluk rain, begitu dekat bahkan hampir tidak berjarak. Tenang ini hanya main-main.

"Ck, dasar anak muda"

DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang