"Menyimpan sesuatu tentang kakaknya. Bisa jadi dendam"
Gadis itu hendak pergi. Tangannya sudah mengulur ke gagang pintu. Secepat itu memang, pasalnya dia ada tugas dan menyempatkan diri untuk melihat apakah cerita ku benar atau hanya bualan. Selalu begini, dia memilih untuk terlambat dengan pekerjaan utamanya.
Sekarang sudah pukul delapan pagiーmungkin sudah lebih. "Dendam seperti apa? Bisakah nanti jika ada waktu luang kita membicarakan hal ini?"
Menyusahkan saja. Kamu itu seperti beban dalam hidupnya, rel.
Senyum tipis mengembang di wajahnya. "Iya, aku menyukai kasus-kasus seperti ini. Sehabis kerja aku akan menghubungi mu. Sampai jumpa"
Dia menghilang di balik pintu. Aku tidak paham kenapa Rain suka sekali dengan hal-hal seperti ini. Apakah kepalanya tidak pusing memikirkan kode atau kata acak? Kenapa dia tidak mendaftar di badan intelijen saja? Dia berbakat persoalan seperti itu.
Ah iya aku hampir melupakan sesuatu. Pekerjaan ku untuk pagi ini sudah selesai, harusnya aku mengantar Rain ke kantornya. Hahaha dasar.
"El, kamu tidak apa-apa kan? Aku tinggal sebentar ya. Nanti jam sepuluh aku kesini lagi"
Tentu saja tidak terdengar balasan darinya. Mungkin di dalam kamarnya dia menganggukkan kepala atau berdehem. Aku segera keluar menyusul Rain yang rupanya masih menuruni tanggaーKarena di lantai kedua dan lift sedang penuh hari ini.
Segeralah ku panggil namanya agar dia berhenti menunggu ku mendekatinya. Tatapannya seakan bertanya _ada apa?_.
"Mau ku antar?"
....
Terkutuklah kau Karel. Harusnya tadi aku tidak mengulur waktunya dengan percakapan ringan itu. Rain dihadang oleh ayahnya tadi, untungnya dia tidak mendapatkan hukuman apapun. Ayahnya seakan mengerti kegiatan anak muda terlepas dari pekerjaan formalnya. ーAtau mungkin kekuatan orang dalam.
Aku hampir melupakan sesuatu, pulang ke rumah untuk bersih-bersih sebelum pergi lagi. Siklusnya selalu sama. Pulang pagi-ke apartemen-siang di perpustakaan-malamnya kembali ke apartemen sampai pagi kembali. Untung saja tinggal seminggu lagi aku terbebas dari Elang. Agak tidak ingin keluar karena dia sering mendengarkan ceritaku, walaupun tidak ada respon.
Kadang aku berpikir untuk kembali ke pekerjaan kantor ku. Tapi sepertinya itu mustahil. Meskipun aku sudah mendapat ganjaran yang setimpal atas dendam yang ku simpan.
Segitu lalainya kah aparat kepolisian disini? Aku menyeringai sembari mengelap jendela depan rumah.
.
.Alurnya rumit, jadi agak males nerusin
KAMU SEDANG MEMBACA
DIAM
FanfictionHal pertama yang harus kamu lakukan adalah (berpura-pura) mempercayai orang-orang yang terlihat baik di depan mu. Cerita ini tidak akan selesai