Tiga belas

13 4 0
                                    

Menutup wajah dengan bantal, membayangkan yang terjadi tadi pagi. Jantung masih berdebar tak terkontrol, aku melakukannya tanpa persiapan apapun. Sekarang aku benar-benar dimabukkan oleh cinta setelah sekian tahun mengabaikan hal itu. Menggelikan, sungguh.

Alunan nada lagu pelangi di matamu terdengar setelah putaran acak dari gawai yang ku setel sejak tadi. Musik jadul itu memperkuat bayang-bayangku malam ini.

"Hahah kenapa aku melakukan hal seperti ini" (menyugar) rambut diikuti oleh tawa renyah. Aku beranjak dari tempat tidur lalu berdiri di depan cermin. Mengucek mata dengan menoleh ke kiri. Tidak bisa dikatakan terlalu tua dan terlihat muda.

Aku ingin keluar sebentar.

....

Jalanan malam begitu ramai saat bus wisatawan akan kembali ke daerah asalnya. Ditambah stan makanan yang berjejer saling berdekatan selalu dipenuhi oleh para pencari kuliner. Tidak heran jika kota ini rawan kejahatan.

Motor agak ku pinggirkan ketika sampai di trotoar depan museum yang difasilitasi kursi untuk beristirahat. Tempat ini lebih sepi dibandingkan malam minggu.

Aku tidak sendiri, ada Rain di depan ku. Dia tadi mencegat ku seperti sedang menilang pengendara bermotor yang masih ngeyel.

"Wah bising sekali, kenapa kamu tidak bilang kalau mau ke sini?"

"Siapa tadi yang bilang ingin ikut"

Dia melipat tangan merasakan udara yang memang malam ini lumayan dingin. Kepalanya mengangguk kecil beberapa kali. Berbalik menuju bangku panjang disamping tanaman bunga, duduk layaknya orang yang berkuasa. Mengacuhkan semua dengan wajah datarnya. "Jadi bagaimana?"

Aku ikut duduk bersamanya. "Bagaimana apanya?" dia menoleh seakan tidak terjadi apa-apa tadi pagi. Tetap dengan raut datarnya dia mempertemukan kembali (mata) kami. Membuat rasa gugup ku mulai menjalar lagi.

"Duh, yang tadi itu. Masa kamu sudah lupa? Astaga Rain apa kamu sudah menua dalam enam jam"

"Sembarangan!" dia pura-pura tidak ingat untuk menghindari permintaan ku untuk menjawab pernyataan dariku. Matanya beralih kearah lintang di langit. Dia tertawa tanpa suara. "Aku ingat kok. Aku hanya bingung cara membalasnya, terlebih lagi aku tidak suka orang yang bermain-main terhadap perasaannya. Aku tau kamu bukan orang yang seperti itu"

Ucapannya terdengar dewasa dan dalam waktu yang bersamaan hati ku merasa lega. Permulaan dari cerita baru akan tertulis sebentar lagi. "Jadi?"

"Pikirkan sa-"

Bruk

DIAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang