"Wow menarik, mereka menemukannya dengan cepat"
"Apanya yang cepat?" kali kedua aku bertemu dokter Adip. Hari ini adalah jadwal pemeriksaan rutin. Dia duduk di samping ku, menghadap televisi yang tersetel sebuah film action.
"Adegan yang tadi" tertawa canggung, padahal aku tidak mengikuti alur sejak beberapa menit yang lalu. Sesuatu terbaru lebih menarik dari apapun. Aku berdehem untuk menghilangkan hawa tidak enak diantara aku dan dokter. "Sekarang kondisinya bagaimana?"
"Ada perubahan sedikit, dia lebih bersemangat dan ini berkat kau" ditepuknya pundakku. Dia tersenyum mengeluarkan suara lirih. Syukurlah bila begitu, aku hanya berharap pasiennya itu segera pulih. Walaupun kemungkinan besar sulit untuk mengembalikan kesehatan mentalnya.
Tapi aku masih penasaran dengan pertanyaan ku malam itu. "Memangnya dari awal dia sudah garang?" karena aku merasa Elang mendapatkan tekanan lain dari dalam. Saat bersama Venza dia lebih memperlihatkan sisi tajamnya. Meskipun nada bicaranya terdengar lirih. Kemarin pun Venza mengucapkan sesuatu yang tidak enak didengar. Oh berapa hari lagi aku harus berada di sini?
"Iya. Hari pertama aku kesini, dia selalu bergumam _dipukul, ditendang, ditampar. Dia..._ aku pikir itu hal-hal yang dia lihat saat diculik"
Aku hampir lupa kalau adik Venza adalah korban penculikan. Kenapa bisa remaja laki-laki tampang agak menyeramkan itu bisa diculik dengan mudahnya. Tidak mungkin dia tidak bisa melawan para penjahat. Padahal dia berani ketika menyerang dengan apa saja yang dia pegang. Apakah mungkin seseorang yang mengalami trauma bisa menjadi ganas seketika? Untuk balas dendam?
"Aku bingung, atas dasar apa penculik itu mengincar dia?"
Toples kue yang semula di atas meja berhasil dibuka oleh -adip-. Entah kenapa dia masih ada disini lalu dengan santainya menikmati malamnya untuk berleha-leha. Aku kira dia bakal sesibuk dokter lain karena mengatasi pasien setiap saat. Dia mengangkat bahu pertanda dia tidak mengetahui urusan tersebut.
Pintu kamar terbuka, menampilkan remaja dengan penampilan khas bangun tidur. Dia melangkah pelan ke arah kami. Duduk di atas karpet sembari bergumam. "Lima, siksa"
Aku dan dokter saling pandang. Mengerutkan kening masing-masing seolah bertukar pikiran lewat tatapan. "Apa dia tadi bermimpi?" aku berbisik agar Elang tidak mendengar dan tersinggung percakapan kami.
"Dia sepertinya masih terbayang. Hey boy kamu tidak apa?" Elang menggeleng dengan cepat. Jawabannya ambigu, diantara tidak apa atau ada sesuatu. Bayangannya tentang lima dan siksa? Maksudnya lima orang yang menyiksa? Atau mungkin, astaga.
"Katanya salah satu dari pelaku belum di temukan"
KAMU SEDANG MEMBACA
DIAM
FanfictionHal pertama yang harus kamu lakukan adalah (berpura-pura) mempercayai orang-orang yang terlihat baik di depan mu. Cerita ini tidak akan selesai